Sumber foto: iStock

Negara Kecil, Talenta Besar: Fakta Mengejutkan di Balik Peta Kekuatan SDM AI Global

Tanggal: 12 Apr 2025 21:46 wib.
Seiring meningkatnya adopsi kecerdasan buatan (AI) di berbagai sektor industri, kebutuhan akan talenta AI melonjak tajam secara global. Perusahaan-perusahaan di seluruh dunia kini tak hanya fokus mengejar teknologi, tetapi juga berlomba-lomba membangun tim dengan keahlian AI yang solid.

Tak mengherankan, sebuah laporan kolaboratif dari Microsoft dan LinkedIn pada tahun 2024 mengungkap fakta menarik: sebanyak 66% pemimpin perusahaan menyatakan tidak akan merekrut karyawan yang tidak memiliki keterampilan AI. Bahkan lebih jauh, 71% dari mereka lebih memilih merekrut individu yang belum berpengalaman namun menguasai AI, ketimbang kandidat berpengalaman tanpa keahlian tersebut.

Laporan tersebut dibuat berdasarkan survei terhadap lebih dari 31.000 responden di 31 negara, dan menjadi cerminan kuat bahwa penguasaan AI kini menjadi salah satu indikator utama dalam rekrutmen tenaga kerja modern.

Untuk memetakan distribusi talenta AI secara global, LinkedIn merilis metrik “AI Talent Concentration”, yang mengukur konsentrasi individu dengan keahlian AI berdasarkan data profil pengguna mereka. Penilaian ini tidak hanya mempertimbangkan keahlian teknis seperti machine learning dan natural language processing (NLP), tetapi juga kemampuan menggunakan tools populer seperti ChatGPT dan GitHub Copilot.

Menariknya, berdasarkan data 2024, Israel menempati posisi pertama sebagai negara dengan konsentrasi talenta AI tertinggi, mengungguli banyak negara besar. Meskipun dua negara raksasa dalam pengembangan AI—China dan Amerika Serikat—memiliki ambisi besar dalam penguasaan teknologi ini, keduanya tidak masuk dalam daftar 10 besar.

Ada dugaan kuat bahwa sensor terhadap platform buatan Amerika Serikat di China membuat banyak profesional AI di sana tidak terdeteksi oleh LinkedIn, yang menjadi sumber utama data dalam laporan ini.

Berikut adalah 10 negara dengan konsentrasi talenta AI tertinggi versi LinkedIn tahun 2024:



Israel (1,98%)


Singapura (1,64%)


Luksemburg (1,44%)


Estonia (1,17%)


Swiss (1,16%)


Finlandia (1,13%)


Irlandia (1,11%)


Jerman (1,09%)


Belanda (1,07%)


Korea Selatan (1,06%)



Enam negara teratas dalam daftar ini tidak berubah dari tahun sebelumnya, menandakan konsistensi dan fokus kuat dalam pengembangan SDM AI mereka. Sementara itu, Irlandia naik empat peringkat ke posisi tujuh, sedangkan Korea Selatan turun tiga peringkat ke posisi kesepuluh dibandingkan tahun 2023.

Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar: apa yang membuat negara-negara kecil seperti Israel, Singapura, dan Estonia begitu dominan dalam mengembangkan talenta AI?

Menurut Chua Pei Ying, Kepala Ekonom LinkedIn untuk wilayah Asia Pasifik, negara-negara tersebut memiliki strategi nasional yang efektif, termasuk:



Ekosistem pendukung yang kuat


Investasi perusahaan dalam pelatihan dan pengembangan keterampilan


Kebijakan pemerintah yang mendorong pembelajaran berkelanjutan



“Negara dengan populasi kecil mampu mencetak dampak besar dalam lanskap AI global ketika mereka membangun sistem yang mendorong kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan pendidikan,” kata Chua.

Sementara itu, India, meski tidak masuk dalam daftar 10 besar, menunjukkan pertumbuhan paling agresif. Sejak 2016 hingga 2024, terjadi peningkatan sebanyak 252% dalam pengembangan talenta AI di India, dan pertumbuhan 33,4% year-on-year dalam perekrutan posisi terkait AI pada tahun 2024.

Kondisi ini menunjukkan bahwa India mempersiapkan diri untuk menjadi pemain besar dalam ekosistem AI global, terutama dengan bonus demografi dan ekosistem startup teknologi yang berkembang pesat.

Selain India, Singapura juga menunjukkan peningkatan signifikan dalam rekrutmen tenaga kerja AI, dengan pertumbuhan 25% selama tahun 2024. Sementara Amerika Serikat mencatatkan pertumbuhan 24,7%, yang menandakan bahwa negara ini masih serius mengejar penguatan SDM AI, meski tidak masuk dalam daftar top 10 berdasarkan konsentrasi.

Khusus untuk Singapura, budaya belajar dan pelatihan yang kuat disebut sebagai faktor kunci daya saing. “Pekerja di Singapura menghabiskan 40% lebih banyak waktu untuk mempelajari keterampilan AI dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya,” ungkap Chua.

Apa Implikasinya?

Dalam lanskap digital masa kini, penguasaan AI bukan lagi nilai tambah, tapi keharusan. Bagi para pencari kerja, mengembangkan keterampilan AI—mulai dari machine learning, NLP, hingga penggunaan tools AI populer—menjadi investasi karier jangka panjang. Di sisi lain, perusahaan dan pemerintah perlu terus menciptakan lingkungan yang memfasilitasi pengembangan tersebut.

Negara-negara kecil yang cerdas dalam strategi SDM dan teknologi kini mampu bersaing dan bahkan mengungguli negara adidaya, asalkan mereka fokus membangun fondasi talenta secara berkelanjutan.

Pertanyaannya sekarang: apakah negara-negara berkembang bisa menyusul tren ini sebelum tertinggal terlalu jauh?
Copyright © Tampang.com
All rights reserved