Sumber foto: Cnbcindonesia.com

Google Menyerah, Mesin Uang Terbesarnya Bakal Dijual

Tanggal: 19 Sep 2024 21:02 wib.
Alphabet (Google) akhirnya menyerah menghadapi tekanan dari Uni Eropa terkait kasus anti-monopoli. Raksasa mesin pencari itu dilaporkan telah menawarkan unit bisnis marketplace iklan AdX. Namun, menurut sumber dalam, para publisher iklan di Eropa menolak proposal tersebut. Mereka menilai rencana Google yang hanya menjual AdX tak menyelesaikan masalah.

Sebagai informasi, bisnis teknologi iklan Google memicu perhatian regulator UE sejak tahun lalu. Hal ini menyusul keluhan dari Dewan Publisher Eropa yang menyoroti model bisnis iklan Google.

Komisi Eropa menuduh Google melancarkan berbagai upaya untuk mempertahankan dominasinya di industri iklan digital. Ini merupakan kasus keempat yang diajukan Komisi Eropa ke Google.

Sebelumnya, Google tak pernah menawarkan penjualan aset bisnisnya saat menghadapi kasus anti-monopoli, menurut tiga pengacara yang terlibat dalam kasus ini. Selain di Eropa, Google juga menghadapi kasus serupa di AS dan tengah diadili. Regulator AS juga mendesak Google menjual produk Ad Manager yang berisi AdX, serta server iklan publisher Google yang dikenal sebagai DFP.

Publisher menolak proposal Google karena mereka ingin divestasi tak hanya pada marketplace AdX. Sebab, dominasi Google disebut terjadi pada setiap level pasokan suplai teknologi iklan.

"Seperti yang kami katakan sebelumnya, kasus yang dilayangkan Komisi Eropa tentang produk iklan pihak ketiga kami merupakan interpretasi yang keliru di sektor teknologi iklan. Industri ini sangat kompetitif dan terus berevolusi. Kami ingin tetap berkomitmen di bisnis ini," kata juru bicara Google, dikutip dari Reuters, Kamis (19/9/2024).

AdX atau Ad Exchange adalah marketplace yang memungkinkan publisher membuat ruang iklan (ad space) untuk dibeli para pengiklan secara real-time.

Pada tahun lalu, chief anti-monopoli Uni Eropa Margrethe Vestager mengusulkan Google melakukan divestasi terhadap tool DFP dan ADx untuk menyelesaikan konflik kepentingan yang terjadi.

Namun, Komisi Eropa sepertinya tak akan memaksa Google melakukan divestasi, melainkan hanya meminta raksasa teknologi tersebut menghentikan praktek anti-kompetisinya secara menyeluruh.

Mereka mengatakan perintah divestasi bisa terjadi setelahnya ketika Google gagal memperbaiki kebijakan perusahaan untuk memonopoli industri iklan.

Pada 2023 lalu, pendapatan Google dari iklan, termasuk dari layanan mesin pencari, Gmail, Google Play, Google Maps, YouTube, Google Ad Manager, AdMob, dan AdSense secara total bernilai US$ 237,85 miliar (Rp 3.633 triliun) atau berkontribusi terhadap 77% total pendapatan.

Google merupakan platform iklan digital paling besar dan berkuasa di dunia. Meskipun demikian, dominasinya dalam industri ini menimbulkan keprihatinan atas praktik anti-kompetitif yang merugikan para pihak terkait.

Pada bulan lalu, Komisi Eropa mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima laporan antitrust terbaru tentang Google. Keluhan tersebut merupakan bagian dari perhatian yang terus meningkat terhadap praktik bisnis Google dalam industri iklan digital.

Seiring dengan perkembangan ini, para pesaing Google di Eropa juga terus menyuarakan keprihatinan mereka terhadap dominasi perusahaan tersebut. Mereka menekankan bahwa upaya untuk memerangi praktik anti-kompetitif dan mengembangkan lingkungan bisnis yang adil di industri iklan digital sangat penting untuk mendukung persaingan yang sehat.

Selain itu, beberapa regulator di negara-negara lain juga telah mengintensifkan langkah-langkah pengawasan terhadap Google dan perusahaan teknologi besar lainnya guna mencegah penyalahgunaan dominasi pasar yang dapat merugikan bagi pesaing, termasuk publisher dan pengiklan.

Sementara itu, di tengah tekanan yang meningkat dari berbagai pihak terkait, Google terus menggunakan argumen bahwa industri iklan digital merupakan lingkungan yang sangat kompetitif dan terus berkembang, yang menurut mereka, membutuhkan kebebasan untuk terus berinovasi dan berkompetisi secara sehat.

Namun, untuk menanggapi kekhawatiran yang semakin luas terhadap dominasinya dalam industri iklan digital, Google dituntut untuk berkomitmen kepada langkah-langkah yang transparan dalam menjaga prinsip persaingan yang sehat dan adil, tanpa menekan atau mengeksploitasi pihak-pihak terkait.

Berdasarkan laporan keuangan terbaru, dampak dari kasus anti-monopoli ini juga mulai terlihat pada kinerja keuangan Google. Saham Alphabet (GOOGL), perusahaan induk Google, mengalami fluktuasi yang signifikan dan para analis pasar mulai memperhatikan potensi pengaruhnya terhadap nilai brand Google dalam jangka panjang.

Dalam menghadapi situasi ini, Google pun diharapkan dapat memberikan transparansi yang lebih besar terkait dengan rencana dan langkah-langkah yang akan diambil sebagai respons terhadap tekanan dari Uni Eropa dan pihak-pihak terkait lainnya. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta kejelasan dan kepercayaan yang lebih besar di kalangan investor dan pihak-pihak terkait yang dapat memberikan arah positif bagi perbaikan situasi ini.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved