Iran Serukan Hapus WhatsApp: Benarkah Data Warga Bocor ke Israel?
Tanggal: 20 Jun 2025 13:58 wib.
Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel kembali memicu langkah drastis dari otoritas Iran. Pemerintah Iran, melalui saluran televisi nasionalnya, secara terbuka menyerukan agar seluruh masyarakat segera menghapus aplikasi pesan instan WhatsApp dari perangkat mereka. Alasannya mengejutkan: mereka menuduh WhatsApp menjadi alat pengumpul data yang dikirimkan ke Israel.
Seruan ini muncul di tengah eskalasi konflik panas antara kedua negara, yang belakangan ini diwarnai dengan saling serang dan jatuhnya korban jiwa, termasuk tokoh-tokoh penting dari masing-masing pihak. Dalam narasi yang disampaikan pemerintah Iran, WhatsApp disebut secara spesifik mengakses dan mengirimkan informasi pribadi pengguna, seperti lokasi, percakapan terakhir, hingga koneksi dengan pihak lain, kepada otoritas Israel.
Namun tudingan ini tidak disertai bukti teknis atau forensik digital yang dapat divalidasi secara independen oleh lembaga internasional. Meski demikian, pemerintah Iran tetap menekankan bahwa risiko kebocoran data terlalu besar untuk diabaikan, apalagi dalam situasi konflik aktif seperti sekarang.
WhatsApp Membantah Keras Tuduhan Iran
Merespons tudingan tersebut, pihak WhatsApp, yang merupakan anak perusahaan dari Meta Platforms Inc., menyampaikan bantahan tegas. Mereka menjelaskan bahwa sistem keamanan WhatsApp telah dirancang sedemikian rupa dengan enkripsi end-to-end, yang menjamin bahwa hanya pengirim dan penerima pesan yang dapat membaca isi percakapan.
Dalam pernyataan resmi yang dikutip dari Arabnews pada Kamis (19/6/2025), WhatsApp menyatakan:
"Kami tidak menyimpan riwayat komunikasi, tidak memonitor lokasi pengguna secara spesifik, dan tidak melacak pesan pribadi antar individu."
Lebih lanjut, WhatsApp juga menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan data massal kepada pemerintah manapun, termasuk Israel. Mereka mengklaim sistem WhatsApp dirancang untuk menghormati dan melindungi privasi pengguna secara maksimal.
Layanan Terlarang yang Masih Digunakan
Perlu diketahui, WhatsApp bukanlah hal baru di radar pengawasan Iran. Aplikasi ini telah masuk dalam daftar layanan terlarang di negara tersebut selama bertahun-tahun, bersama dengan berbagai platform media sosial dan pesan lainnya.
Namun, masyarakat Iran tetap menggunakan WhatsApp dengan memanfaatkan jaringan virtual private network (VPN) dan proxy, sebagai bentuk upaya mempertahankan konektivitas dengan dunia luar. Terlebih saat situasi di dalam negeri tengah tegang dan warga membutuhkan sarana komunikasi yang aman dan cepat.
Inilah yang membuat tuduhan pemerintah Iran terhadap WhatsApp memiliki dampak sosial yang signifikan. Banyak warga kini berada dalam dilema antara mengikuti imbauan pemerintah dan kehilangan akses komunikasi, atau terus menggunakan WhatsApp dengan risiko dianggap melanggar peraturan.
Sensor Digital dan Ancaman Isolasi Informasi
Langkah keras Iran ini bukan semata soal WhatsApp. Negara tersebut telah memberlakukan pembatasan internet skala besar sejak serangan udara yang dilancarkan Israel pada Jumat sebelumnya. Banyak layanan daring dan situs internasional tidak dapat diakses, membuat warga harus bergantung pada VPN untuk sekadar terhubung ke dunia luar.
Pihak berwenang Iran juga mengimbau masyarakat untuk mengurangi penggunaan perangkat berbasis internet, seperti smartphone, jam tangan pintar, hingga laptop. Bahkan, para pegawai negeri dan aparat keamanan dilarang menggunakan perangkat yang terhubung ke jaringan selama periode sensitif tersebut.
Peringatan ini disebut sebagai langkah pencegahan dari risiko serangan siber dan kebocoran data selama masa konflik. Namun di sisi lain, para pengamat keamanan siber melihat hal ini sebagai bagian dari upaya sistematis pemerintah dalam membatasi kebebasan informasi dan memperkuat kontrol terhadap aliran data.
WhatsApp Khawatir Pemblokiran Menjadi Alat Politisasi
WhatsApp menyatakan keprihatinannya bahwa tuduhan palsu seperti ini bisa dijadikan alasan untuk melakukan pemblokiran permanen terhadap layanan mereka di wilayah Iran. Padahal, menurut perusahaan, banyak warga Iran sangat bergantung pada WhatsApp untuk komunikasi sehari-hari, terutama di saat krisis.
"Kami khawatir laporan yang tidak berdasar ini akan digunakan sebagai dalih untuk membatasi akses orang-orang yang justru sangat membutuhkan layanan kami di masa genting seperti sekarang," ujar WhatsApp.
Mereka menambahkan, jika akses ke layanan komunikasi digital semakin dikekang, risiko keterisolasian masyarakat Iran dari dunia luar akan semakin besar, dan ini tentu berpengaruh terhadap hak asasi mereka untuk mendapat informasi.
Kepentingan Strategis atau Kontrol Rezim?
Berbagai pihak menilai langkah ini merupakan bagian dari kebijakan kontrol digital yang telah lama diterapkan oleh pemerintah Iran. Dalam beberapa tahun terakhir, negara ini memang dikenal memiliki pendekatan otoriter terhadap internet dan media sosial, dengan pembatasan ketat terhadap akses informasi luar.
Pemadaman internet, pemblokiran aplikasi global, hingga penyensoran berita internasional menjadi bagian dari strategi geopolitik Iran dalam menjaga narasi nasional dan mencegah intervensi asing, terutama dari negara-negara Barat dan sekutu-sekutunya.
Namun, dengan mengaitkan WhatsApp dan Meta dengan Israel tanpa bukti, Iran justru membuka diskusi global mengenai batas etika dalam membatasi teknologi di era konflik. Apakah ini langkah protektif, atau justru bentuk sensor yang membungkam akses informasi?