iPhone Bakal Semahal Emas? Warga AS Panik Borong Sebelum Harga Naik Drastis!
Tanggal: 9 Apr 2025 22:53 wib.
Apple Store di berbagai penjuru Amerika Serikat mendadak dipadati pembeli. Antrean panjang dan kerumunan konsumen terlihat hampir di semua toko fisik Apple. Bukan karena peluncuran produk baru, melainkan karena kekhawatiran yang kian meluas akan kenaikan harga iPhone secara besar-besaran. Penyebabnya? Kebijakan tarif impor baru dari Presiden Donald Trump yang menuai reaksi keras dari publik.
Menurut laporan dari Bloomberg, lonjakan pembelian iPhone yang signifikan terjadi sepanjang akhir pekan. Banyak konsumen melakukan apa yang kini disebut sebagai “panic buying,” yaitu aksi membeli produk secara besar-besaran karena takut akan kenaikan harga dalam waktu dekat.
Seorang staf Apple, dikutip oleh Mashable pada Rabu (9 April 2025), mengatakan bahwa hampir setiap pelanggan yang datang ke toko mempertanyakan satu hal yang sama: “Apakah harga iPhone akan naik?”
Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Pemerintah Trump baru saja memberlakukan kebijakan tarif impor yang lebih luas terhadap berbagai produk dari China dan beberapa negara lainnya. Tarif baru yang dikenakan terhadap produk China mencapai 54%, dan hal ini berdampak langsung pada iPhone, yang sebagian besar dirakit di negara tersebut.
Situasi ini menciptakan gelombang ketidakpastian, tidak hanya di kalangan konsumen, tetapi juga di kalangan analis pasar dan investor. Model iPhone terbaru, iPhone 16, yang sebelumnya dibanderol seharga US$799, kini diperkirakan bisa melonjak harganya menjadi US$1.142. Sementara itu, untuk model premium yang memiliki spesifikasi tertinggi, harganya bahkan bisa menembus angka US$2.300. Sebuah lonjakan harga yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah iPhone.
Meski angka-angka tersebut masih dalam tahap spekulasi, karena pemerintah AS masih bisa saja melakukan negosiasi ulang dengan China, kekhawatiran itu sudah cukup untuk mendorong masyarakat melakukan pembelian sebelum semuanya terlambat. Tak sedikit pula yang memilih membeli dua atau tiga unit sekaligus, sebagai bentuk “antisipasi sebelum kiamat harga” benar-benar terjadi.
Apple sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait apakah mereka akan menanggung sebagian dari beban tarif baru tersebut, atau sepenuhnya akan dibebankan kepada konsumen. Namun berdasarkan tren sebelumnya, Apple cenderung menghindari penyesuaian harga secara frontal demi menjaga loyalitas pasar.
Dari sudut pandang bisnis, fenomena panic buying ini justru bisa menjadi booster kinerja keuangan Apple di kuartal kedua 2025. Perusahaan teknologi raksasa asal Cupertino ini dijadwalkan akan merilis laporan keuangan terbarunya pada 1 Mei 2025, dan lonjakan penjualan iPhone menjelang pengumuman tersebut bisa memberikan catatan positif—meski hanya bersifat sementara.
Namun di sisi lain, kekhawatiran jangka panjang masih membayangi. Harga saham Apple sempat anjlok ke level US$182, jauh di bawah rekor tertingginya pada Desember 2024 yang menyentuh US$260. Investor mulai meragukan stabilitas Apple jika krisis perdagangan ini terus berlarut-larut.
Para analis memperingatkan bahwa apabila kebijakan tarif tinggi ini terus dipertahankan, Apple mungkin terpaksa merombak seluruh strategi produksinya. Artinya, kemungkinan relokasi perakitan dari China ke negara lain bisa terjadi, walau itu juga akan menimbulkan biaya tambahan dan proses transisi yang tidak singkat.
Di tengah ketidakpastian ini, satu hal yang pasti: konsumen kini menjadi pihak yang paling terdampak langsung. Mereka terpaksa harus menyesuaikan anggaran untuk membeli produk teknologi yang sebelumnya lebih mudah dijangkau. Dalam waktu dekat, membeli iPhone mungkin akan terasa seperti membeli perhiasan—bukan sekadar gawai.
Fenomena ini pun menandai babak baru dalam hubungan dagang AS-China yang sudah lama tegang. Kekuatan politik kini semakin berpengaruh terhadap arah industri teknologi global. Produk-produk unggulan seperti iPhone kini tak hanya dipengaruhi oleh inovasi dan fitur, tetapi juga oleh kebijakan tarif dan hubungan diplomatik antarnegara.
Dengan begitu, wajar jika konsumen berbondong-bondong menuju toko Apple sebelum keputusan akhir soal tarif ini benar-benar berdampak pada harga. Bagi banyak orang, ini bukan hanya soal membeli ponsel, tapi soal berinvestasi sebelum semuanya terlambat.
Apakah Apple akan bertahan dari badai tarif ini? Apakah iPhone akan tetap menjadi raja di tengah tekanan politik dan ekonomi global? Waktu yang akan menjawab. Yang jelas, hari-hari tenang untuk para penggemar Apple tampaknya telah berakhir.