Malaysia Berencana Mewajibkan Lisensi untuk Platform Media Sosial
Tanggal: 1 Nov 2024 06:45 wib.
Sebuah rencana pemerintah Malaysia yang mewajibkan platform media sosial untuk mengajukan lisensi paling lambat Januari 2025 mendatang mendapatkan kritik keras dari Meta, induk perusahaan Facebook. Rafael Frankel, Direktur kebijakan publik Meta untuk Asia Tenggara, mengungkapkan bahwa pihaknya menemui kendala terkait kejelasan peraturan baru tersebut. Pengajuan lisensi yang ditargetkan dalam waktu yang sangat sempit dinilai sulit untuk dipatuhi oleh platform-media.
Pemerintah Malaysia mengklaim bahwa langkah ini sebagai bagian dari upaya untuk mempersempit kasus penipuan keuangan, perundungan siber, dan kejahatan seksual daring. Namun, Meta meyakini bahwa kebijakan tersebut dapat membahayakan inovasi dan pertumbuhan digital di Malaysia. Frankel menekankan bahwa pengaturan aturan untuk perusahaan media sosial memerlukan waktu yang cukup lama untuk disusun dengan benar, agar tidak membatasi inovasi serta pertumbuhan ekonomi digital.
Pada Juli lalu, pemerintah Malaysia menyatakan bahwa seluruh platform media sosial dan layanan pesan dengan pengguna lebih dari 8 juta orang wajib memperoleh lisensi. Melanggar aturan ini akan berpotensi menarik sanksi hukum bagi perusahaan-perusahaan tersebut. Meskipun rencana tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan industri, Malaysia tetap menegaskan bahwa tidak akan menunda peraturan yang diusulkan.
Menteri Komunikasi Malaysia, Fahmi Fadzil, menegaskan pentingnya keterlibatan perusahaan teknologi dalam mematuhi undang-undang setempat untuk terus beroperasi di negara tersebut. Dalam hal ini, pemerintah Malaysia menegaskan bahwa perusahaan teknologi harus tunduk kepada aturan yang berlaku di negara tersebut.
Meskipun Meta menyampaikan ketidakpastian terkait pengajuan lisensi, perwakilan perusahaan itu diungkapkan telah menunjukkan kesediaan untuk bekerja sama dengan pemerintah. Menteri Komunikasi Fahmi Fadzil pun mengapresiasi langkah tersebut, sambil menekankan pentingnya tindakan yang lebih proaktif dari Meta terkait konten yang melibatkan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di platform tersebut.
Para pelaku industri di Malaysia, khususnya perusahaan teknologi, menyoroti bahwa waktu yang diberikan untuk mematuhi kewajiban lisensi tersebut terlalu singkat. Hal ini menimbulkan keresahan, karena waktu yang sempit tersebut dianggap sulit untuk memenuhi semua persyaratan yang akan diberlakukan. Selain itu, ketidakjelasan terkait rencana peraturan juga semakin meningkatkan ketidakpastian di kalangan perusahaan media sosial.
Kritik terhadap rencana pemerintah Malaysia ini juga mendapat sorotan dari sejumlah pihak di tingkat regional maupun global. Diharapkan pemerintah Malaysia dapat melakukan kajian mendalam terkait implikasi kebijakan ini terhadap industri digital dan meningkatkan dialog terbuka dengan para pelaku industri untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
Dari sisi pemerintah, penting bagi mereka untuk memastikan bahwa kebijakan yang mereka terapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi digital tanpa mengorbankan inovasi. Pemerintah harus bisa menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan teknologi, namun tetap memiliki mekanisme pengawasan yang efektif terhadap konten-konten yang melanggar hukum.
Dalam konteks globalisasi, kebijakan yang diambil suatu negara juga dapat berdampak pada citra internasionalnya. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah Malaysia untuk mempertimbangkan dampak dari setiap langkah kebijakan yang diambil terhadap stakeholder baik dari dalam maupun luar negeri.
Di tengah dinamika ini, peran regulasi dan kebijakan yang seimbang dapat menjadi kunci untuk menciptakan harmonisasi antara kepentingan negara, industri, dan konsumen. Dengan demikian, terjalinlah kerangka kerja yang memungkinkan para pelaku industri, termasuk perusahaan media sosial, untuk menjalankan kegiatan bisnisnya dengan mematuhi aturan yang berlaku namun tetap dapat berinovasi dalam menciptakan nilai tambah bagi masyarakat.