Kehadiran Deepfake dan Tantangan Keamanan Data di Era AI
Tanggal: 22 Feb 2025 13:59 wib.
Tampang.com | Kehadiran teknologi deepfake telah menimbulkan kekhawatiran besar terkait disinformasi yang masif di dunia digital, termasuk meningkatnya modus penipuan. Penyalahgunaan deepfake dapat memanipulasi gambar dan video secara realistis, sehingga menimbulkan kebingungan serta ancaman terhadap kepercayaan publik.
Founder & Group CEO VIDA, Niki Luhur, mengungkapkan bahwa perusahaannya telah mengembangkan platform teknologi berbasis Artificial Intelligence (AI) untuk mengantisipasi penipuan identitas menggunakan deepfake. Platform ini mengandalkan beberapa mode deteksi untuk mengidentifikasi keaslian sebuah foto atau video yang mungkin telah dimanipulasi.
Dengan kemampuan identifikasi yang tinggi, teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan keamanan data dan melindungi pengguna dari penyalahgunaan informasi pribadi.
"Teknik enkripsi dari HP yang asli digunakan untuk memastikan sumber data tidak dimanipulasi di tengah jalan. Ini bukan hanya soal AI, tetapi juga penggunaan enkripsi untuk memastikan data tidak digandakan atau dimanipulasi," jelas Niki dalam acara CNBC Indonesia Tech and Telco Summit 2025, Jumat (21/2/2025).
Membangun Sistem Keamanan Berlapis
Untuk menghadapi tantangan deepfake, diperlukan sistem keamanan berlapis yang dapat mendeteksi serangan siber. Hal ini menjadi penting terutama dalam sektor layanan keuangan, yang sering menjadi sasaran empuk para pelaku kejahatan digital.
"Di VIDA, kami percaya bahwa keamanan digital adalah hak semua orang, seperti halnya akses terhadap layanan digital dan keuangan," tambah Niki.
Kepercayaan pada layanan digital berbasis AI harus tetap dibangun agar masyarakat dapat merasakan manfaatnya tanpa rasa khawatir. Oleh karena itu, penggunaan kecerdasan buatan harus tetap mengutamakan aspek keamanan data, terutama dalam transaksi keuangan yang semakin berkembang.
AI dan Masa Depan Keamanan Digital
Niki menekankan bahwa potensi AI dalam layanan keuangan terus berkembang dengan pesat. Kecerdasan buatan telah digunakan dalam berbagai aspek, mulai dari pembukaan rekening hingga verifikasi transaksi, yang bertujuan untuk meningkatkan pengalaman pengguna sekaligus meminimalkan risiko penipuan.
Namun, di balik kemajuan ini, teknologi juga membawa risiko baru. Oleh karena itu, regulasi serta pengawasan ketat harus diterapkan agar teknologi AI tetap digunakan untuk kepentingan yang positif dan tidak disalahgunakan.
"Risiko teknologi tergantung pada bagaimana kita menggunakannya," pungkas Niki.
Dengan perkembangan AI dan deepfake, masa depan keamanan digital menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan inovasi yang lebih canggih dan perlindungan yang lebih kuat. Kolaborasi antara perusahaan teknologi, regulator, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam membangun ekosistem digital yang aman dan terpercaya.