Ketidakpastian Tarif Impor Trump Mengguncang Bisnis Global: TCS India Kena Imbas Serius?
Tanggal: 15 Apr 2025 05:38 wib.
Ketegangan dagang internasional kembali memanas, kali ini dengan efek nyata yang dirasakan oleh sejumlah raksasa bisnis dunia, termasuk Tata Consultancy Services (TCS), salah satu perusahaan IT terbesar asal India. Ancaman kebijakan tarif impor dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang selama ini hanya sebatas wacana, kini mulai berdampak secara langsung terhadap jalannya operasional dan strategi perusahaan-perusahaan multinasional.
Dalam pernyataan terbarunya, CEO TCS, K Krithivasan, mengungkapkan kekhawatiran serius bahwa sektor ritel, otomotif, hingga industri perjalanan berada dalam posisi paling rentan akibat ketidakpastian tarif yang diberlakukan pemerintah AS. Menurutnya, klien-klien TCS di sektor-sektor tersebut kini mulai mengambil langkah-langkah hati-hati sebagai antisipasi terhadap kemungkinan lonjakan beban biaya.
Ancaman Tarif yang Semakin Nyata
Kebijakan tarif impor yang diterapkan Trump bukan hanya berdampak pada China, tetapi juga mulai dirasakan secara global. Meski saat ini Trump menangguhkan pemberlakuan tarif resiprokal ke banyak negara selama 90 hari, China tetap menjadi sasaran utama dengan tarif resiprokal mencapai angka 145%. Ini tentu menciptakan ketidakpastian besar bagi pelaku usaha yang bergantung pada rantai pasok global, termasuk mereka yang memiliki keterkaitan dengan pasar Amerika.
Meskipun sejumlah produk China seperti smartphone, chip, dan komputer dikecualikan dari daftar barang yang dikenai tarif tinggi, Trump belum mengungkapkan secara pasti skema tarif baru yang akan berlaku terhadap produk-produk tersebut. Ketidakpastian ini menciptakan dilema bagi banyak perusahaan dalam mengambil keputusan strategis.
Sektor-Sektor Rawan Terpukul
Krithivasan menyoroti bahwa sektor bisnis yang bersentuhan langsung dengan konsumen, seperti perhotelan, transportasi, dan industri kendaraan bermotor, kemungkinan besar akan terdampak lebih dulu. Ketika biaya menjadi perhatian utama, langkah efisiensi dan penghematan bisa menjadi pilihan yang sulit dihindari, termasuk dalam bentuk pemotongan biaya operasional hingga pengurangan tenaga kerja.
Perlu diketahui bahwa sektor ritel dan manufaktur merupakan dua kontributor besar bagi pendapatan TCS, masing-masing sebagai sumber pendapatan terbesar kedua dan keempat. Sementara itu, sektor perbankan masih menempati posisi teratas sebagai penyumbang terbesar bagi perusahaan.
Kondisi ini tentu membawa tantangan tersendiri bagi TCS yang memperoleh hampir 50% dari total pendapatannya dari kawasan Amerika Utara. Sebagai pasar utama bagi penyedia layanan teknologi India, ketergantungan pada klien-klien dari AS membuat TCS sangat terpapar oleh fluktuasi kebijakan dagang AS.
Proyek-Proyek Mulai Tertunda
Tanda-tanda kekhawatiran klien terlihat jelas saat TCS melaporkan hasil keuangan kuartal keempat yang meleset dari ekspektasi analis. Dalam laporan tersebut, TCS mengungkapkan bahwa beberapa klien mulai menunda pengambilan keputusan terhadap proyek-proyek teknologi berskala besar—khususnya proyek diskresioner yang bersifat tidak wajib.
Kondisi ini bisa menjadi sinyal bahwa para pelaku bisnis kini memilih untuk menahan ekspansi atau investasi baru sambil menunggu kejelasan dari kebijakan tarif pemerintah AS. Ketidakpastian membuat perencanaan menjadi sulit, terlebih di sektor-sektor yang selama ini menjadi tulang punggung pendapatan TCS.
Harapan untuk Tahun Fiskal Mendatang
Meski situasi saat ini cukup menantang, Krithivasan tetap menunjukkan optimisme terhadap masa depan perusahaan. Ia memperkirakan bahwa kondisi fiskal tahun 2026 akan jauh lebih baik dibandingkan 2025. Alasannya, masih banyak perusahaan yang menggunakan sistem lama dan membutuhkan pembaruan teknologi dalam jangka menengah dan panjang.
Dengan kata lain, kebutuhan akan transformasi digital tetap tinggi dan tidak bisa dihindari. Ketika kondisi pasar kembali stabil, klien-klien akan mulai melanjutkan proyek-proyek TI mereka yang sempat tertunda.
Konsolidasi Vendor Jadi Keuntungan TCS
Satu hal positif yang terjadi di tengah ketidakpastian ini adalah tren konsolidasi vendor yang dilakukan oleh klien. Banyak perusahaan kini cenderung menyederhanakan jumlah penyedia jasa teknologi mereka sebagai bagian dari strategi efisiensi biaya.
TCS menjadi salah satu penerima manfaat terbesar dari tren ini. Ketika perusahaan-perusahaan mencari mitra strategis yang dapat mengelola proyek secara holistik dan efisien, TCS mampu memberikan solusi komprehensif yang membuat mereka tetap kompetitif di pasar global.
"Ketika klien fokus pada optimalisasi biaya, mereka akan mengurangi jumlah vendor TI dan mencari yang paling bisa diandalkan. Dalam kondisi ini, TCS telah menjadi pilihan utama bagi banyak dari mereka," ujar Krithivasan.
TCS Hadapi Ujian Strategis
Ketegangan tarif impor yang dipicu oleh kebijakan Presiden Trump menjadi ujian nyata bagi Tata Consultancy Services dan perusahaan teknologi global lainnya. Ketergantungan terhadap pasar Amerika Serikat membuat TCS harus menavigasi situasi ini dengan cermat, sekaligus tetap menjaga momentum pertumbuhan jangka panjang.
Dengan strategi konsolidasi vendor yang membuahkan hasil serta prospek kebutuhan digitalisasi yang terus tumbuh, TCS tetap memiliki peluang untuk bertahan dan bangkit lebih kuat. Namun, semua itu akan sangat tergantung pada seberapa cepat ketidakpastian kebijakan dapat teratasi, dan bagaimana perusahaan menyesuaikan strategi mereka untuk menghadapi realitas global yang baru.