Gunung Es Terbesar Dunia Mulai Hancur: Misteri Ribuan Pulau Es dan Dampaknya pada Satwa Liar
Tanggal: 27 Mei 2025 22:31 wib.
Foto-foto satelit terbaru mengungkap fakta mengejutkan di kutub selatan. Gunung es terbesar di dunia, A23a, kini mulai hancur dan pecah menjadi ribuan pulau es kecil yang menyebar di lautan. Fenomena ini menandai babak baru dalam kisah dramatis gunung es raksasa yang telah mengarungi samudra selama puluhan tahun.
Menurut laporan dari LiveScience, gunung es A23a diperkirakan akan membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun untuk sepenuhnya punah jika proses kehancuran ini terus berlangsung. Dengan luas permukaan mencapai 3.100 kilometer persegi, A23a dulunya adalah bongkahan es raksasa yang terlepas dari Lapisan Es Filchner-Ronne pada tahun 1986. Namun, pergerakannya sempat terhenti selama beberapa dekade karena bagian bawahnya tersangkut di dasar laut.
Baru pada Januari 2023, A23a mulai bergerak menjauh dari daratan Antartika, memulai kembali perjalanannya setelah puluhan tahun terperangkap. Selama periode tersebut, gunung es ini berkali-kali menyandang gelar sebagai yang terbesar di dunia. Bahkan, pada Juni 2023, A23a kembali dinobatkan sebagai gunung es terbesar yang ada.
Namun, perjalanannya tak mulus. Awal tahun 2024, A23a kembali terperangkap dalam pusaran laut raksasa dan berputar-putar di tempatnya selama beberapa bulan. Baru pada Desember 2024, ia berhasil keluar dari belenggu arus laut dan bergerak menuju utara melalui Lintasan Drake. Jalur ini dikenal sebagai "kuburan gunung es", tempat di mana bongkahan es Antartika raksasa akhirnya melebur karena tekanan suhu dan arus laut yang kuat.
Masuk ke awal 2025, gunung es A23a tampak bergerak ke arah Georgia Selatan di Laut Scotia. Pada Maret 2025, A23a menghantam dasar laut sekitar 100 kilometer dari pantai barat daya pulau itu dan kembali terjebak. Ini menjadi kali ketiga, dan kemungkinan terakhir, A23a tersangkut dalam perjalanannya.
Gambar dari satelit Aqua milik NASA menunjukkan sisi utara A23a mulai terpecah, memunculkan ribuan puing-puing kecil yang terlihat seperti bintang-bintang di langit malam. Gunung-gunung es mini itu, meski jauh lebih kecil dari A23a, tetap menyimpan potensi bahaya bagi kapal yang melintas karena ukurannya sulit diprediksi.
Dari sekian banyak bongkahan es yang terlepas, yang terbesar diberi nama A23c dengan luas sekitar 130 kilometer persegi. Puing ini saat ini bergerak ke arah selatan. Menurut NASA, sejak A23a kembali terperangkap pada Maret 2025, luas permukaannya telah menyusut sekitar 520 kilometer persegi. Jika laju kehancuran ini terus berlangsung, para ilmuwan memperkirakan gunung es tersebut bisa benar-benar menghilang dalam beberapa tahun ke depan.
Per 16 Mei 2025, ukuran A23a hanya berbeda sedikit dari gunung es terbesar berikutnya, D15A, yang menunjukkan bahwa mahkota gunung es terbesar dunia bisa segera berpindah tangan.
Namun, bukan hanya ukurannya yang menjadi perhatian. Dampak ekologis dari keberadaan gunung es raksasa ini juga menimbulkan kekhawatiran. Georgia Selatan sendiri adalah wilayah tak berpenghuni yang hanya dikunjungi oleh sejumlah peneliti setiap tahunnya. Tapi wilayah ini merupakan rumah bagi berbagai satwa liar penting, termasuk anjing laut, burung laut, dan koloni besar penguin yang diperkirakan berjumlah 2 juta ekor menurut BirdLife International.
Keberadaan gunung es besar di dekat wilayah ini dapat mengganggu pola migrasi dan perburuan makanan hewan-hewan tersebut. Misalnya, penguin mungkin harus berenang ratusan mil lebih jauh hanya untuk menemukan sumber makanan, tergantung dari posisi gunung es tersebut. Selain itu, lelehan dari gunung es juga berpotensi mengubah suhu serta kadar garam di perairan sekitarnya, yang berdampak pada keseimbangan ekosistem laut.
Namun, beberapa peneliti juga melihat sisi positif dari fenomena ini. Lelehan es dipercaya dapat membawa nutrisi penting yang menyuburkan lautan dan mendukung pertumbuhan plankton, yang menjadi fondasi rantai makanan laut.
Kasus seperti ini bukan yang pertama bagi Georgia Selatan. Pada tahun 2020, gunung es besar lainnya, A68, sempat terjebak di dekat pulau tersebut dan menimbulkan kekhawatiran terhadap koloni penguin. Untungnya, A68 dengan cepat pecah akibat arus laut dan meleleh sebelum sempat menyebabkan kerusakan ekologis besar.
Fenomena pecahnya gunung es A23a kembali mengingatkan dunia akan dampak perubahan iklim akibat ulah manusia. Pemanasan global telah mempercepat mencairnya lapisan es di Antartika. Para ilmuwan memprediksi bahwa dalam dekade-dekade mendatang, akan semakin banyak gunung es raksasa yang bergerak melintasi perairan Georgia Selatan dan wilayah sekitarnya.
Hancurnya A23a adalah cerminan dari perubahan besar yang sedang berlangsung di planet ini. Tidak hanya menjadi tontonan visual menakjubkan dari luar angkasa, gunung es yang runtuh ini juga menjadi pengingat bahwa setiap bongkahan yang mencair membawa dampak besar bagi bumi dan kehidupan di dalamnya.