Hoaks Merajalela, Polarisasi Tajam! Literasi Digital Kita Gagal Total?
Tanggal: 12 Mei 2025 22:24 wib.
Tampang.com | Dalam beberapa tahun terakhir, media sosial di Indonesia menjadi lahan subur bagi penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan polarisasi politik. Meski program literasi digital gencar dikampanyekan, kenyataannya tren disinformasi tetap meningkat, bahkan menjelang tahun politik.
Masyarakat semakin terbelah, informasi semakin tak bisa dipercaya. Lantas, di mana letak kesalahan program literasi digital kita?
Serbuan Hoaks Tak Terbendung
Studi dari Mafindo menunjukkan bahwa pada kuartal pertama 2025, lebih dari 1.400 hoaks beredar luas di platform seperti WhatsApp, TikTok, dan Facebook. Isinya pun beragam: mulai dari isu politik, kesehatan, hingga kebencian terhadap kelompok tertentu.
“Algoritma media sosial memperkuat bias pengguna, bukan kebenaran. Ini yang membuat hoaks lebih mudah menyebar daripada fakta,” kata Irna Wulandari, peneliti komunikasi digital.
Menurutnya, kecepatan dan kemudahan berbagi informasi tidak dibarengi dengan kesadaran kritis untuk memverifikasi konten.
Program Literasi Digital: Gencar Tapi Dangkal
Sejak 2020, pemerintah melalui Kominfo menggulirkan program literasi digital nasional. Namun sebagian besar diisi dengan pelatihan teknis dasar atau seminar satu arah, tanpa pendekatan interaktif yang mampu mengubah perilaku digital secara nyata.
“Yang dibutuhkan bukan hanya tahu cara menggunakan internet, tapi bagaimana berpikir kritis saat berada di dunia digital,” tambah Irna.
Minimnya kolaborasi dengan komunitas lokal dan pelajar juga jadi alasan utama mengapa program ini tak menyentuh lapisan masyarakat yang paling rentan terhadap hoaks.
Perlu Perubahan Strategi: Edukasi yang Membumi
Para ahli menyarankan pendekatan baru, antara lain:
Literasi digital berbasis komunitas dan lokalitas
Menggabungkan edukasi media dengan pendidikan karakter
Mendorong platform media sosial untuk ikut bertanggung jawab menyaring konten
Kolaborasi antara pemerintah, NGO, guru, dan tokoh masyarakat
Digital Tidak Netral, Kita Harus Lebih Cerdas
Di era algoritma, netralitas digital adalah ilusi. Tanpa kemampuan berpikir kritis dan etika digital yang kuat, masyarakat hanya akan menjadi korban sistem yang mereka tidak pahami. Literasi digital bukan sekadar kampanye, tapi kebutuhan mendesak demi keberlangsungan demokrasi dan keutuhan sosial.