Lembaga Pelindungan Data Pribadi Belum Terbentuk, Keamanan Data Warga Terancam?
Tanggal: 16 Mar 2025 14:05 wib.
Tampang.com | Hingga saat ini, lembaga yang bertanggung jawab untuk melindungi data pribadi di Indonesia belum juga terbentuk. Hal ini menjadi isu krusial mengingat Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) telah ditetapkan dan mulai berlaku pada 17 Oktober 2024. Tanpa adanya lembaga yang jelas untuk menegakkan UU ini, kepatuhan terhadap pengendalian serta keamanan data pribadi warga negara menjadi sulit diatur.
Wahyudi Djafar, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), menyebutkan bahwa dengan tidak adanya lembaga pengawas yang konkret, banyak pertanyaan muncul mengenai bagaimana kita akan melindungi data pribadi. Dalam konteks ini, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa data-data sensitif dan informasi pribadi masyarakat tidak jatuh ke tangan yang salah.
Sementara itu, ia mengusulkan bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komdigi) dapat berperan dalam menjaga dan memantau pelaksanaan standar kepatuhan terkait perlindungan data pribadi. Menurutnya, meskipun Komdigi bukan lembaga pelindung data secara langsung, namun ia memiliki peranan penting sebagai pengawas Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). PSE ini, pada gilirannya, adalah entitas yang juga mengendalikan data pribadi, sehingga memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi informasi tersebut.
Wahyudi menegaskan pentingnya peran Komdigi dalam melakukan pengawasan dan kontrol. Langkah ini diperlukan agar meskipun lembaga khusus belum terbentuk, tetap ada mekanisme pemantauan yang berjalan. "Tidak mungkin kita membiarkan data pribadi masyarakat tanpa kontrol," tegasnya. Dalam dunia yang semakin terhubung saat ini, di mana kebocoran data massal dan pelanggaran privasi menjadi sorotan utama, kebutuhan akan lembaga pelindungan yang efektif menjadi semakin mendesak.
Ia memberi contoh bahwa jika terjadi pelanggaran terkait pelindungan data pribadi, maka masyarakat masih memiliki akses kepada sistem hukum yang ada. Penegakan hukum oleh pihak kepolisian merupakan salah satu langkah yang bisa diambil untuk menghadapi pelanggaran yang terjadi, meskipun hal ini bukanlah solusi ideal.
"Pelanggaran yang sudah terjadi menunjukkan betapa seriusnya masalah ini. Sejak UU ini disahkan, kita sudah melihat beberapa kasus yang muncul ke permukaan yang terkait dengan pelindungan data pribadi," ujarnya.
Namun, ia menekankan bahwa untuk benar-benar menanggulangi persoalan ini, keberadaan lembaga pelindungan data pribadi adalah suatu keniscayaan. Tanpa adanya institusi yang khusus menangani isu ini, kesulitan dalam standar kepatuhan terhadap pengendalian data akan terus berlanjut. Rencana pembentukan lembaga ini seharusnya segera direalisasikan oleh pemerintah agar dapat memenuhi amanat UU PDP.
Sementara itu, publik juga harus berperan aktif dalam melindungi data pribadi mereka sendiri. Edukasi dan kesadaran tentang pentingnya keamanan data perlu ditingkatkan. Masyarakat harus lebih berhati-hati dalam berbagi informasi pribadi, terutama di platform digital. Dalam konteks ini, kampanye proaktif bisa membantu masyarakat memahami betapa vitalnya perlindungan data pribadi di era digital ini.
Menyadari keadaan yang ada, berbagai pihak di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga mulai mendesak pemerintah untuk segera membentuk lembaga yang memiliki kapasitas untuk mengawasi pengendalian data pribadi. Keberpihakan terhadap perlindungan data bukan saja kewajiban, tetapi juga tanggung jawab sosial yang harus diemban oleh pemerintah. Dengan adanya dukungan penuh dari DPR, diharapkan lembaga yang diharapkan bisa segera terwujud.
Lebih jauh, perlindungan data pribadi seharusnya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata. Pelaku usaha, terutama yang terlibat dalam pengolahan atau penyimpanan data, juga harus mengambil langkah proaktif untuk menjaga kerahasiaan informasi. Ada banyak sektor yang terpengaruh oleh kebijakan ini, termasuk industri teknologi, perbankan, serta sektor kesehatan.
Data bocor atau penyalahgunaan informasi pribadi dapat menyebabkan kerugian, baik secara finansial maupun reputasional. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya situasi yang merugikan, semua pemangku kepentingan perlu bekerja sama dalam menciptakan ekosistem yang memprioritaskan keamanan data pribadi.
Dalam perkembangan terkini, regulasi yang mengikat terkait dengan penggunaan kecerdasan buatan (AI) juga semakin dibutuhkan. Nezar Patria, seorang pakar teknologi informasi, menyatakan bahwa penerapan AI dalam pengelolaan data dapat membawa risiko baru. Oleh karena itu, pengaturan yang jelas dan ketat harus dipertimbangkan agar tidak hanya menguntungkan para pelaku industri, tetapi juga melindungi hak-hak individu terkait data pribadi mereka.
Di tengah ketidakpastian ini, pertanyaannya tetap sama—ke mana harus mengadu jika terjadi kebocoran data? Dalam situasi ini, harapan harus diletakkan pada pembentukan lembaga pelindungan yang sudah dinanti-nantikan. Masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta harus bersatu untuk menciptakan langkah nyata agar perlindungan data pribadi bukan sekadar jargon, tetapi menjadi kenyataan yang bisa dirasakan oleh seluruh warga negara.