Nasib TikTok di Tangan Trump: Siapa Pembeli Rahasia dan Apa Kata Xi Jinping?
Tanggal: 30 Jun 2025 22:14 wib.
Masa depan TikTok di Amerika Serikat kembali menjadi sorotan setelah Presiden Donald Trump menyatakan bahwa keputusan besar terkait aplikasi milik ByteDance itu telah diambil. Namun, rencana tersebut masih menunggu restu dari Presiden China, Xi Jinping, sebelum benar-benar dijalankan.
Dalam wawancara eksklusif bersama Fox News, Trump mengungkapkan bahwa pihaknya telah mencapai kesepakatan penjualan TikTok ke entitas Amerika Serikat. Meskipun ia belum menyebutkan secara rinci siapa calon pembeli tersebut, Trump menggambarkan mereka sebagai "sekelompok orang yang sangat kaya." Ia menambahkan bahwa identitas mereka kemungkinan akan diumumkan secara resmi dalam dua minggu ke depan.
Pernyataan ini kembali membuka babak baru dalam kisruh geopolitik antara Washington dan Beijing, khususnya soal penguasaan data dan dominasi platform digital. Mengutip laporan dari Reuters pada Senin (30/6/2025), kesepakatan tersebut saat ini berada dalam tahap akhir, dengan hanya satu hambatan utama: persetujuan pemerintah China.
"Kami sudah memiliki pembeli. Mereka orang-orang besar dan sangat kaya. Tapi tentu, kita harus berbicara dengan Presiden Xi dulu," ujar Trump.
Sikap ini kontras dengan pendekatan pemerintahan sebelumnya. Di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden, TikTok menghadapi tekanan besar untuk melepaskan diri dari induk perusahaannya di China, yaitu ByteDance. Jika tidak, TikTok akan diblokir secara permanen di wilayah AS sejak tenggat waktu 9 Januari 2025.
Namun, ketika Trump kembali menduduki Gedung Putih, pendekatan yang diambil lebih fleksibel. Ia memilih menunda langkah pemblokiran dan memperpanjang batas waktu divestasi sebanyak tiga kali, untuk memberi ruang negosiasi lebih lanjut.
Banyak analis menilai, keputusan Trump tersebut bukan semata-mata soal keamanan nasional, melainkan juga kalkulasi politik. TikTok memiliki basis pengguna muda yang besar di Amerika, dan menjadi alat penting dalam menyentuh suara generasi milenial dan Gen Z, yang terbukti memberi dampak positif pada perolehan suara Trump dalam pemilu terakhir.
Meskipun tenggat demi tenggat telah lewat, negosiasi antara ByteDance dan investor Amerika tetap berjalan. Menurut informasi yang dihimpun Reuters, kesepakatan terbaru memungkinkan investor dari AS untuk menguasai mayoritas saham dan operasional TikTok di wilayah Amerika, sebuah skenario yang dinilai cukup kompromistis bagi kedua belah pihak.
Namun, persoalan tak berhenti di situ. Ketegangan geopolitik antara Washington dan Beijing kembali menguat setelah Trump memberlakukan tarif impor tinggi terhadap produk-produk asal China. Langkah ini disinyalir sebagai respons atas surplus perdagangan besar China terhadap AS dan dianggap sebagai bentuk "perang dagang jilid dua."
Sebagai buntut dari kebijakan itu, pemerintah China menunjukkan tanda-tanda keberatan terhadap rencana penjualan TikTok ke pihak Amerika. Beijing memandang platform seperti TikTok sebagai bagian dari "soft power digital" yang penting, dan tidak ingin aset strategis tersebut berpindah tangan tanpa kendali.
Selain itu, aturan transfer teknologi dan algoritma canggih yang digunakan TikTok juga menjadi isu sensitif dalam diskusi bilateral. Pemerintah China sebelumnya telah memasukkan algoritma rekomendasi konten ke dalam daftar teknologi yang dilarang untuk diekspor, menambah kompleksitas proses divestasi ini.
Trump sendiri mengaku optimis bahwa Xi Jinping akan memberi lampu hijau. Namun, jika persetujuan tak juga diberikan, kemungkinan TikTok benar-benar diblokir masih tetap terbuka.
"Saya percaya kami bisa sampai pada kesepakatan yang adil. Tapi kami juga siap untuk semua kemungkinan," kata Trump, tanpa menjelaskan apa yang dimaksud dengan “semua kemungkinan.”
TikTok saat ini menjadi salah satu platform media sosial paling populer di AS, dengan lebih dari 170 juta pengguna aktif bulanan. Popularitasnya yang tinggi menjadikannya target strategis dalam persaingan teknologi dan pengaruh antara dua negara adidaya.
Bagi banyak pengamat, kasus TikTok adalah cerminan dari ketegangan lebih luas antara China dan AS, di mana setiap keputusan bisnis besar selalu memiliki nuansa politik yang sangat kental. Tak hanya soal bisnis digital, tetapi juga menyangkut dominasi teknologi, perlindungan data, dan kendali terhadap opini publik global.
Sementara publik menunggu pengumuman resmi siapa calon pemilik baru TikTok di AS, pertanyaan besar tetap menggantung: apakah China akan merelakan salah satu aset digital terkuatnya jatuh ke tangan AS?
Jika restu dari Beijing tidak juga keluar, maka skenario terburuk—pemblokiran permanen—masih menghantui masa depan TikTok di Negeri Paman Sam. Trump mungkin lebih lunak dari pendahulunya dalam negosiasi, tetapi ujung dari drama ini tetap bergantung pada diplomasi tingkat tinggi antara dua pemimpin dunia.