KPPU Minta Satelit LEO Fokus di Wilayah 3T, Bukan Kota Besar
Tanggal: 21 Des 2024 12:28 wib.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mengumumkan hasil kajiannya terkait operasional satelit Low-Earth Orbit (LEO) seperti Starlink. Mereka menyarankan agar satelit semacam itu hanya diizinkan beroperasi di wilayah 3T, yaitu Tertinggal, Terdepan, dan Terluar. KPPU berharap agar Starlink tidak beroperasi di kota-kota besar seperti Jakarta.
Menyikapi hasil kajian tersebut, Presiden Direktur Smartfren, Merza Fachys, menyatakan bahwa pandangannya terhadap hal ini positif. Dia menjelaskan bahwa satelit LEO dapat memastikan layanan telekomunikasi terdistribusi secara merata di berbagai wilayah. "Dengan adanya teknologi satelit LEO, tidak akan ada lagi wilayah yang tidak terlayani oleh telekomunikasi," ujarnya di Jakarta pada Jumat (20/12/2024).
Kajian yang dilakukan oleh KPPU juga mengusulkan agar pemerintah memprioritaskan penerapan satelit LEO di wilayah 3T. Selain itu, mereka juga menyarankan untuk mengutamakan kerjasama dengan penyedia jasa telekomunikasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Direktur Ekonomi KPPU, Mulyawan Ranamenggala, menyampaikan, "Berdasarkan kajian tersebut, KPPU menyarankan agar Pemerintah memprioritaskan layanan internet berbasis satelit LEO di wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T). Kami juga menyarankan agar penerapan layanan internet di wilayah 3T tersebut mengutamakan kerjasama antara penyedia layanan internet berbasis LEO dengan pelaku jasa telekomunikasi dan pelaku UMKM, dengan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional."
KPPU juga menyoroti perbedaan kebutuhan konsumen dalam setiap layanan telekomunikasi, baik itu internet seluler, fiber optik, maupun satelit. Mereka menyebut bahwa layanan internet berbasis LEO memiliki keunggulan tersendiri, yaitu mampu menjangkau wilayah yang tidak terjangkau oleh teknologi lain.
Selain itu, KPPU juga mengungkapkan tentang layanan internet langsung dari satelit ke ponsel, yang dikenal sebagai direct to cell. Mereka menyatakan bahwa layanan tersebut dapat menciptakan persaingan yang tidak sehat di antara para pelaku usaha yang tidak memiliki layanan serupa. "Pengembangan teknologi satelit LEO, termasuk teknologi Direct to Cell, memiliki potensi untuk membuat pelaku usaha penyedia jasa internet melalui LEO mendominasi wilayah tertentu dan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dengan pelaku usaha nasional yang tidak memiliki teknologi satelit LEO," jelas Mulyawan.
Dalam konteks ini, penekanan pada kerjasama dan pengaturan yang seimbang menjadi hal yang krusial dalam penyediaan layanan internet berbasis satelit LEO, terutama di wilayah 3T. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dampak sosial, ekonomi, dan bisnis dari implementasi teknologi ini.
Dengan demikian, keberadaan satelit LEO seperti Starlink dapat memberikan dampak yang positif bagi masyarakat, terutama di daerah-daerah yang membutuhkan. Namun, upaya untuk mencegah adanya persaingan tidak sehat dan dampak negatif lainnya juga harus menjadi fokus utama dalam menyusun kebijakan terkait regulasi operasional satelit LEO di Indonesia.