Sumber foto: iStock

Kehadiran Robotaxi China di Uni Emirat Arab

Tanggal: 26 Sep 2024 19:34 wib.
Robotaxi atau taksi otomatis telah menjadi topik hangat dalam media belakangan ini. Terutama, kolaborasi antara Uber Technologies dan WeRide dalam membawa robotaxi asal China ke platform ridesharing di Uni Emirat Arab. Dikutip dari Reuters, kabar ini memunculkan kekhawatiran bagi para sopir online. Belum lama ini, pemerintahan Joe Biden juga mengajukan pelarangan uji coba teknologi self-driving China dan Rusia di Amerika Serikat dengan alasan keamanan nasional. Hal ini menjadi sorotan utama pada perdebatan mengenai keamanan dan pengaruh ekonomi dari kehadiran teknologi self-driving khususnya dari China.

Kolaborasi antara WeRide dan Uber di Uni Emirat Arab merupakan tonggak sejarah dalam perkembangan robotaxi. Hal ini merupakan sebuah langkah besar bagi WeRide dalam ekspansi bisnisnya di luar China. Sementara bagi Uber, menghadirkan opsi robotaxi di platformnya akan membawa pengalaman baru bagi pengguna layanan ridesharing di berbagai negara.

Belum lama ini, Uber juga memperluas kerjasamanya dengan Waymo milik Alphabet di Amerika Serikat untuk membawa robotaksi di Austin dan Atlanta. Lebih jauh lagi, mereka juga bekerja sama dengan unit robotaxi Cruise milik General Motors untuk menawarkan robotaxi mereka ke platform Uber mulai tahun depan. Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran teknologi self-driving menjadi arah yang tidak bisa dihindari dalam industri transportasi global.

Namun, hal ini juga memicu kekhawatiran di kalangan sopir online di berbagai negara. Bukan hanya di Amerika Serikat, di China juga mengalami hal serupa. Dalam sebuah laporan Reuters, disebutkan bahwa saat ini ada 19 kota di China yang sudah mengimplementasikan pengujian robotaxi dan robobus. Beberapa perusahaan yang memimpin teknologi ini adalah Apollo Go, Pony.ai, WeRide, AutoX, dan SAIC Motor.

China menjadi negara yang memimpin dalam pengimplementasian teknologi self-driving ini. Menurut Managing Director Boston Consulting Group, Augustin Wegscheider, China telah mengalami percepatan signifikan dalam pengujian teknologi ini. Namun, situasi ini juga dipengaruhi oleh regulasi yang lebih cenderung mendukung tujuan ekonomi.

Namun, hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran bagi para sopir online, baik di China maupun di negara lain. Banyak dari mereka yang khawatir akan kehilangan mata pencaharian mereka. Terlebih lagi, di China sendiri terdapat 7 juta sopir online yang terdaftar. Kehadiran teknologi self-driving seperti robotaxi akan menimbulkan efek samping yang mungkin mengancam mata pencaharian mereka.

Diskusi mengenai kekhawatiran akan hilangnya pekerjaan para sopir online juga menjadi trending di media sosial. Banyak yang bertanya-tanya apakah mobil tanpa awak akan mencuri mata pencaharian para sopir taksi. Hal ini semakin memicu kekhawatiran di kalangan mereka yang bekerja sebagai sopir online.

Sementara di Uni Emirat Arab, kolaborasi antara WeRide dan Uber Technologies memunculkan kekhawatiran serupa di kalangan sopir online di negara tersebut. Bagaimana reaksi mereka terhadap kehadiran robotaxi di platform ridesharing?

Hakikatnya, kehadiran teknologi self-driving menjadi suatu perubahan besar bagi industri transportasi. Namun, dampak sosial dan ekonomi dari teknologi ini juga perlu diperhatikan. Kebijakan yang adil serta langkah-langkah untuk mengurangi dampak negatif pada para pekerja informal yang bergantung pada layanan transportasi manusia mungkin menjadi titik penting yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan transformasi menuju teknologi self-driving yang lebih berkelanjutan.

Tantangan besar bagi regulator, perusahaan teknologi, dan masyarakat pada umumnya untuk menjawab bagaimana teknologi self-driving dapat memberikan dampak yang positif bagi masyarakat luas tanpa meninggalkan mereka yang rentan dalam industri transportasi konvensional.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved