Ketatnya Aturan Perlindungan Data di Vietnam Menimbulkan Tantangan Bagi Perusahaan Asing
Tanggal: 5 Nov 2024 10:47 wib.
Kawasan Asia Tenggara, termasuk Vietnam, menjadi incaran perusahaan asing yang ingin membangun data center seiring dengan meningkatnya popularitas teknologi kecerdasan buatan (AI). Namun, keketatan aturan terkait perlindungan data dan pembatasan transfer data ke luar negeri yang diterapkan oleh pemerintah Vietnam menjadi tantangan besar bagi perusahaan asing tersebut.
Selain Vietnam, Malaysia juga menjadi salah satu destinasi yang banyak diincar. Negara-negara di Asia Tenggara memiliki potensi pasar yang besar bagi perusahaan teknologi, terutama yang bergerak dalam penyediaan layanan media sosial dan operator data center.
Vietnam telah merencanakan untuk memperketat aturan terkait perlindungan data dan pembatasan transfer data ke luar negeri. Hal ini telah menimbulkan kekhawatiran bagi perusahaan teknologi asal Amerika Serikat. Dengan populasi sekitar 100 juta penduduk, Vietnam menjadi salah satu pasar terbesar bagi perusahaan teknologi seperti Meta (Facebook) dan Google.
Rencana pengurangan transfer data ke luar negeri akan berdampak signifikan pada operasional perusahaan-perusahaan teknologi besar ini. Dalam perkembangannya, Vietnam juga menyatakan ambisi untuk menarik investasi asing, termasuk dalam sektor industri data center. Akan tetapi, kebijakan yang ketat terkait aturan data dapat menghambat ambisi tersebut.
Perkembangan ini telah menarik perhatian Jason Oxman, Kepala Komite Industri Teknologi Informasi (ITI) yang mewakili raksasa teknologi seperti Meta, Google, dan operator data center Equinix.
Oxman mengingatkan bahwa pengetatan aturan terkait data dapat menyulitkan perusahaan teknologi dalam menjangkau pelanggan setiap harinya. Belum lagi, pemerintah Vietnam juga tidak memberikan tanggapan yang jelas terkait masalah ini.
Di sisi lain, peraturan di beberapa wilayah yurisdiksi seperti Uni Eropa dan China, telah membatasi transfer data ke luar negeri untuk melindungi privasi data di dalam negaranya dan menjaga informasi sensitif agar tak bisa diakses oleh pihak asing. Regulasi yang telah diberlakukan oleh negara-negara tersebut memberikan pembelajaran bagi pemerintah Vietnam terkait perlunya melindungi data dan informasi sensitif di dalam wilayahnya.
Sementara itu, pihak dari American Chamber of Commerce di Hanoi, Adam Sitkoff, juga menyatakan keprihatinannya terkait kebijakan yang baru diusulkan oleh Vietnam. Ia menilai bahwa aturan baru yang akan mewajibkan perusahaan untuk membagi data yang diperoleh ke Partai Komunis Vietnam dan lembaga pemerintahan lainnya akan menjadi tantangan besar bagi hampir semua perusahaan swasta. Hal ini mencerminkan adanya kekhawatiran yang cukup serius dari pihak asing terkait implementasi aturan baru di Vietnam.
Situasi ini juga turut mempengaruhi keputusan investasi dari pihak asing. Pada Agustus lalu, Reuters melaporkan bahwa Google mempertimbangkan untuk membangun data center berskala besar di wilayah selatan Vietnam, namun rencana tersebut tertunda karena situasi terkait regulasi data yang belum pasti.
Lebih lanjut, Firma riset BMI memberikan pandangan bahwa Vietnam memiliki potensi untuk menjadi salah satu pemain utama di kawasan Asia Tenggara untuk industri data center. Namun, hal ini akan sulit dicapai jika Vietnam tetap bersikeras menerapkan aturan yang ketat terkait transfer data ke luar negeri.
Dalam upayanya menyelesaikan permasalahan ini, perlu adanya dialog yang lebih intensif antara pihak-pihak terkait. Tujuan utamanya adalah mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak tanpa mengorbankan keamanan dan privasi data. Meski demikian, perhatian yang lebih besar juga perlu diberikan pada kebutuhan bagi perusahaan asing untuk tetap dapat beroperasi secara optimal di Vietnam.
Terjalinnya kerjasama yang baik antara pemerintah Vietnam dan perusahaan asing dapat membantu menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan industri data center di Vietnam.