Sumber foto: PDV Digital

Mantan Eksekutif Facebook Bongkar Rahasia Gelap Meta: Bisnis di China Dibayar dengan Keamanan Nasional AS?

Tanggal: 12 Apr 2025 21:43 wib.
Sebuah pengakuan mengejutkan muncul di hadapan Komite Kehakiman Senat Amerika Serikat pada Rabu (10/4/2025) waktu setempat. Sarah Wynn-Williams, mantan eksekutif Facebook yang kini dikenal sebagai Meta, menyampaikan kesaksian yang bisa mengguncang kepercayaan publik terhadap raksasa teknologi tersebut.

Wynn-Williams, yang pernah menjabat sebagai Direktur Kebijakan Publik Global Meta dari tahun 2011 hingga 2017, menuduh bahwa perusahaan tempatnya bekerja dulu telah membocorkan informasi sensitif mengenai proyek kecerdasan buatan (AI) Amerika Serikat kepada pemerintah China. Tujuannya? Demi membuka peluang bisnis besar di Negeri Tirai Bambu.

“Kami Terlibat Dalam Perang Teknologi”

Dalam kesaksiannya yang dikutip dari APNews pada Jumat (11/4/2025), Wynn-Williams mengungkap bahwa Meta, di bawah kepemimpinan Mark Zuckerberg, secara aktif menjalin hubungan diam-diam dengan Partai Komunis Tiongkok. Ia menyebut bahwa kerja sama tersebut bukanlah bagian dari diplomasi terbuka, melainkan manuver yang dilakukan secara tertutup bahkan kepada karyawan internal.

“Kita sedang berada dalam perlombaan senjata teknologi AI dengan China. Dan selama saya berada di Meta, saya menyaksikan sendiri bagaimana para eksekutif, termasuk Zuckerberg, berbohong kepada publik, pemegang saham, bahkan Kongres AS mengenai kerja sama yang mereka jalin dengan Beijing,” tegas Wynn-Williams.

Kompromi demi Bisnis Bernilai Miliaran Dolar

Lebih lanjut, ia mengklaim bahwa Meta telah memberikan informasi dan pengarahan kepada pihak China terkait perkembangan teknologi AI di AS, sebagai bentuk “tukar guling” untuk mengamankan potensi pasar di China yang diperkirakan bernilai hingga USD 18 miliar.

Tak berhenti di situ, ia juga mengungkap bahwa Meta pernah menghapus akun Facebook milik tokoh oposisi China, Guo Wengui, yang tinggal di Amerika Serikat. Alasan yang dikemukakan Meta adalah karena pelanggaran kebijakan privasi. Namun menurut Wynn-Williams, tindakan tersebut dilakukan semata-mata karena tekanan langsung dari pemerintah China.

Meta Dituduh Gunakan Ancaman untuk Bungkam Mantan Karyawan

Senator Richard Blumenthal, anggota Partai Demokrat dari Connecticut, mendukung kesaksian Wynn-Williams. Ia menyebut bahwa Meta menggunakan intimidasi untuk membungkam suara-suara yang mencoba membuka tabir kebenaran.

Hal ini mencerminkan betapa kuatnya dominasi perusahaan teknologi besar terhadap narasi publik, bahkan terhadap mantan karyawannya sendiri yang menyimpan banyak informasi sensitif.

Isu Kabel Bawah Laut dan Ancaman Keamanan Data

Salah satu isu paling kritis yang diangkat Wynn-Williams adalah proyek Pacific Light Cable Network (PLCN), kabel data bawah laut yang awalnya dirancang untuk menghubungkan Amerika Serikat dengan Hong Kong dan wilayah Asia lainnya. Menurutnya, proyek ini berpotensi menjadi pintu belakang (backdoor) bagi pemerintah China untuk mengakses data pengguna AS.

Ironisnya, Meta saat itu menolak mendengarkan peringatan tentang potensi risiko keamanan nasional. Proyek ini akhirnya batal bukan karena kesadaran dari internal perusahaan, melainkan karena campur tangan langsung dari anggota legislatif AS.

Respons Meta: Membantah dan Menyangkal

Menanggapi tudingan serius ini, pihak Meta menyatakan bahwa kesaksian Wynn-Williams “tidak sesuai dengan kenyataan” dan menilai pernyataan mantan eksekutif itu penuh dengan klaim yang tidak berdasar. Mereka juga menekankan bahwa hingga saat ini, Meta tidak beroperasi secara resmi di China, dan tidak memiliki infrastruktur bisnis aktif di sana.

Namun, pembelaan Meta dianggap kurang meyakinkan oleh banyak pihak, terutama karena adanya jejak rekam Zuckerberg yang berusaha keras untuk masuk ke pasar China, termasuk belajar bahasa Mandarin, menyensor konten sesuai permintaan pemerintah Tiongkok, dan menjalin hubungan dengan pejabat tinggi Beijing.

Zuckerberg: “Selalu Berubah Demi Kekuasaan”

Wynn-Williams juga menyindir bos Meta secara pribadi. Ia menyebut Zuckerberg sebagai sosok yang selalu berganti wajah demi mempertahankan pengaruh dan kekuasaan.

“Saat saya masih di Meta, dia bahkan ingin Presiden China yang memberi nama anak pertamanya,” ujar Wynn-Williams. “Sekarang dia tampil sebagai petarung MMA dan juru bicara kebebasan berbicara. Apa lagi nanti?”

Sindiran ini menyentil bagaimana transformasi citra publik Zuckerberg dianggap penuh perhitungan dan bertentangan dengan keputusan-keputusan perusahaan di balik layar.

Menuju Persidangan Antitrust Besar-Besaran

Kesaksian Wynn-Williams datang hanya beberapa hari sebelum Meta menghadapi persidangan antitrust besar yang diajukan oleh Komisi Perdagangan Federal AS (FTC). Dalam gugatan tersebut, FTC menuntut agar Meta melepas kepemilikan atas Instagram dan WhatsApp, sebagai bagian dari upaya membatasi dominasi pasar mereka yang dianggap merugikan persaingan bisnis sehat di ranah media sosial.

Dengan kesaksian ini, sorotan terhadap Meta—khususnya terhadap praktik bisnis dan etika internalnya—dipastikan akan semakin intensif. Dugaan bahwa perusahaan teknologi raksasa rela mengorbankan keamanan nasional demi ekspansi bisnis global menjadi isu krusial yang tak bisa diabaikan.

Kesimpulan: Teknologi, Etika, dan Pertarungan Global

Kasus ini membuka bab baru dalam perdebatan seputar batas etika perusahaan teknologi, terutama dalam menghadapi persaingan geopolitik yang semakin tajam. Apakah raksasa-raksasa seperti Meta bisa tetap dipercaya menjaga kepentingan publik, atau justru telah menjadi alat permainan dalam politik global?

Yang pasti, publik kini menuntut transparansi, regulasi yang lebih ketat, serta akuntabilitas nyata dari perusahaan-perusahaan teknologi yang memiliki akses besar terhadap data, opini publik, bahkan arah masa depan dunia digital.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved