Sumber foto: iStock

Kolaborasi Pemerintah, KPPU, dan Industri E-Commerce untuk Inovasi dan Integrasi Layanan

Tanggal: 23 Feb 2025 12:17 wib.
Tampang.com | Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan pelaku industri e-commerce guna mendukung inovasi serta integrasi layanan yang lebih baik.

Pernyataan ini muncul setelah Bukalapak mengumumkan penghentian layanan penjualan produk fisik pada Januari 2025, sebuah langkah yang mencerminkan ketatnya persaingan di sektor e-commerce Indonesia.

"Perlu duduk bersama untuk merumuskan kebijakan yang dapat mendukung inovasi dan integrasi layanan tanpa melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat," kata Nailul saat ditemui di Jakarta, Rabu (19/2/2025).

Tutupnya layanan produk fisik Bukalapak menjadi peringatan bagi industri e-commerce di Indonesia. Dengan meningkatnya persaingan, perusahaan e-commerce dituntut untuk lebih efisien dalam operasionalnya dan memiliki strategi bisnis yang tepat agar tetap bertahan.

Tantangan Ekosistem E-Commerce di Indonesia

Menurut Nailul, dalam ekosistem bisnis e-commerce Indonesia, terdapat tiga lapisan utama dalam persaingan:


Lapisan pertama terdiri dari pemain besar seperti TikTok, Tokopedia, dan Shopee.
Lapisan kedua mencakup Lazada, Blibli, dan Bukalapak.
Lapisan ketiga berisi platform e-commerce yang lebih niche seperti Zalora dan Orami.


Berdasarkan analisis iPress Group tahun 2023 mengenai pangsa pasar e-commerce di Indonesia:


Shopee dan Tokopedia mendominasi dengan market share masing-masing sekitar 37-42% dan 30-35%.
Lazada menguasai sekitar 15-20%.
Bukalapak sekitar 5-10%.
Blibli sekitar 3-5%.


Dengan dominasi beberapa platform besar, pelaku usaha di lapisan kedua dan ketiga harus lebih inovatif dalam mengembangkan layanan agar tetap kompetitif.

Regulasi dan Perlindungan Konsumen

Nailul menyoroti bahwa platform digital saat ini tidak hanya berfokus pada layanan utama, tetapi juga membangun ekosistem pendukung seperti pembayaran digital, pembiayaan, dan logistik internal. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing serta memberikan nilai tambah kepada konsumen.

Namun, ia mengingatkan bahwa strategi ini harus tetap mematuhi regulasi yang berlaku.

"Upaya efisiensi dapat dilakukan sepanjang tidak mengarah pada praktik diskriminasi atau monopoli. Hal ini berpotensi melanggar UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," jelasnya.

Menurutnya, integrasi layanan yang tidak diatur dengan baik dapat merugikan konsumen serta pelaku usaha lainnya. Oleh karena itu, transparansi dan proporsionalitas dalam regulasi menjadi faktor penting agar industri ini tetap sehat.

Dampak Positif Ekosistem Digital yang Terintegrasi

Meskipun terdapat tantangan, Nailul juga mengakui bahwa ekosistem digital yang terintegrasi membawa banyak manfaat bagi masyarakat, di antaranya:


Meningkatkan inklusi keuangan dengan memberikan akses ke layanan perbankan digital.
Mempermudah transaksi dan logistik, terutama bagi pelaku UMKM.
Meningkatkan efisiensi operasional melalui otomatisasi dan penggunaan data yang lebih baik.


"Transparansi dan proporsionalitas dalam regulasi atau penegakan hukum serta pemahaman yang mendalam tentang karakteristik industri oleh otoritas/regulator dapat menjadi langkah krusial yang perlu segera dilakukan," pungkas Nailul.

Kesimpulan

Persaingan ketat dalam industri e-commerce Indonesia menuntut adanya inovasi dan efisiensi agar bisnis tetap berkelanjutan. Namun, regulasi yang jelas dan kolaborasi antara pemerintah, KPPU, serta pelaku industri menjadi kunci agar ekosistem ini berkembang secara sehat.

Dengan adanya kebijakan yang mendukung persaingan usaha yang sehat, industri e-commerce di Indonesia berpeluang untuk terus tumbuh dan memberikan manfaat lebih besar bagi konsumen dan pelaku usaha.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved