Sumber foto: iStock

iPhone Buatan Amerika? Ini Alasan Kenapa Mimpi Trump Bisa Jadi Mimpi Buruk Apple

Tanggal: 28 Mei 2025 11:26 wib.
Ambisi mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk memaksa Apple memproduksi iPhone sepenuhnya di dalam negeri ternyata menghadapi berbagai hambatan kompleks. Salah satu kendala yang paling mengejutkan namun nyata adalah... sekrup kecil. Ya, komponen mungil ini ternyata menyimpan masalah besar dalam rantai produksi iPhone yang tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Saat ini, Apple memiliki dua lokasi utama perakitan iPhone yaitu di Tiongkok dan India. Namun, Trump menginginkan agar Apple mendirikan pabrik di Amerika Serikat yang mampu memenuhi seluruh permintaan pasar domestik. Bahkan, pada Jumat (26 Mei 2025), Trump mengeluarkan ancaman akan menerapkan tarif impor khusus terhadap iPhone yang dirakit di luar negeri, termasuk yang berasal dari pabrik di India maupun Tiongkok.

Trump menyatakan bahwa tarif tersebut juga akan diberlakukan kepada merek smartphone lain, termasuk Samsung, sebagai upaya menciptakan keadilan pasar. Menurutnya, CEO Apple Tim Cook seharusnya tidak mengalihkan produksi ke India jika tetap ingin menjual produknya di AS tanpa beban tarif tambahan.

"Tim sudah seharusnya tahu bahwa ia tidak bisa melakukan ini. Saya katakan, oke, pindah ke India, tapi kamu tidak bisa berjualan di sini tanpa tarif," ujar Trump tegas dalam pernyataannya.

Teknologi Belum Mendukung Produksi Skala Besar di AS

Namun, realisasi dari wacana Trump tersebut terbukti bukan perkara mudah. Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, memberikan gambaran yang lebih realistis. Sebelumnya, Lutnick sempat menyatakan bahwa rencana ini akan menciptakan jutaan lapangan kerja untuk perakitan iPhone secara manual, bahkan menyebutkan secara spesifik tentang pekerjaan seperti memasang sekrup kecil yang akan diotomatisasi.

Sayangnya, dalam wawancara eksklusif dengan CNBC International, Lutnick mengungkapkan bahwa teknologi yang dibutuhkan untuk memindahkan proses perakitan kompleks seperti iPhone ke Amerika belum tersedia saat ini. Ia menjelaskan bahwa CEO Apple, Tim Cook, pernah menyebutkan bahwa perusahaan membutuhkan robot lengan otomatis yang sangat presisi dan bisa bekerja dalam skala besar untuk bisa memindahkan produksi tersebut ke AS.

"Jika saja teknologinya sudah ada, maka pada hari itu juga produksi akan dipindahkan ke sini," kata Lutnick.

iPhone Buatan AS Bisa Capai Harga Rp 56 Juta

Sementara itu, analis dari Wedbush Securities, Dan Ives, menilai rencana pemindahan produksi ini tidak realistis. Menurut perhitungannya, proses relokasi dari luar negeri ke AS akan memakan waktu setidaknya satu dekade, dan tentu saja biaya produksi akan melonjak tajam. Ia memprediksi harga iPhone bisa mencapai US$ 3.500 atau setara Rp 56 juta jika sepenuhnya diproduksi di Amerika.

"Kami meyakini bahwa produksi iPhone di Amerika hanyalah mimpi belaka. Konsep ini terlalu idealistis dan tidak sejalan dengan realita operasional manufaktur global saat ini," ujar Ives.

Hambatan Hukum: Trump dan UU Darurat Ekonomi

Di luar persoalan teknis dan biaya, Trump juga menghadapi tantangan besar dari sisi hukum. Ia berencana menggunakan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional sebagai dasar hukum untuk memaksa Apple memindahkan produksinya ke Amerika. UU ini memberikan kekuasaan kepada Presiden AS untuk mengambil tindakan ekonomi dalam situasi darurat nasional.

Namun, penggunaan undang-undang tersebut tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Menurut Sally Stewart Laing, seorang pengacara dari firma hukum Akin Gump, tidak ada ketentuan yang secara eksplisit memperbolehkan Presiden mengenakan tarif khusus hanya untuk satu perusahaan. Meski begitu, Trump bisa saja berargumen bahwa hal ini masuk dalam kewenangannya sebagai presiden dalam kondisi darurat.

"Langkah semacam itu hanya bisa dilakukan setelah melalui proses investigasi dan pengumuman resmi status darurat," ujar Laing.

Perlu dicatat bahwa Trump sempat menggunakan pendekatan serupa pada masa jabatannya sebelumnya, yakni ketika ia menaikkan tarif impor untuk banyak negara dengan alasan kondisi darurat ekonomi. Saat itu, kebijakan tersebut digugat oleh 12 negara bagian yang menilai penggunaan status darurat sebagai dasar hukum tidak tepat dan berlebihan.

Kesimpulan: Antara Ambisi, Realita, dan Masa Depan Apple

Keinginan Trump untuk mengembalikan industri teknologi ke tanah Amerika mungkin terlihat patriotik di permukaan, namun jika ditelaah lebih dalam, terdapat berbagai hambatan kompleks baik dari sisi teknis, hukum, hingga ekonomi. Dari ketergantungan Apple terhadap ekosistem manufaktur global yang telah mapan, hingga kurangnya infrastruktur teknologi di AS untuk mendukung produksi presisi tinggi seperti iPhone, semua ini menjadi tantangan besar.

Bahkan jika hambatan hukum dapat diatasi, biaya dan teknologi tetap menjadi penghalang utama. Apa pun arah kebijakan yang akan diambil selanjutnya, langkah Trump ini telah membuka kembali perdebatan besar tentang kemandirian teknologi dan rantai pasok global yang kini semakin terhubung.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved