Layanan Publik Kini Serba Digital, Tapi Apakah Terlalu Terpusat Itu Berbahaya?
Tanggal: 11 Mei 2025 08:04 wib.
Tampang.com | Pemerintah Indonesia tengah gencar mendorong digitalisasi layanan publik melalui program Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Mulai dari KTP digital, layanan kesehatan, hingga administrasi kependudukan, semua diarahkan ke satu sistem terpadu. Namun di balik efisiensi ini, muncul pertanyaan penting: apakah sistem yang terlalu terpusat justru meningkatkan kerentanan terhadap serangan siber?
Terpusat Memang Efisien, Tapi Sekali Bocor Bisa Lumpuh Total
Dengan sistem yang terhubung satu sama lain, kebocoran atau gangguan pada satu layanan dapat berdampak besar pada sektor lainnya. Dalam arsitektur digital yang terpusat, titik lemah di satu bagian bisa menjadi pintu masuk ke seluruh sistem.
“Ketika semua layanan dipusatkan dalam satu infrastruktur, kita memang hemat biaya dan waktu. Tapi satu celah keamanan bisa menyebabkan efek domino yang fatal,” jelas Andhika Putra, peneliti keamanan TI dari ICT Watch.
Risiko Data Terpusat, Ancaman Nyata bagi Privasi Warga
Kumpulan data pribadi warga—termasuk NIK, biometrik, dan catatan layanan—disimpan dalam pusat data besar yang dikendalikan negara. Meski ini memberi kemudahan dalam integrasi layanan, konsentrasi data semacam itu menjadi target empuk bagi peretas.
“Semakin banyak data disimpan dalam satu tempat, semakin menarik lokasi itu bagi penjahat siber,” tambah Andhika.
Minimnya Transparansi Sistem Pemerintah, Celah Pengawasan
Salah satu masalah utama dalam digitalisasi ini adalah kurangnya transparansi terhadap sistem yang digunakan. Pemerintah jarang membuka informasi detail tentang vendor teknologi, audit keamanan, atau prosedur pemulihan pasca insiden.
“Warga punya hak tahu siapa yang mengelola data mereka, dan bagaimana keamanannya dijaga,” kata Andhika.
Perlu Evaluasi Berkala dan Desentralisasi Sistem Kritis
Para pakar menyarankan agar pemerintah tidak hanya fokus pada percepatan digitalisasi, tetapi juga pada strategi mitigasi risiko. Evaluasi sistem secara berkala, pengujian penetrasi (penetration test), serta pemisahan sistem-sistem kritikal perlu menjadi standar baru.
“Digitalisasi tidak boleh dilakukan terburu-buru tanpa kesiapan keamanan yang matang. Kita butuh sistem yang resilien, bukan sekadar cepat dan murah,” tutup Andhika.