Misteri TikTok di Amerika: Akankah Trump Biarkan Aplikasi Ini Bertahan Setelah 19 Juni 2025?
Tanggal: 8 Mei 2025 10:29 wib.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menunjukkan ketidakkonsistenannya dalam menangani isu TikTok di negaranya. Aplikasi media sosial asal Tiongkok ini kembali menjadi perbincangan setelah Trump, yang sebelumnya telah dua kali menunda keputusan terkait masa depan TikTok, kini memberi sinyal bahwa tenggat waktu tersebut bisa diperpanjang lagi. Keputusan ini semakin menambah ketidakpastian nasib platform yang dimiliki oleh ByteDance tersebut di AS.
Dalam pernyataan terbarunya, Trump menetapkan 19 Juni 2025 sebagai batas waktu untuk menentukan apakah TikTok dapat terus beroperasi di AS atau akan dikenai larangan permanen. Namun, dalam wawancara eksklusif bersama program NBC News, Trump mengisyaratkan bahwa jika hingga tenggat tersebut belum ada kesepakatan yang tercapai, maka kemungkinan besar ia akan kembali memperpanjang waktu pengambilan keputusan.
“Saya ingin melihat penyelesaian untuk masalah ini,” ujar Trump dalam wawancara tersebut. Menariknya, Trump mengakui bahwa dirinya memiliki alasan pribadi dalam mempertimbangkan nasib TikTok. Ia mengaku bahwa platform ini memainkan peran penting dalam strategi kampanyenya saat memenangkan pemilu presiden 2024 lalu. Dengan TikTok, Trump merasa lebih mudah menjangkau audiens muda, yang menjadi salah satu kunci keberhasilannya.
“TikTok sangat menarik, aplikasi itu akan saya lindungi,” kata Trump, menegaskan bahwa ia tidak ingin kehilangan potensi besar yang dimiliki oleh platform tersebut dalam ranah komunikasi digital dan politik.
Hingga kini, TikTok masih menghadapi tekanan untuk melakukan pemisahan operasionalnya di AS. Salah satu opsi yang mengemuka adalah membentuk entitas baru yang mayoritas sahamnya dimiliki dan dioperasikan oleh investor Amerika. Namun, pembahasan seputar langkah ini belum menemui titik terang, sebagian besar karena meningkatnya ketegangan geopolitik antara AS dan Tiongkok.
Senator dari Partai Demokrat menilai bahwa Trump tidak memiliki wewenang hukum untuk memperpanjang tenggat nasib TikTok secara sepihak. Mereka menyoroti pentingnya dasar hukum dan mekanisme transparan dalam menangani perusahaan teknologi asing yang dianggap memiliki risiko terhadap keamanan nasional.
Sementara itu, sebuah sumber terpercaya yang dekat dengan para investor ByteDance di AS menyebut bahwa diskusi antara pemerintah Amerika dan pihak TikTok terus berjalan menjelang tenggat 19 Juni 2025. Namun, seperti yang dilaporkan oleh Reuters pada Senin, 5 Mei 2025, semua pembicaraan ini masih terhalang oleh konflik tarif yang belum terselesaikan antara Washington dan Beijing.
Trump sendiri mengungkapkan bahwa pihak Tiongkok ingin segera mencapai kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat. Ia juga menyoroti dampak besar dari tarif resiprokal sebesar 145% yang diberlakukan oleh AS terhadap barang-barang asal China. Tarif ini, menurut Trump, telah memberikan tekanan ekonomi yang cukup signifikan terhadap negara yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping tersebut.
Meski menolak untuk menghapus tarif tersebut secara keseluruhan, Trump mengisyaratkan adanya kemungkinan pengurangan tarif sebagai bagian dari paket kesepakatan yang lebih besar antara dua negara adidaya ini. “Saya akan menurunkannya pada waktunya. Jika tidak, kita tidak bisa berbisnis sama sekali dengan mereka. Mereka sangat ingin melanjutkan bisnis dengan kita,” ungkap Trump.
Sebagai catatan, tenggat awal terkait nasib TikTok sebenarnya telah ditentukan pada 19 Januari 2025, sebelum Trump secara resmi kembali menjabat sebagai presiden. Setelah pelantikannya, Trump langsung memperpanjang tenggat tersebut ke bulan April, dan kemudian sekali lagi ke tanggal 19 Juni. Dengan perkembangan terbaru ini, publik kembali dibuat bertanya-tanya: apakah Trump akan memperpanjang tenggat tersebut sekali lagi, atau akhirnya mengambil keputusan final?
Ketidakpastian ini bukan hanya berdampak pada operasional TikTok di Amerika Serikat, tetapi juga mempengaruhi hubungan dagang serta stabilitas diplomatik antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut. TikTok sendiri telah menjadi simbol dari kompleksitas antara teknologi, politik, dan keamanan nasional.
Sementara di sisi lain, isu seputar perlindungan data pengguna TikTok juga terus menjadi sorotan. Dalam laporan investigatif baru-baru ini, disebutkan bahwa data pengguna TikTok secara diam-diam dikirim ke Tiongkok. Temuan ini memicu reaksi keras dan meningkatkan urgensi pembahasan mengenai transparansi serta tanggung jawab platform teknologi global.
Ditambah lagi, TikTok dijatuhi denda sebesar Rp9,9 triliun karena dianggap ‘sembrono’ dalam mengelola data pengguna. Hal ini semakin memperkuat anggapan bahwa pengawasan dan regulasi terhadap platform asing harus lebih ketat demi menjaga kedaulatan digital dan perlindungan konsumen.
Dalam konteks global, Indonesia juga ikut terdampak dalam dinamika persaingan ini. Meskipun Indonesia sempat menang dalam sengketa dagang melawan AS, negara ini masih kalah jauh dibandingkan dengan Vietnam dan Tiongkok dalam hal pengaruh di sektor teknologi dan perdagangan digital.
Kini semua mata tertuju pada tanggal 19 Juni 2025. Akankah TikTok berhasil bertahan di AS atau justru dilarang total? Atau apakah tenggat akan kembali diperpanjang, menciptakan babak baru dalam drama geopolitik dan digital ini? Yang pasti, keputusan ini akan memiliki dampak luas tidak hanya untuk ByteDance, tetapi juga bagi masa depan hubungan AS-Tiongkok serta ekosistem digital global.