Sumber foto: iStock

Gen Z Mulai Tinggalkan Smartphone: Fenomena 'Ponsel Bodoh' yang Kembali Naik Daun

Tanggal: 17 Jun 2025 15:57 wib.
Di tengah kemajuan teknologi yang menghadirkan smartphone canggih dengan fitur super lengkap, muncul tren mengejutkan dari kalangan anak muda, khususnya Generasi Z. Alih-alih terus terpaku pada layar sentuh yang adiktif, kini sebagian dari mereka justru beralih ke ponsel jadul atau feature phone yang minim fitur bahkan tanpa koneksi internet.

Fenomena ini bukan sekadar nostalgia, melainkan bentuk protes diam-diam terhadap kecanduan digital yang kian meresahkan. Tren ini semakin terasa gaungnya di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, seiring meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental dan keseimbangan hidup.


"Capek Sama Layar": Gen Z dan Pilihan Anti-Mainstream

Menurut Jose Briones, seorang influencer yang dikenal sebagai penggerak gaya hidup digital minimalis dan pengguna aktif dumb phone (istilah lain untuk feature phone), banyak anak muda saat ini mulai merasakan kejenuhan terhadap smartphone. “Saya rasa kita bisa melihat kecenderungan ini di kalangan Gen Z. Mereka mulai lelah dengan interaksi yang berlebihan dengan layar,” ujarnya dalam wawancara dengan CNBC International.

Dumb phone, yang dulunya dianggap kuno, kini kembali mendapat tempat istimewa di kalangan pengguna muda. Mereka melihat ponsel jenis ini sebagai solusi untuk mengurangi distraksi digital, meningkatkan fokus, dan membangun kembali koneksi sosial yang lebih nyata.


Kebangkitan Feature Phone di Tengah Dunia yang Super Digital

Di Amerika Serikat, tren ini mulai terlihat jelas dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu yang paling diuntungkan adalah HMD Global, perusahaan pemegang merek legendaris Nokia. Mereka memproduksi ulang berbagai tipe ponsel klasik yang sempat mendominasi pasar pada awal 2000-an, seperti Nokia 3310 dan 8210. Penjualan mereka melonjak drastis, bahkan mencapai puluhan ribu unit per bulan pada tahun 2022, ketika pasar smartphone global justru mengalami perlambatan.

Namun, Amerika bukanlah pasar utama dari ponsel jadul ini. Berdasarkan data dari Counterpoint Research, sekitar 80% penjualan feature phone justru berasal dari negara-negara berkembang seperti India, wilayah Afrika, dan Timur Tengah. Di kawasan tersebut, selain sebagai gaya hidup, feature phone juga masih menjadi alternatif utama karena harga yang lebih terjangkau dan daya tahan baterai yang lebih lama.


Pasar Smartphone Indonesia: Bangkit, Tapi Tidak untuk Semua Segmen

Sementara itu, di Indonesia, pasar smartphone mengalami kebangkitan yang signifikan pada tahun 2024, setelah sebelumnya sempat lesu akibat daya beli yang menurun. Data dari Worldwide Quarterly Mobile Phone Tracker milik IDC menunjukkan bahwa pengiriman smartphone di Indonesia tumbuh sebesar 15,5% secara tahunan, dengan total mencapai hampir 40 juta unit.

Namun, yang menarik, pertumbuhan ini tidak terjadi merata di semua segmen harga. Kelas ponsel ultra low-end, yaitu di bawah Rp 1,6 juta, menjadi motor utama pertumbuhan, didominasi oleh merek seperti Transsion. Ini menunjukkan bahwa konsumen Indonesia masih sangat mempertimbangkan aspek harga, dan cenderung memilih perangkat fungsional yang terjangkau.

Selain itu, segmen ponsel kelas menengah (Rp 3,2 juta - Rp 9,8 juta) juga mengalami lonjakan besar hingga 24,9% dibanding tahun sebelumnya, dengan OPPO menjadi salah satu merek paling dominan. Peningkatan ini bisa dikaitkan dengan semakin banyaknya model baru yang menawarkan spesifikasi tinggi dengan harga lebih rasional.


Smartphone Premium Mulai Kehilangan Daya Tarik

Di sisi lain, pasar smartphone premium dengan harga di atas Rp 10 juta justru mengalami penurunan sebesar 9,2%. Salah satu penyebab utamanya adalah larangan penjualan iPhone 16 pada kuartal akhir tahun 2024, yang berdampak langsung terhadap penjualan di segmen atas. Selain faktor regulasi, perubahan preferensi konsumen yang kini lebih selektif juga turut berkontribusi pada tren penurunan ini.


Era 5G Semakin Terjangkau, Tapi Apakah Menjawab Kebutuhan?

Meski pasar smartphone mewah menurun, minat terhadap ponsel 5G justru meningkat signifikan. Pangsa pasar perangkat dengan dukungan jaringan generasi kelima ini naik dari 17,1% menjadi 25,8% sepanjang tahun 2024. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh peluncuran berbagai model baru dari vendor-vendor besar dengan harga yang lebih kompetitif.

Namun, peningkatan akses 5G tidak otomatis menjawab kebutuhan konsumen yang ingin mengurangi ketergantungan terhadap internet dan media sosial. Inilah mengapa sebagian Gen Z memilih kembali ke ponsel sederhana, yang menawarkan kebebasan dari notifikasi dan interupsi digital yang terus-menerus.


Beralih ke Ponsel Jadul: Tren Sementara atau Masa Depan?

Apakah ini sekadar tren sesaat atau awal dari perubahan besar dalam cara kita berinteraksi dengan teknologi?

Bagi sebagian besar pengguna muda, dumb phone bukan hanya alat komunikasi, tapi juga bentuk pernyataan akan gaya hidup yang lebih tenang, fokus, dan sehat secara mental. Mereka tidak menolak teknologi, tapi menolak ketergantungan yang datang bersamanya. Dengan semakin banyaknya selebritas dan influencer yang mempromosikan gaya hidup tanpa smartphone, bisa jadi ponsel sederhana akan mendapat tempat baru dalam dunia digital yang semakin kompleks.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved