Sumber foto: iStock

Kebohongan Elon Musk dan Kontroversi Robotaxi Tesla: Siapa yang Akan Menang di Era Mobil Tanpa Sopir?

Tanggal: 23 Jun 2025 11:55 wib.
Industri kendaraan otonom, khususnya taksi tanpa sopir atau robotaxi, tengah berada dalam fase persaingan paling sengit. Layanan transportasi futuristik ini diperkirakan akan menggantikan profesi sopir online dan menciptakan “kiamat pekerjaan” di sektor tersebut. Berbagai produsen otomotif, baik dari Tiongkok maupun Amerika Serikat, berlomba-lomba mengembangkan teknologi mengemudi otomatis yang menjanjikan keamanan dan efisiensi tinggi.

Perusahaan ride-hailing raksasa seperti Uber dan Lyft juga tak mau tertinggal. Mereka aktif menjalin kerja sama strategis demi menghadirkan layanan robotaxi secara masif. Visi mobil yang bisa berjalan sendiri tanpa campur tangan manusia tampaknya bukan lagi sekadar mimpi, melainkan sudah menjadi target komersialisasi dalam waktu dekat.

Ide soal mobil tanpa pengemudi sebenarnya sudah lama dipopulerkan oleh Elon Musk, CEO Tesla. Pada tahun 2016, Musk memperkenalkan fitur Full Self-Driving (FSD), sistem pengemudian otomatis yang diklaim mampu mengendalikan mobil secara mandiri tanpa intervensi pengemudi.

Namun seiring waktu, berbagai klaim Musk mulai diragukan. Salah satu kontroversi mencuat ketika Tesla merilis video promosi untuk menunjukkan kemampuan FSD. Video tersebut menampilkan mobil Tesla yang seolah-olah berjalan otomatis dalam berbagai situasi lalu lintas yang kompleks. Tapi belakangan terungkap bahwa video itu ternyata hasil rekayasa. Tesla akhirnya menghapus video tersebut dan menyatakan bahwa teknologinya memang sedang dikembangkan, tetapi belum sepenuhnya siap digunakan secara umum.

Kebohongan Musk tak berhenti di situ. Enam tahun lalu, ia juga mengumumkan rencana Tesla untuk meluncurkan satu juta unit robotaxi pada tahun 2020. Hingga kini, tidak ada realisasi konkret dari pernyataan tersebut.

Sementara itu, kompetitor dari Tiongkok seperti WeRide justru sudah melangkah lebih jauh dengan mengoperasikan armada robotaxi mereka hingga ke Abu Dhabi. Waymo, perusahaan robotaxi milik Alphabet (induk Google), juga aktif memperluas operasinya di sejumlah negara bagian AS.

Ironisnya, di tengah kemajuan pesaingnya, Tesla justru terhambat oleh berbagai persoalan seperti perizinan dan isu keselamatan. Musk sempat menjanjikan bahwa robotaxi Tesla akan mulai beroperasi di Austin, Texas, pada 22 Juni 2025. Namun, pernyataan itu kembali dinilai tidak pasti karena Musk menyebut tanggal peluncuran tersebut masih "tentatif". Hal ini membuat publik ragu akan keseriusan dan kesiapan Tesla.

Di balik layar, Tesla juga tengah dilanda krisis. Mulai dari reaksi negatif terhadap kebohongan Musk, kecelakaan yang melibatkan teknologi autopilot, hingga sikap politik Musk yang dekat dengan pemerintahan Donald Trump—semuanya memicu gerakan boikot terhadap Tesla di berbagai tempat.

Di saat yang sama, Tesla menghadapi tekanan berat dari produsen mobil listrik asal Tiongkok seperti BYD, Xpeng, Chery, dan Geely yang terus menunjukkan pertumbuhan signifikan. Situasi Tesla kian diperparah oleh laporan bahwa mereka akan menghentikan sementara produksi Cybertruck dan Model Y di pabrik Austin, Texas, mulai 30 Juni mendatang. Ini adalah kali ketiga pabrik tersebut menghentikan produksi dalam waktu satu tahun terakhir.

Menurut laporan Business Insider, informasi penghentian produksi ini disampaikan dalam pertemuan internal perusahaan. Tak pelak, kabar tersebut langsung memicu reaksi negatif dari investor, membuat saham Tesla anjlok hingga 4% pada Selasa, 17 Juni 2025. Padahal, Model Y merupakan salah satu produk terlaris dari Tesla dan juga menjadi kandidat utama untuk penggunaan teknologi FSD dalam proyek robotaxi yang direncanakan.

Sementara Musk membagikan video singkat yang memperlihatkan Model Y dan Model X melaju di jalanan Austin dengan sistem robotaxi, publik masih mempertanyakan keamanan teknologi tersebut. Data dari NHTSA (Administrasi Keselamatan Lalu Lintas Jalan Raya Nasional) mencatat bahwa sistem autopilot dan FSD Tesla telah terlibat dalam ratusan kecelakaan, termasuk sejumlah kasus yang mengakibatkan kematian.

Rencana peluncuran robotaxi Tesla pada 22 Juni 2025 sendiri menyertakan teknologi FSD terbaru yang diklaim mampu beroperasi “tanpa pengawasan manusia”. Namun, versi ini belum dirilis ke publik dan masih dalam tahap uji coba.

Beberapa kelompok masyarakat di Austin pun menggelar aksi protes terhadap peluncuran ini, terutama karena keterlibatan Elon Musk dalam pemerintahan Trump. Salah satu pihak paling vokal adalah Dawn Project, organisasi keselamatan teknologi yang kerap mengkritik FSD Tesla.

Dalam sebuah demonstrasi, Dawn Project menggunakan Model Y yang sudah dipasang software FSD versi terbaru. Uji coba itu memperlihatkan skenario berbahaya: mobil Tesla yang seharusnya berhenti karena ada bus sekolah malah melaju terus dan menabrak boneka seukuran anak-anak yang ditarik ke depan mobil, seolah menggambarkan anak kecil yang sedang menyeberang mengejar bus. Insiden ini semakin menguatkan pandangan bahwa FSD masih belum layak digunakan secara umum.

Pendiri Dawn Project, Dan O'Dowd, juga menjalankan Green Hills Software, perusahaan yang menjual sistem teknologi ke pesaing Tesla. Meski demikian, kritiknya terhadap FSD mendapatkan sorotan luas karena menyangkut keselamatan publik.

Kini, pertanyaan besar menggantung di udara: apakah Tesla benar-benar akan meluncurkan robotaxi pada 22 Juni? Atau ini akan menjadi kebohongan berikutnya dalam daftar panjang janji-janji Elon Musk yang tak terpenuhi? Sementara kompetitor terus melaju, Tesla harus segera membuktikan bahwa mereka masih layak memimpin dalam revolusi kendaraan otonom.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved