Sumber foto: iStock

Masa Depan Google di Ujung Tanduk, Senasib Microsoft Tahun 1999

Tanggal: 14 Nov 2024 18:19 wib.
Google, perusahaan teknologi raksasa yang dikenal sebagai raja internet, mendapati dirinya berada dalam pusaran masalah hukum anti monopoli. Ternyata, nasib serupa pernah dialami oleh raksasa teknologi lain, yaitu Microsoft, pada tahun 1999. Pada masa itu, hakim federal memutuskan bahwa Microsoft menggunakan kekuatan pasar sistem operasi Windows secara ilegal, dengan tujuan untuk mengalahkan browser saingannya, Netscape Navigator.

Hakim Thomas Penfield Jackson yang memimpin permasalahan kasus Microsoft menemukan bahwa perusahaan tersebut memaksa pembuat PC untuk menyertakan browser internet Explorer di dalam Windows. Bahkan, Microsoft mengancam untuk menghukum pembuat PC jika mereka menginstal atau mempromosikan Navigator. Jackson mengusulkan agar Microsoft melakukan divestasi bisnis sistem operasi atau bisnis aplikasinya, padahal keduanya memimpin pasar saat itu.

Microsoft kemudian harus menghadapi masalah hukum tersebut cukup lama. Permasalahan tersebut baru terselesaikan pada tahun 2001, yang mengharuskan raksasa perangkat lunak tersebut untuk berhenti merugikan pesaing dalam kesepakatan PC.

Belakangan ini, tepatnya pada bulan Agustus, Google juga terseret dalam masalah hukum serupa. Putusan pengadilan menyatakan bahwa raksasa teknologi tersebut bersalah karena melakukan monopoli internet melalui mesin pencarian yang dipasang secara default pada browser dan perangkat HP secara global. Google disebut membangun penghalang bagi persaingan di industri pencarian internet dengan tujuan untuk mendominasi pasar.

Kemiripan dalam masalah hukum antara Google dan Microsoft membuat Hakim Amit Mehta menyatakan bahwa nasib Google hampir sama dengan nasib Microsoft 25 tahun lalu. Kedua perusahaan tersebut menggunakan kekuatan layanan default untuk melakukan monopoli. "Hasil akhirnya tidak jauh berbeda dengan kesimpulan pengadilan Microsoft mengenai pasar browser," tulis Hakim Amit Mehta dalam putusan kasus Google yang setebal 300 halaman, seperti yang dikutip dari CNBC International.

Untuk mempertahankan dirinya sebagai raja internet, Google melakukan berbagai upaya, termasuk menghabiskan miliaran dolar untuk dapat menjadi mesin pencarian default di perangkat Apple maupun Samsung. "Pengguna bisa menggunakan mesin pencari pesaing Google melalui akses non-default, namun jarang orang yang melakukannya," tulis Mehta.

Mengutip dari BBC Indonesia, TnY, seorang pengamat teknologi, menyebut bahwa masalah monopoli ini bisa menjadi ancaman serius bagi Google. Runtuhnya monopoli Google di industri pencarian internet bisa berdampak luas terhadap keberlangsungan bisnis mereka di masa mendatang. Dia menegaskan bahwa upaya Google untuk mempengaruhi kesadaran konsumen terhadap produk dan layanan mereka menjadi sangat berbahaya bagi persaingan yang sehat di pasar teknologi.

Menurut laporan dari Reuters, peneliti dari lembaga hukum monopoli juga menyatakan bahwa kekhawatiran terkait monopoli Google bukanlah hal yang sepele. Mereka menyoroti bahwa kekuatan Google yang begitu besar tentu menciptakan ketidakseimbangan yang berpotensi merugikan bagi pasar dan konsumen.

Namun, di sisi lain, dari laporan keuangan perusahaan, Google tetap menunjukkan performa yang kuat dan konsisten. Pendapatan mereka terutama berasal dari iklan di platform pencarian dan jaringan afiliasi mereka, seperti Youtube. Meskipun demikian, kehadiran pesaing-pesaing baru dalam industri ini terus mempererat persaingan, sehingga Google harus tetap berjuang untuk mempertahankan posisinya.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved