Maskapai Asia Perketat Aturan Power Bank di Pesawat: Ini yang Harus Anda Ketahui!
Tanggal: 30 Mar 2025 13:43 wib.
Tampang.com | Penggunaan perangkat penyimpanan daya, seperti power bank, menjadi hal yang penting bagi banyak penumpang terutama ketika melakukan perjalanan jarak jauh. Namun, belakangan ini sejumlah maskapai penerbangan di Asia mulai mengeluarkan kebijakan yang lebih ketat terkait larangan membawa perangkat ini ke dalam kabin pesawat. Keputusan ini diambil menyusul insiden kebakaran yang diduga disebabkan oleh baterai lithium-ion yang terkandung dalam power bank.
Salah satu contoh nyata dari kebijakan ini datang dari Korea Selatan. Pada Januari lalu, pesawat milik Air Busan mengalami kebakaran saat masih berada di landasan pacu. Kementerian Transportasi Korsel menyatakan bahwa kebakaran tersebut kemungkinan besar dipicu oleh power bank.
Hasil penyelidikan menegaskan adanya bekas meleleh akibat arus listrik dari sisa-sisa power bank yang terbakar. Peristiwa ini tentu menjadi alarm bagi pihak maskapai dan otoritas penerbangan untuk lebih memperhatikan keamanan terkait perangkat tersebut.
Power bank merupakan barang yang vital bagi banyak penumpang, digunakan untuk mengisi daya ponsel, laptop, atau perangkat elektronik lainnya. Namun, bahan yang digunakan dalam baterai lithium-ion sangat mengkhawatirkan karena mudah terbakar. Padahal, keadaan ini dapat diperburuk oleh kerusakan fisik, kesalahan penggunaan, atau penuaan alat tersebut.
Menyadur dari data yang dirilis oleh Federal Aviation Administration (FAA) di Amerika Serikat, lebih dari 500 insiden terkait baterai lithium telah terjadi selama dua dekade terakhir, meliputi kejadian asap, kebakaran, bahkan suhu ekstrem.
Seiring munculnya kebijakan baru ini, Korea Selatan resmi memutuskan untuk melarang penumpang menyimpan power bank dan rokok elektrik di kabin atas pesawat. Kebijakan tersebut mengharuskan benda-benda ini disimpan di saku kursi atau di bawah kursi penumpang. Selain itu, pengisian daya untuk power bank melalui port USB yang tersedia di pesawat juga dilarang.
Kementerian Transportasi Korsel bahkan mewajibkan agar port pada power bank harus ditutup dengan selotip khusus atau disimpan dalam kantong pelindung, guna mencegah kontak dengan benda logam lainnya.
Maskapai Thai Airways juga menyusul dengan pelarangan yang mulai berlaku pada 15 Maret. Keputusan ini diambil setelah adanya serangkaian insiden kebakaran di maskapai internasional yang diduga berasal dari penggunaan power bank. Singapore Airlines juga akan menerapkan kebijakan serupa ketika pada bulan April mendatang, penumpang dilarang mengisi daya perangkat mereka menggunakan power bank di dalam pesawat.
Alasan di balik kebijakan ini cukup beralasan, sehingga tidak heran jika banyak maskapai berbiaya rendah seperti Air Asia menginstruksikan bahwa power bank hanya boleh disimpan di bawah kursi atau di saku kursi. Selain itu, pengisian perangkat elektronik selama penerbangan juga dilarang untuk menjaga keselamatan penumpang.
Di Taiwan, terdapat tiga maskapai besar yaitu EVA Air, China Airlines, dan Uni Air yang telah memberlakukan larangan penggunaan charger portable di udara. Kemudian, otoritas penerbangan Hong Kong mengikuti jejak mereka dan melarang penggunaan power bank selama penerbangan sejak 7 April, setelah terjadinya insiden kebakaran pada pesawat Hong Kong Airlines yang terbang dari Hangzhou.
Meski terdapat larangan ini, penumpang masih diperbolehkan membawa power bank ke dalam kabin pesawat dengan kepatuhan terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh FAA dan TSA. Umumnya, penumpang dibolehkan membawa dua unit power bank dengan kapasitas antara 100 hingga 160 Watt-hour (Wh). Sebagai gambaran, power bank dengan kapasitas 100 Wh yang setara dengan sekitar 27.000 mAh (pada tegangan 3,7 volt) dapat mengisi daya iPhone 13 Pro Max sebanyak tiga hingga empat kali.
Tentu saja ada kebijakan yang berbeda-beda antara maskapai mengenai berapa banyak unit power bank yang diizinkan. Misalnya, Korean Air memperbolehkan maksimal lima unit 100 Wh per penumpang. Asiana Airlines menetapkan bahwa baterai lithium cadangan dan baterai tambahan dengan kapasitas sampai 160 Wh harus dikemas dengan pelindung anti-korsleting. Sementara itu, Singapore Airlines dan Scoot membolehkan baterai hingga 100 Wh tanpa izin, tetapi untuk kapasitas antara 100-160 Wh, memerlukan persetujuan terlebih dahulu.
Cathay Pacific dan Hong Kong Express memperbolehkan hingga kapasitas 100 Wh, Air Asia juga mengikuti dengan batas maksimal 100 Wh atau 20.000 mAh. Jika melebihi kapasitas tersebut, penumpang wajib mendapatkan izin dari maskapai. Qantas dan Virgin Australia menetapkan bahwa power bank harus dibawa ke dalam kabin dan dikemas dengan aman guna mencegah korsleting. Baterai jenis lain seperti alkaline (baterai biasa) tetap diperbolehkan selama tidak lebih dari 12 volt dan dikemas dengan cara yang aman.
Sejalan dengan itu, para pakar dari Universitas RMIT dan UNSW di Australia menjelaskan bahwa meskipun baterai lithium-ion ini efisien dan memiliki kapasitas tinggi, mereka memiliki sifat yang sangat reaktif dan mudah terbakar. Risiko kebakaran dapat meningkat secara signifikan jika baterai mengalami kerusakan, menggembung, atau mengalami overheat.
“Baterai lithium dapat bertindak sebagai sumber penyulut, atau sebagai bahan bakar untuk api yang sudah terjadi,” jelas pakar tersebut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memeriksa kondisi fisik power bank sebelum keberangkatan. Jika terdeteksi adanya kerusakan atau kejanggalan, lebih baik untuk tidak membawanya dan segera membuangnya sesuai dengan aturan setempat.