Sumber foto: iStock

Internet Satelit Cuma Rp1 Jutaan? Ini Jurus Starlink Hadapi Penurunan Pelanggan dan Ancaman Boikot

Tanggal: 25 Mei 2025 01:20 wib.
Starlink, layanan internet satelit besutan SpaceX yang dipimpin Elon Musk, kembali membuat gebrakan strategis demi memperluas jangkauan dan memperkuat basis pelanggannya. Di tengah tekanan bisnis dan gejolak politik yang menyertai berbagai lini usaha milik Musk, Starlink meluncurkan paket internet murah yang dinamakan 'residential lite'.

Program ini pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 2025 di 15 negara bagian Amerika Serikat (AS). Seiring waktu, cakupan layanannya diperluas dan kini telah menjangkau lebih dari 30 negara bagian, termasuk wilayah terpencil seperti Alaska, serta beberapa bagian dari California, Texas, dan New England.

Paket ini dirancang sebagai alternatif lebih terjangkau dibandingkan paket standar Starlink, yang sebelumnya menjadi satu-satunya pilihan pelanggan rumahan. Pengguna yang ingin mengetahui apakah wilayah tempat tinggal mereka sudah tercakup dalam program ini dapat mengakses informasi tersebut melalui situs resmi Starlink. Namun sayangnya, hingga kini paket 'residential lite' belum tersedia di luar Amerika Serikat, termasuk Indonesia.

Belum diketahui secara pasti apakah program ini akan diperluas secara global atau hanya akan difokuskan untuk pasar AS saja. Jika melihat tren pengembangan Starlink selama ini, tidak menutup kemungkinan bahwa paket versi murah ini akan masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Namun, keputusan akhir tentu bergantung pada strategi bisnis jangka panjang SpaceX dan respons pasar domestik di AS.

Dari segi harga, paket 'residential lite' dibanderol sebesar US$80 per bulan, setara dengan sekitar Rp1,3 juta. Bandingkan dengan paket reguler 'residential' di AS yang mematok tarif US$120 per bulan, atau sekitar Rp1,9 juta. Meskipun lebih murah, layanan versi lite ini tetap menawarkan akses data tanpa batas (unlimited). Perbedaan utamanya terletak pada kecepatan internet, yang hanya dibatasi pada rentang 50 hingga 100 Mbps. Selain itu, pengguna paket ini juga lebih berisiko mengalami penurunan kecepatan saat jam sibuk atau ketika trafik tinggi.

Menariknya, di Indonesia sendiri harga paket 'residential' Starlink justru lebih terjangkau dibandingkan harga di AS. Berdasarkan informasi dari laman resmi Starlink Indonesia per tanggal 20 Mei 2025, paket reguler dibanderol hanya Rp750.000 per bulan. Ini menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen di Tanah Air, meskipun layanan versi lite belum tersedia.

Langkah Starlink meluncurkan paket internet satelit murah diyakini sebagai respons terhadap lambatnya pertumbuhan pengguna di AS sepanjang 2024. Menurut laporan PCMag, Starlink hanya mencatat peningkatan kecil dalam jumlah pelanggan. Dalam laporan resmi SpaceX ke FCC pada Agustus 2024, disebutkan bahwa jumlah pelanggan Starlink di AS mencapai 1,4 juta orang, hanya meningkat tipis dari 1,3 juta pengguna yang tercatat pada Desember 2023.

Stagnasi ini cukup mengejutkan, mengingat selama beberapa tahun sebelumnya Starlink mengalami pertumbuhan yang relatif pesat. Paket 'residential lite' pun diyakini sebagai salah satu strategi baru untuk mendorong kembali penetrasi layanan internet satelit ke lebih banyak rumah tangga, terutama mereka yang tinggal di daerah terpencil atau sulit dijangkau jaringan fiber optik.

Namun, tantangan yang dihadapi Starlink tidak hanya bersifat teknis atau pasar semata. Krisis reputasi juga mulai melanda bisnis-bisnis Elon Musk dalam beberapa waktu terakhir, menyusul sejumlah pernyataan dan tindakan politik kontroversial yang ia buat. Tesla, misalnya, mulai mengalami aksi boikot global, terutama di Eropa dan sebagian wilayah Amerika.

Imbas dari tekanan terhadap Elon Musk juga dirasakan oleh Starlink. Dalam laporan The Guardian yang dirilis belum lama ini, sejumlah konsumen di Inggris dikabarkan mulai mempertimbangkan untuk beralih dari layanan Starlink ke penyedia lain. Meskipun belum signifikan, sinyal ini menunjukkan bahwa loyalitas konsumen terhadap Starlink mulai tergerus, terutama oleh faktor di luar aspek teknis seperti performa jaringan atau harga layanan.

Dengan kondisi seperti ini, peluncuran paket murah seperti 'residential lite' tampaknya menjadi upaya konkret untuk menjaga daya saing dan persepsi publik, sekaligus membuka peluang penetrasi pasar yang lebih luas. SpaceX seolah ingin membuktikan bahwa mereka tetap bisa memberi solusi internet berkualitas dengan harga yang lebih ramah kantong, meskipun kontroversi belum sepenuhnya reda.

Bagi masyarakat Indonesia dan negara berkembang lainnya, kehadiran Starlink versi murah tentu sangat dinantikan. Mengingat kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, layanan internet satelit dapat menjadi solusi nyata untuk menjembatani kesenjangan akses digital. Namun, untuk saat ini, masyarakat masih harus bersabar menunggu kemungkinan paket ini dirilis secara global.

Dengan dinamika pasar yang terus berubah dan tekanan yang datang dari berbagai arah, akankah strategi ‘murah meriah’ ini cukup untuk mengembalikan laju pertumbuhan Starlink dan memperbaiki citra Elon Musk di mata dunia? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved