iPhone Tersandung di China! Ancaman Tarif AS dan Ketertinggalan AI Guncang Bisnis Apple
Tanggal: 4 Mei 2025 19:02 wib.
Apple kembali menghadapi tantangan berat dalam menjaga dominasinya di pasar smartphone global. Di tengah meningkatnya ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China, serta semakin ketatnya persaingan teknologi, Apple diprediksi mengalami penurunan penjualan iPhone di kuartal kedua tahun 2025. Hal ini menjadi perhatian besar, terutama karena pasar China—yang selama ini menjadi salah satu kontributor terbesar bagi pendapatan Apple—menunjukkan tren penurunan.
Meski sempat mendapat angin segar dari peluncuran iPhone 16e, versi iPhone yang lebih terjangkau, keberhasilan tersebut belum cukup untuk menahan penurunan penjualan secara keseluruhan. Bahkan, analis Wall Street memperkirakan bahwa penjualan iPhone selama periode Januari hingga Maret 2025 mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan Penjualan di China, Kinerja Global Tertolong iPhone Murah
Berdasarkan data dari Canalys, penjualan iPhone di China selama kuartal pertama 2025 merosot hingga 8% secara tahunan (year-on-year). Penurunan ini sangat kontras dengan performa global Apple yang justru mencatatkan pertumbuhan sebesar 4% menurut laporan dari Counterpoint Research. Pertumbuhan global tersebut banyak didorong oleh tingginya minat terhadap iPhone 16e, khususnya di pasar negara berkembang seperti India.
Namun, performa positif di level global belum cukup untuk menutupi kegagalan Apple mempertahankan dominasinya di China. Pasar China kini menjadi ladang pertempuran yang sengit, di mana para pesaing lokal seperti Huawei semakin agresif dengan inovasi dan harga yang lebih bersaing.
Tarif Impor dan Ketergantungan pada Produksi China Jadi Masalah Besar
Salah satu tekanan terbesar yang kini dihadapi Apple adalah rencana pemerintah AS untuk memberlakukan tarif impor baru terhadap produk yang dirakit di China. Eric Schiffer, Chairman dari Patriarch Organization, menyebut tarif ini sebagai “pedang bermata dua” yang bisa mengancam stabilitas bisnis Apple karena melibatkan banyak aspek, mulai dari biaya produksi hingga politik bilateral yang kompleks.
Apple diketahui masih memproduksi sekitar 90% perangkatnya di China. Ketergantungan ini menjadi kelemahan besar di tengah ketidakpastian tarif baru yang bisa memperbesar ongkos produksi dan mengurangi margin keuntungan. Untuk mengurangi dampak negatif, Apple sudah mulai memindahkan sebagian proses produksi ke India. Namun, langkah ini tentu bukan solusi jangka pendek, karena membutuhkan waktu dan investasi besar.
Tertinggal di Kompetisi AI, Siri Tak Kunjung Diperbarui
Masalah Apple tak hanya datang dari sisi produksi dan tarif. Di tengah gelombang inovasi teknologi kecerdasan buatan (AI) yang digencarkan oleh kompetitor seperti Samsung dan Google, Apple tampak masih tertinggal jauh. Pengembangan fitur AI yang diharapkan bisa memperbarui asisten virtual Siri justru tertunda hingga tahun 2026.
Bahkan, iklan promosi AI yang sempat dirilis Apple ditarik karena menampilkan fitur yang sebenarnya belum tersedia bagi pengguna. Ketertinggalan ini menimbulkan kekecewaan di kalangan konsumen dan mengurangi daya tarik Apple, terutama di pasar seperti China yang sangat kompetitif dalam hal fitur-fitur canggih.
Menurut data dari IDC, pengiriman iPhone di China pada kuartal pertama turun hingga 9%. Apple menjadi satu-satunya merek besar yang mengalami penurunan pengiriman di negara tersebut. Sebaliknya, brand lokal seperti Huawei justru terus menanjak dengan strategi agresif mereka.
India Jadi Penyelamat, iPhone 16e Dorong Penjualan Global
Meski diterpa berbagai tekanan, Apple masih bisa mencatatkan beberapa kabar baik. Salah satunya datang dari India. Berkat tingginya permintaan terhadap iPhone 16e di pasar tersebut, Apple berhasil merebut posisi puncak dalam penjualan smartphone global selama kuartal awal 2025, menurut laporan dari Counterpoint Research.
Langkah Apple merilis varian iPhone dengan harga lebih terjangkau terbukti berhasil di India dan sejumlah pasar berkembang lainnya. Ini menjadi strategi penting untuk menjaga pertumbuhan di tengah tantangan yang dihadapi di pasar premium seperti China dan AS.
iPad dan Layanan Digital Menjadi Tulang Punggung Baru
Selain dari penjualan iPhone, sumber pendapatan lain yang kini menjadi penyokong utama Apple adalah lini produk iPad dan layanan digital. Untuk kuartal kedua tahun fiskal 2025, pendapatan Apple diperkirakan tumbuh sebesar 4,2% dibandingkan tahun lalu.
Khusus untuk penjualan iPad, pertumbuhan diperkirakan mencapai 9,1%, sementara lini layanan digital—yang mencakup langganan aplikasi, penyimpanan cloud, dan layanan hiburan—diprediksi mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,8%. Unit layanan digital kini menjadi penyumbang pendapatan terbesar kedua setelah iPhone, dan dipandang sebagai salah satu pilar pertumbuhan jangka panjang Apple.
Apple di Titik Kritis, Adaptasi atau Tertinggal
Di tengah persaingan global yang semakin ketat dan kompleksitas geopolitik yang mempengaruhi rantai pasok, Apple kini berada di titik kritis. Perusahaan teknologi raksasa ini harus segera melakukan penyesuaian strategis, baik dalam hal produksi, inovasi teknologi, hingga diversifikasi pasar.
Langkah memindahkan produksi ke India dan mendorong produk yang lebih terjangkau seperti iPhone 16e merupakan respons yang menjanjikan. Namun, Apple tetap dituntut untuk mempercepat inovasi terutama di bidang AI, agar tidak tertinggal dari para pesaingnya.
Pasar China kini bukan lagi tempat yang nyaman, dan Apple perlu bekerja ekstra keras untuk mempertahankan relevansinya. Pertanyaannya kini, mampukah Apple keluar dari tekanan ini dan kembali menjadi pemimpin tak terbantahkan di dunia teknologi?