iPhone Bisa Tembus Rp38 Juta? Ini Rahasia di Balik Kenaikan Harga Gila-Gilaan yang Bikin Konsumen Syok!
Tanggal: 8 Apr 2025 20:03 wib.
Kebijakan ekonomi terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengguncang pasar global. Kali ini, giliran produk teknologi populer seperti iPhone yang berpotensi mengalami lonjakan harga signifikan. Meskipun Apple adalah perusahaan asal Amerika, kenyataannya banyak lini produksinya berada di luar negeri—terutama di China, yang kini menjadi sasaran utama kebijakan tarif Trump.
Tarif impor baru yang dikenakan pada berbagai negara mitra dagang membuat sejumlah analis memprediksi bahwa harga beberapa produk teknologi, termasuk iPhone, akan naik drastis. China, sebagai basis produksi utama iPhone, terkena tarif impor sebesar 54% dari AS, dan ini dinilai akan memberi dampak besar terhadap struktur harga produk Apple secara global.
Produksi iPhone di China Jadi Masalah Besar
Selama bertahun-tahun, Apple mengandalkan fasilitas manufaktur di China untuk merakit sebagian besar produk andalannya, terutama seri iPhone. Negara tersebut menawarkan efisiensi produksi yang tinggi dan rantai pasok yang matang. Namun kini, tarif baru dari AS terhadap China membuat biaya produksi melonjak, dan pada akhirnya dibebankan ke konsumen.
Berdasarkan analisis dari Rosenblatt Securities, harga jual iPhone bisa mengalami kenaikan hingga 43%. Misalnya, iPhone 16 Pro Max dengan kapasitas 1 terabyte, yang awalnya dijual seharga US$1.599 (sekitar Rp26,4 juta), diperkirakan bisa melonjak menjadi US$2.300 atau sekitar Rp38 juta. Kenaikan sebesar ini tentu menjadi pukulan berat, tidak hanya bagi konsumen di AS tetapi juga di berbagai negara lain.
iPhone Versi Murah Juga Tak Luput dari Dampak
Kenaikan harga tidak hanya terjadi pada model flagship. iPhone versi terjangkau seperti iPhone 16E juga diprediksi akan terkena imbas. Ponsel yang baru dirilis Februari lalu dengan harga US$599 (sekitar Rp9,9 juta) diperkirakan bisa naik menjadi US$856 atau sekitar Rp14,1 juta. Ironisnya, ini menjadikannya lebih mahal dari iPhone 16 standar yang dirilis tahun lalu dengan harga US$799 (Rp13,2 juta).
Fenomena ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga bersifat menyeluruh, bukan hanya untuk model premium. Dengan begitu, konsumen dari berbagai segmen akan merasakan dampaknya, dari pengguna iPhone murah hingga penggemar iPhone kelas atas.
Apple Belum Angkat Bicara, Tapi Konsumen Sudah Resah
Hingga kini, pihak Apple belum memberikan pernyataan resmi terkait prediksi kenaikan harga tersebut. Namun banyak pihak meyakini bahwa kenaikan harga menjadi hal yang tak terhindarkan jika Trump benar-benar menerapkan kebijakan tarif tersebut dalam jangka panjang.
Lebih lanjut, Reuters juga memperkirakan bahwa produk lain buatan Apple akan mengalami hal serupa, meskipun belum ada estimasi pasti. Hal ini bisa mencakup iPad, MacBook, hingga aksesori seperti AirPods dan Apple Watch.
Vietnam dan India Juga Terkena Imbas
Beberapa waktu terakhir, Apple telah berusaha melakukan diversifikasi produksi dengan memindahkan sebagian pabrik dari China ke negara lain seperti Vietnam dan India. Langkah ini dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap China dan menghindari dampak geopolitik.
Namun sayangnya, kebijakan tarif Trump kali ini juga menyasar negara-negara tersebut. Vietnam dikenakan tarif sebesar 46%, sementara India 26%. Artinya, strategi Apple untuk mengamankan rantai pasok produksinya ternyata tidak mampu sepenuhnya melindungi mereka dari kebijakan tarif AS.
Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan Trump berdampak luas dan sulit dihindari, bahkan untuk perusahaan sebesar Apple sekalipun. Apapun strategi yang dijalankan, jika seluruh negara mitra produksi dikenai tarif tinggi, maka lonjakan harga menjadi sesuatu yang tak terelakkan.
Fitur AI Tak Cukup Menggoda, Penjualan iPhone Lesu
Masalah Apple tak hanya berhenti pada tarif dagang. Penjualan iPhone dalam beberapa waktu terakhir memang menunjukkan tren penurunan. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya daya tarik dari fitur-fitur baru, khususnya teknologi AI yang dibenamkan di model terbaru.
Apple sempat memperkenalkan fitur Apple Intelligence, sistem kecerdasan buatan yang digadang-gadang menjadi nilai jual utama. Namun nyatanya, fitur ini gagal mencuri perhatian pasar secara signifikan. Beberapa analis menilai bahwa meskipun AI tersebut cukup inovatif, belum cukup kuat untuk meyakinkan pengguna beralih ke model terbaru.
Dengan tren penjualan yang sudah melemah dan ancaman kenaikan harga yang cukup drastis, masa depan iPhone di pasar global tampak menghadapi tantangan berat. Apalagi di tengah persaingan yang semakin ketat dengan produsen ponsel dari Korea Selatan dan China.
Apa Dampaknya untuk Konsumen Indonesia?
Bagi konsumen di Indonesia, efek kebijakan ini tentu akan terasa. Produk Apple yang sudah terkenal premium akan menjadi semakin tidak terjangkau, terutama untuk model-model terbaru. Jika prediksi harga benar terjadi, maka memiliki iPhone seri terbaru akan jadi kemewahan tersendiri, bukan sekadar pilihan gaya hidup.
Distributor dan retailer juga kemungkinan besar akan menyesuaikan harga jual, memperhitungkan biaya impor yang lebih tinggi. kan model iPhone bekas pun bisa mengalami peningkatan harga karena ketersediaan produk baru akan semakin terbatas.
iPhone Jadi Barang Mewah?
Kebijakan tarif Trump terhadap negara-negara produsen seperti China, Vietnam, dan India menjadi bencana baru bagi industri teknologi global. Apple, yang sangat bergantung pada ketiga negara tersebut, tak punya banyak pilihan selain membebankan biaya tambahan ke konsumen.
Dengan harga yang melonjak hingga puluhan juta rupiah, pertanyaan besarnya adalah: masihkah iPhone menjadi produk populer, atau berubah menjadi simbol kemewahan yang hanya bisa diakses segelintir orang?
Yang jelas, era baru telah dimulai—dan konsumenlah yang akan paling merasakannya.