Sumber foto: ExtremeTech

Intel Tunjuk Lip-Bu Tan sebagai CEO, Mampukah Bangkit dari Keterpurukan?

Tanggal: 15 Mar 2025 13:43 wib.
Tampang.com | Kejayaan Intel sebagai penguasa dalam industri chip dunia kini menghadapi tantangan besar. Raksasa teknologi yang berpangkalan di Santa Clara, Amerika Serikat ini sedang berjuang dengan keras menghadapi persaingan yang semakin ketat dari perusahaan-perusahaan lain yang lebih dulu merintis pengembangan chip berbasis kecerdasan buatan, seperti Nvidia dan AMD. Dalam situasi yang cukup mengkhawatirkan ini, Intel mengalami kemerosotan kinerja yang signifikan di pasar.

Pada Desember 2024, dewan komisaris Intel mengambil langkah tegas dengan memberhentikan Pat Gelsinger sebagai CEO. Keputusan ini terpaksa diambil karena dianggap gagal dalam memulihkan kinerja perusahaan yang semakin memburuk. Di bawah kepemimpinan Gelsinger, yang bertahan selama empat tahun, Intel tidak mampu kembali ke jalur pertumbuhan yang diharapkan.

Di tengah keadaan darurat ini, Intel menunjuk Lip-Bu Tan sebagai CEO baru. Tan dikenal memiliki rekam jejak yang mengesankan di industri teknologi, dan kini ia dihadapkan pada tugas berat untuk memulihkan perusahaan yang sedang terpuruk. Tan memiliki sejumlah keunggulan yang dapat menjadi kunci keberhasilannya di Intel. Hampir semua mantan dan calon klien dari Intel sudah mengenalnya, dan sebagian besar pernah bekerja sama dengannya dalam berbagai proyek.

Dilansir dari Reuters pada hari Jumat, 14 Maret 2025, Tan memiliki jaringan yang luas dalam industri, terutama dengan para pemimpin perusahaan chip AI, termasuk Lisa Su dari AMD dan Jensen Huang dari Nvidia. Dengan keterhubungan ini, Tan diharapkan mampu menjawab tantangan yang dihadapi Intel, sambil mendapatkan perhatian dari banyak pihak, terutama dari Presiden AS, Donald Trump, yang mempunyai kepentingan untuk melihat Intel bangkit kembali.

Seorang analis independen, Jack Gold, menegaskan bahwa kemampuan Tan untuk memanfaatkan pengalamannya dalam industri sekaligus mengembangkan koneksinya dapat menjadi kunci dalam mendorong pertumbuhan Intel. Dia juga berharap dewan komisaris memberikan kebebasan yang cukup untuk Tan dalam melaksanakan perubahan yang diperlukan. Ketertarikan pasar terlihat dari lonjakan saham Intel yang meningkat lebih dari 10% sebelum jam perdagangan dibuka pada tanggal 13 Maret.

Di usia 65 tahun, Tan dikenal sebagai sosok visioner dengan kemampuan unik dalam mengubah perusahaan-perusahaan kecil menjadi entitas besar. Lahir di Malaysia dan dibesarkan di Singapura, Tan kini menjadi Warga Negara AS setelah menyelesaikan pendidikan di Massachusetts Institute of Technology (MIT), di mana ia mengambil jurusan nuklir. Setelah menuntaskan studinya, Tan memindahkan fokusnya ke California, di mana ia mendirikan firma modal ventura, Walden International, pada tahun 1987.

Tan memiliki keyakinan bahwa startup berskala kecil yang memiliki ide-ide inovatif dalam desain chip bisa bersaing melawan perusahaan-perusahaan besar. Dengan semangat ini, ia berinvestasi secara besar-besaran ke ratusan startup, salah satunya adalah Annapurna Labs. Startup ini kemudian diakuisisi oleh Amazon dengan nilai mencapai US$370 juta. Amazon menyebut Annapurna sebagai pusat pengembangan chip internal mereka, bahkan mengonfirmasi bahwa mereka kini lebih banyak menggunakan chip buatan Annapurna dibandingkan dengan produk Intel.

Investasi strategis lainnya yang dilakukan Tan adalah melalui Nuvia, perusahaan yang dibeli oleh Qualcomm senilai US$1,4 miliar pada tahun 2021. Nuvia kini menjadi salah satu kekuatan yang penting bagi Qualcomm di pasar chip laptop dan PC. Tan juga tetap terlibat aktif dengan startup-startup yang ia danai, dan bisa jadi beberapa di antaranya berpotensi menjadi kompetitor atau target akuisisi di masa yang akan datang.

Sebagai contoh, baru-baru ini Tan menginvestasikan dana ke startup Celestial AI yang didukung oleh AMD, yang merupakan salah satu rival utama Intel. Dalam perannya yang multifaset sebagai investor dan CEO, Tan dikenal cepat dalam mendeteksi tren besar yang dapat mengubah lanskap industri chip dalam waktu dekat.

Selama periode 2009 hingga 2021, Tan menjabat sebagai CEO Cadence Design Systems, sebuah perusahaan perancang software chip. Selama masa kepemimpinannya, Tan membawa Cadence untuk berfokus pada penyediaan software serta menjalin kemitraan yang erat dengan perusahaan-perusahaan besar seperti TSMC. Di bawah arahan Tan, saham Cadence mengalami kenaikan yang luar biasa hingga 3.200%. Cadence juga berhasil menjadikan Apple sebagai klien utama mereka ketika perusahaan tersebut beralih dari penyedia chip seperti Intel untuk mengembangkan chip secara mandiri.

Tool yang dikembangkan Cadence menjadi pilihan banyak perusahaan chip terkemuka seperti Broadcom, yang membantu perusahaan besar seperti Google dan Amazon dalam merancang chip AI mereka sendiri dengan dukungan dari TSMC. Menurut Karl Freund, seorang analis di Cambrian AI Research, Tan berhasil mengarahkan Cadence untuk fokus pada aspek-aspek yang tepat yang menjadikan perusahaan itu sukses di pasar.

Menghadai masa mendatang, tantangan terbesar bagi Tan adalah mengembalikan kejayaan Intel yang telah memudar. Dengan pengalamannya yang luas dan koneksi yang telah dibangun selama bertahun-tahun, Tan berusaha memimpin Intel dalam menghadapi era baru yang didominasi oleh kecerdasan buatan dan teknologi mutakhir lainnya. Langkah-langkah strategis yang diambilnya akan menjadi penentu bagi nasib perusahaan ini di masa depan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved