Gletser Dunia Terancam Punah Selamanya: Akankah Bumi Kehilangan Cadangan Air Pegunungan untuk Selamanya?
Tanggal: 25 Mei 2025 21:35 wib.
Sebuah studi ilmiah terbaru membawa kabar yang mencemaskan bagi masa depan planet ini. Para ilmuwan menyimpulkan bahwa gletser gunung di seluruh dunia kemungkinan besar tidak akan pernah pulih kembali, bahkan jika suhu global berhasil diturunkan ke batas aman yang telah disepakati dalam perjanjian iklim. Artinya, meskipun manusia berhasil mengendalikan pemanasan global di masa depan, kerusakan pada gletser telah mencapai titik yang tidak bisa dipulihkan selama berabad-abad.
Penelitian ini dipimpin oleh para ilmuwan dari Universitas Bristol di Inggris dan Universitas Innsbruck di Austria. Mereka melakukan simulasi global pertama yang memproyeksikan perubahan kondisi gletser hingga tahun 2500. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal ilmiah bergengsi Nature Climate Change, dan menjadi sorotan dalam diskusi perubahan iklim global.
Simulasi dalam penelitian ini didasarkan pada skenario overshoot, yaitu sebuah kondisi di mana suhu Bumi melampaui ambang batas 1,5 derajat Celsius yang disepakati dalam Perjanjian Paris. Dalam beberapa skenario, suhu bahkan naik hingga 3 derajat Celsius sebelum akhirnya mulai menurun kembali ke tingkat yang lebih aman.
Sayangnya, hasil dari simulasi tersebut menunjukkan bahwa begitu ambang batas suhu terlewati, gletser akan mengalami kerugian massa yang jauh lebih besar daripada jika suhu global tidak pernah melebihi batas tersebut. Gletser diperkirakan bisa kehilangan hingga 16% lebih banyak massa akibat skenario overshoot, dibandingkan dengan jika suhu dijaga tetap di bawah 1,5 derajat Celsius.
Kehilangan massa es dari gletser ini bukan hanya menjadi simbol mencairnya salah satu keajaiban alam Bumi, namun juga membawa dampak nyata yang mengkhawatirkan. Salah satu dampak utamanya adalah naiknya permukaan air laut secara global, serta berkurangnya pasokan air bersih di banyak daerah pegunungan.
“Banyak orang bertanya-tanya apakah gletser bisa tumbuh kembali setelah mencair. Temuan kami menunjukkan bahwa jawabannya adalah tidak, setidaknya tidak dalam waktu dekat,” kata Dr. Fabien Maussion, salah satu peneliti utama dari Universitas Bristol, dikutip dari ScienceDaily pada Kamis, 22 Mei 2025.
Menurut perhitungan para peneliti, hingga tahun 2200 mendatang, kehilangan massa gletser akibat fenomena overshoot bisa mencapai 16% lebih banyak dibandingkan jika pemanasan global tidak melewati ambang batas. Bahkan pada tahun 2500, angka kehilangan tersebut masih berada di kisaran 11% lebih banyak. Dan ini belum termasuk kerusakan permanen sekitar 35% massa gletser yang diperkirakan akan hilang meskipun dunia berhasil menstabilkan suhu di angka 1,5 derajat Celsius.
Untuk menghasilkan simulasi ini, para ilmuwan menggunakan model sumber terbuka guna memproyeksikan evolusi gletser secara global, serta mengombinasikannya dengan proyeksi iklim dari Universitas Bern di Swiss. Hasilnya menunjukkan gambaran masa depan yang sangat mengkhawatirkan.
Lilian Schuster, peneliti dari Universitas Innsbruck yang turut terlibat dalam studi ini, menambahkan bahwa gletser di beberapa wilayah seperti Pegunungan Alpen, Himalaya, dan Pegunungan Andes Tropis kemungkinan besar tidak akan mengalami pemulihan dalam beberapa generasi ke depan. Ia menyatakan bahwa peluang untuk bisa melihat gletser kembali tumbuh baru akan terbuka sekitar tahun 2500 — dan itupun jika upaya mitigasi iklim berjalan dengan sangat baik.
Lebih jauh lagi, mencairnya gletser juga akan memberikan efek domino terhadap ketersediaan air bersih, terutama selama musim-musim kering. Fenomena yang dikenal sebagai peak water — saat aliran air dari gletser mencapai puncaknya — akan segera digantikan dengan trough water, yaitu saat cadangan es menipis dan aliran air menjadi sangat terbatas.
“Semakin lama kita menunda pengurangan emisi karbon, maka semakin besar beban yang akan kita wariskan kepada generasi berikutnya,” ujar Schuster dengan nada peringatan.
Penemuan ini mempertegas betapa gentingnya situasi perubahan iklim saat ini. Dunia tidak hanya sedang menghadapi risiko naiknya suhu global, tetapi juga kehilangan salah satu sumber daya alam yang krusial untuk kehidupan manusia: gletser.
Kehilangan gletser berarti kehilangan pasokan air bagi jutaan orang yang tinggal di wilayah pegunungan. Selain itu, pencairan gletser turut mempercepat kenaikan permukaan laut yang mengancam wilayah pesisir di seluruh dunia. Dalam jangka panjang, efek dari pencairan ini bisa mengganggu keseimbangan ekosistem, memicu migrasi besar-besaran, serta memperburuk ketimpangan sumber daya antarnegara.
Maka dari itu, temuan ini menjadi panggilan darurat bagi para pembuat kebijakan, pelaku industri, serta masyarakat global untuk bertindak cepat dan tegas. Upaya mengurangi emisi karbon tidak bisa lagi ditunda, jika kita tidak ingin mewariskan planet yang tak lagi layak huni kepada anak cucu kita.