Meta “Curi” Ilmuwan AI OpenAI? Ini Strategi Gaji Fantastis Zuckerberg dan Reaksi Mengejutkan Sam Altman
Tanggal: 30 Jun 2025 22:13 wib.
Meta Platforms, perusahaan induk dari Facebook, Instagram, dan WhatsApp, kembali menjadi sorotan publik setelah secara agresif merekrut para peneliti terkemuka dari OpenAI, perusahaan pengembang ChatGPT. Dalam kurun waktu satu minggu terakhir saja, tercatat tujuh peneliti OpenAI telah resmi bergabung dengan Meta.
Langkah ini dinilai sebagai bagian dari ambisi besar CEO Meta, Mark Zuckerberg, untuk mendominasi perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan bersaing langsung dengan para raksasa teknologi seperti Google DeepMind dan OpenAI sendiri.
Meta Bajak Tim AI, Siapa Saja yang Direkrut?
Laporan dari The Information yang dikutip oleh Reuters menyebutkan bahwa empat nama peneliti yang telah menerima tawaran Meta adalah Shengjia Zhao, Jiahui Yu, Shuchao Bi, dan Hongyu Ren. Tak hanya itu, tiga peneliti lain dari kantor OpenAI di Swiss juga sebelumnya sudah direkrut, yakni Lucas Beyer, Alexander Kolesnikov, dan Xiaohua Zhai, menurut laporan Wall Street Journal.
Totalnya, tujuh talenta penting telah meninggalkan OpenAI untuk bergabung dengan Meta—sebuah langkah yang memperlihatkan bahwa persaingan di sektor AI kini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal "perang talenta."
Tawaran Menggiurkan: Gaji Fantastis hingga Rp1,6 Triliun
Untuk menarik minat para peneliti terbaik, Meta tidak main-main. Perusahaan yang bermarkas di Menlo Park, California ini dilaporkan menawarkan kompensasi fantastis—bahkan mencapai US$100 juta atau sekitar Rp1,6 triliun dalam bentuk bonus penandatanganan kontrak dan total kompensasi tahunan.
Bahkan, Mark Zuckerberg dikabarkan turun langsung dalam proses rekrutmen. Ia secara personal menghubungi para kandidat yang diincar, sebagian besar merupakan lulusan PhD dari universitas bergengsi seperti UC Berkeley dan Carnegie Mellon University, serta dari perusahaan pesaing seperti DeepMind milik Google dan OpenAI sendiri.
Menurut The Guardian, Zuckerberg bahkan membentuk grup WhatsApp internal bernama "Recruiting Party" bersama dua eksekutif Meta untuk mendiskusikan strategi rekrutmen serta menilai kandidat potensial secara intensif.
Sam Altman Buka Suara: "Kami Masih Percaya Diri"
Merespons isu tersebut, Sam Altman, CEO OpenAI, akhirnya angkat bicara dalam podcast bersama saudaranya Jack Altman yang dirilis pada 17 Juni 2025 lalu. Ia tidak membantah bahwa Meta telah mencoba membajak sejumlah timnya dengan tawaran yang menggiurkan.
Namun, Altman mengungkapkan bahwa hingga kini, tim terbaik OpenAI masih bertahan dan menolak tawaran Meta.
"Meta memang menawarkan berbagai bonus besar kepada tim kami. Tapi saya sangat bahagia karena sejauh ini, orang-orang terbaik kami belum tergoda," ujar Altman, dikutip dari TechCrunch (19/6/2025).
Altman menambahkan bahwa kebanyakan peneliti di OpenAI tetap percaya bahwa mereka memiliki peluang lebih besar dalam mewujudkan Artificial General Intelligence (AGI)—teknologi AI tingkat tinggi yang mampu berpikir dan belajar layaknya manusia.
Persaingan Makin Sengit: AGI Jadi Hadiah Utama
Pengembangan AGI kini menjadi ajang kompetisi utama di antara para raksasa teknologi. Meta, OpenAI, dan Google DeepMind menjadi tiga pemain terbesar yang berlomba-lomba menciptakan sistem AI paling canggih di dunia.
Ambisi Meta dalam pengembangan AGI semakin nyata dengan strategi agresif yang mereka lakukan, salah satunya melalui proyek open-source seperti Llama 3, yang baru-baru ini dirilis untuk memperkuat ekosistem AI global yang lebih terbuka dan dapat diakses banyak pihak.
Namun demikian, OpenAI masih menjadi yang terdepan dalam persepsi publik, terutama berkat kesuksesan global dari ChatGPT dan berbagai layanan berbasis AI yang terus dikembangkan secara konsisten.
Persaingan Talenta Jadi Pertaruhan Utama
Tren rekrutmen agresif seperti ini menunjukkan bahwa talenta AI kini menjadi sumber daya paling berharga. Di era di mana teknologi semakin pintar dan otonom, kunci kesuksesan tidak hanya ada pada kode dan server, tapi juga pada siapa yang mengembangkan dan melatih sistem tersebut.
Meta tampaknya menyadari hal ini dan berusaha keras untuk membangun tim yang bisa menyaingi, atau bahkan melampaui, dominasi OpenAI di sektor ini.
Namun, apakah strategi ini berhasil? Masih belum ada jawaban pasti. Yang jelas, Meta dan OpenAI kini berada di jalur persaingan ketat yang mungkin akan menentukan masa depan kecerdasan buatan global dalam lima tahun ke depan.