NSO Group Kalah dalam Gugatan, Dihukum Bayar Ganti Rugi Rp 2,7 Triliun karena Peretasan WhatsApp!
Tanggal: 10 Mei 2025 16:40 wib.
Tampang.com | Perusahaan asal Israel yang dikenal dengan pengembangan program mata-mata, NSO Group, baru saja menerima hukuman besar dari pengadilan Amerika Serikat. Sebuah putusan mengharuskan NSO Group membayar ganti rugi senilai US$ 167 juta (sekitar Rp 2,7 triliun) kepada WhatsApp atas aksi peretasan yang dilakukan terhadap lebih dari 1.400 pengguna aplikasi perpesanan tersebut pada 2019.
Sidang gugatan yang dilayangkan WhatsApp atas tindakan peretasan yang dilakukan oleh NSO ini akhirnya berakhir dengan kemenangan bagi WhatsApp setelah proses hukum yang panjang lebih dari lima tahun.
Sidang yang memakan waktu lebih dari lima tahun ini membawa hasil yang mengagetkan. Tidak hanya karena NSO Group kalah, tetapi juga karena jumlah ganti rugi yang dijatuhkan oleh hakim jauh lebih besar dari permintaan WhatsApp dalam gugatan mereka.
Dalam gugatan, WhatsApp sebenarnya hanya menuntut ganti rugi sebesar US$ 400 ribu sebagai kompensasi atas waktu yang dihabiskan oleh para karyawan perusahaan untuk menyelidiki, mengatasi, dan memperbaiki kerusakan pada sistem keamanan WhatsApp yang disusupi oleh program mata-mata yang dikembangkan oleh NSO.
Namun, keputusan pengadilan ini mengirimkan pesan yang lebih besar, yakni untuk pertama kalinya, sebuah program mata-mata ilegal yang telah mengancam privasi dan keselamatan publik dipaksa untuk membayar ganti rugi yang besar.
Zade Alsawah, juru bicara WhatsApp, menyebut keputusan ini sebagai tonggak sejarah. Ia menekankan bahwa langkah ini akan memberikan dampak yang luas dalam upaya untuk melawan program-program mata-mata ilegal yang banyak mengancam privasi masyarakat.
Tindakan Hukum terhadap NSO Group
Dalam pernyataannya, juru bicara WhatsApp, Zade Alsawah, menyatakan bahwa putusan ini sangat penting karena untuk pertama kalinya ada hukuman yang dijatuhkan kepada pengembang spyware yang telah merusak privasi penggunanya di seluruh dunia.
Menurutnya, hal ini menandakan bahwa industri teknologi dan pemerintah akan semakin berhati-hati dalam memperlakukan program mata-mata ilegal yang telah terbukti merusak keamanan data pribadi. Keputusan pengadilan ini, menurutnya, akan menjadi contoh bagi pengembang spyware lainnya yang sering kali beroperasi di luar batas-batas hukum.
Namun, pihak NSO Group menanggapi keputusan tersebut dengan sikap yang lebih defensif. Gil Lainer, juru bicara NSO Group, mengungkapkan bahwa mereka berencana untuk mengajukan banding terhadap putusan ini. Ia mengatakan bahwa pihaknya akan mempelajari secara detail hasil putusan tersebut dan mengambil langkah hukum lebih lanjut, termasuk mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun perusahaan ini kalah dalam gugatan tersebut, mereka tetap bersikeras untuk membela tindakannya melalui jalur hukum yang ada.
Penggunaan Spyware Pegasus dalam Peretasan WhatsApp
Aksi peretasan yang dilakukan oleh NSO Group melibatkan spyware canggih bernama Pegasus. Program mata-mata ini digunakan untuk menyusup ke perangkat pengguna WhatsApp, dengan tujuan untuk mengakses data pribadi mereka tanpa izin.
Dalam dokumen yang menjadi bagian dari gugatan, WhatsApp mengungkapkan bahwa sebanyak 1.223 akun WhatsApp menjadi target peretasan yang dilakukan oleh NSO Group pada 2019. Pengguna yang menjadi sasaran berasal dari 51 negara yang berbeda di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, 54 pengguna yang terdampak berasal dari Indonesia.
Selain Indonesia, negara dengan jumlah korban terbanyak adalah Meksiko, dengan total 456 orang yang menjadi target dari peretasan menggunakan spyware Pegasus. Selain itu, sebanyak 100 warga India juga tercatat menjadi sasaran.
Hal ini menunjukkan bahwa peretasan yang dilakukan oleh NSO Group bukan hanya berdampak pada satu negara atau kelompok tertentu, tetapi telah meluas ke berbagai negara di dunia, dengan Indonesia juga menjadi salah satu negara yang terkena dampaknya.
Dampak Keamanan dan Privasi Pengguna
Peretasan yang dilakukan oleh NSO Group ini memiliki dampak yang sangat besar terhadap keamanan dan privasi pengguna WhatsApp di seluruh dunia. Program mata-mata seperti Pegasus dapat menyusup ke perangkat pengguna dan mengakses berbagai informasi pribadi, termasuk pesan teks, foto, data lokasi, serta informasi penting lainnya tanpa sepengetahuan pemilik perangkat. Hal ini jelas melanggar hak privasi pengguna dan dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar, baik secara pribadi maupun profesional.
WhatsApp, sebagai salah satu aplikasi pesan terbesar di dunia, tentu merasa sangat terdampak oleh peretasan ini. Selain merusak reputasi perusahaan, kejadian ini juga menunjukkan betapa rentannya sistem keamanan aplikasi pesan yang selama ini dipercaya oleh miliaran orang. Kejadian ini juga memberikan gambaran jelas mengenai betapa pentingnya pengamanan data pribadi dalam dunia digital yang semakin terhubung.
Langkah WhatsApp dan Upaya Penanggulangan
Sebagai perusahaan yang menjadi sasaran peretasan, WhatsApp tentu mengambil langkah-langkah untuk melindungi penggunanya dan mencegah kejadian serupa terulang di masa depan. Selain menggugat NSO Group secara hukum, WhatsApp juga terus memperbarui sistem keamanannya untuk memastikan bahwa aplikasi mereka tetap aman digunakan oleh penggunanya.
WhatsApp juga memperkenalkan fitur-fitur tambahan yang memungkinkan pengguna untuk lebih mudah melindungi data pribadi mereka, seperti autentikasi dua faktor dan enkripsi end-to-end yang memastikan hanya pengirim dan penerima pesan yang bisa mengakses isi percakapan.
Tanggapan terhadap Peretasan yang Terus Meningkat
Peretasan yang melibatkan program mata-mata seperti Pegasus ini mengingatkan kita tentang betapa pentingnya keamanan dalam dunia digital. Kejadian ini menyoroti potensi ancaman yang terus berkembang di dunia maya, di mana perangkat yang kita anggap aman ternyata bisa disusupi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, perlindungan terhadap data pribadi harus menjadi prioritas utama bagi semua pengguna teknologi digital di seluruh dunia.