iPhone Buatan Amerika? Ini Alasan Mengapa Trump Tak Semudah Itu Memindahkan Produksi Apple dari China
Tanggal: 15 Apr 2025 14:50 wib.
Ketika Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan rencana penerapan tarif resiprokal dengan alasan mendorong produksi dalam negeri, banyak pihak langsung menyoroti potensi dampaknya terhadap perusahaan teknologi raksasa seperti Apple. Kebijakan ini tidak hanya memicu reaksi pasar, tetapi juga mengungkap betapa kompleksnya rantai produksi global yang telah dibangun selama bertahun-tahun. Dalam konteks ini, Apple menjadi contoh menarik: bisa kah iPhone dan Mac benar-benar diproduksi di tanah Amerika sendiri?
Tarif Resiprokal dan Ancaman bagi Apple
Apple selama ini sangat mengandalkan rantai pasok global, dengan pabrik dan perakitan yang tersebar di berbagai negara seperti China, India, Vietnam, hingga Thailand. Jika tarif resiprokal diterapkan penuh, maka biaya impor produk-produk seperti iPhone dari China akan meningkat tajam, dan pada akhirnya harga jualnya pun naik di pasar Amerika.
Meskipun Trump menunda penerapan tarif ini untuk banyak negara selama 90 hari guna membuka ruang negosiasi, China tetap menjadi target utama dengan tarif resiprokal mencapai 145%. Walau demikian, barang-barang seperti smartphone, chip, dan komputer belum dimasukkan dalam kategori tersebut, dan masih menunggu skema tarif tersendiri.
Apakah Produksi di AS Bisa Jadi Solusi?
Pertanyaan besar pun muncul: jika Trump mendorong agar Apple memproduksi iPhone dan Mac di dalam negeri, apakah itu realistis?
Menurut Gary Gereffi, Profesor Emeritus dari Duke University, langkah yang paling masuk akal adalah merekonstruksi rantai pasokan dan memindahkan sebagian manufaktur komponen utama ke Amerika Utara. Namun, itu bukan proses yang mudah dan membutuhkan transformasi besar-besaran dalam sistem produksi.
Sementara itu, Tinglong Dai, pakar bisnis dari Universitas Johns Hopkins, menyoroti tantangan lain yang lebih mendasar: kekurangan tenaga kerja dan hilangnya keahlian manufaktur skala besar di AS. Misalnya saja, pabrik Foxconn di China yang menjadi mitra utama Apple, mempekerjakan lebih dari 300 ribu pekerja. Menyamai angka itu di Amerika, dengan keterbatasan tenaga kerja dan biaya yang tinggi, bukanlah hal yang realistis dalam waktu singkat.
Produksi Lokal: Lebih Mahal, Lebih Rumit, dan Lebih Lambat
Bukan hanya soal tenaga kerja, biaya yang dibutuhkan Apple untuk memindahkan dan membangun pabrik produksi dari nol di Amerika juga akan sangat besar. Bahkan, menurut Dai, meski suatu saat nanti produksi lokal mungkin akan lebih murah, kualitasnya bisa saja lebih rendah, setidaknya di tahap awal beroperasinya pabrik baru.
Faktanya, Amerika memang memiliki kemampuan untuk memproduksi sebagian komponen smartphone, tetapi tidak semuanya. Banyak teknologi dan proses manufaktur yang saat ini hanya tersedia di negara-negara Asia karena pengalaman bertahun-tahun, skala produksi besar, dan efisiensi tinggi.
Apple Sudah Pernah Coba: Kasus Gagal Produksi Mac Pro
Menariknya, Apple sebenarnya pernah mencoba memproduksi perangkat Mac Pro di AS pada tahun 2019. Pabrik perakitan di Austin, Texas ditunjuk sebagai lokasi produksi pertama untuk Mac Pro yang sepenuhnya dibuat di dalam negeri. Namun, kenyataan tak semulus rencana.
Dalam laporan New York Times, disebutkan bahwa pabrik tersebut mengalami kendala serius hanya karena masalah sekrup. Ya, Apple kesulitan mendapatkan sekrup dalam jumlah cukup karena kontraktor lokal hanya mampu memproduksi maksimal 1.000 sekrup per hari. Masalah kecil ini justru menyebabkan penundaan penjualan Mac Pro hingga berbulan-bulan.
Sementara itu di China, Apple bisa dengan mudah memesan sekrup custom dalam jumlah besar dari berbagai pabrik, dengan waktu pengiriman yang jauh lebih cepat dan harga yang jauh lebih murah.
China Masih Jadi Pilihan Tak Tergantikan
Masalah yang dihadapi Apple dalam memindahkan produksi menunjukkan bahwa China bukan sekadar tempat produksi murah. Negeri Tirai Bambu telah menjadi pusat manufaktur dunia karena memiliki segala hal yang dibutuhkan Apple: dari skala tenaga kerja, keahlian teknis, infrastruktur modern, hingga kecepatan dalam merespons kebutuhan produksi.
Itulah sebabnya, meskipun pemerintah AS berupaya menarik kembali industri teknologi ke dalam negeri dengan kebijakan seperti tarif resiprokal, kenyataannya proses tersebut tidaklah mudah. Apple mungkin bisa melakukan sebagian produksi di AS, tapi untuk saat ini, China masih menjadi pusat produksi utama yang tak tergantikan.
Penutup: Impian Trump vs Realita Produksi Global
Kebijakan tarif yang diberlakukan Trump memang berangkat dari semangat nasionalisme ekonomi, yaitu keinginan agar produk-produk unggulan Amerika, seperti iPhone dan Mac, dapat benar-benar dibuat di dalam negeri. Namun, dalam dunia yang telah saling terhubung dan sangat tergantung pada rantai pasokan global, langkah ini memerlukan lebih dari sekadar kebijakan tarif. Dibutuhkan investasi besar, waktu panjang, dan pembenahan menyeluruh terhadap infrastruktur dan kemampuan manufaktur dalam negeri.
Meskipun ada kemungkinan untuk memulai produksi lokal secara bertahap, banyak tantangan yang harus dihadapi. Realita di lapangan menunjukkan bahwa untuk saat ini, memindahkan sepenuhnya lini produksi Apple dari Asia ke Amerika masih merupakan ambisi besar yang belum bisa diwujudkan secara instan.