Gen Z Bosan dengan Smartphone? Inilah Alasan Mereka Beralih ke Ponsel Jadul dan Dampaknya bagi Industri Gadget
Tanggal: 30 Jun 2025 10:08 wib.
Di era digital saat ini, smartphone seakan menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tren baru yang cukup mengejutkan justru datang dari generasi muda, khususnya Generasi Z (Gen Z). Mereka mulai merasa jenuh dengan ketergantungan terhadap smartphone dan memilih untuk kembali ke ponsel jadul atau feature phone—yang hanya menyediakan fungsi dasar seperti telepon dan SMS.
Fenomena ini mencuat di Amerika Serikat dan mulai menarik perhatian global. Salah satu penggerak tren ini, Jose Briones, seorang influencer yang mempopulerkan penggunaan “dumb phone”, mengatakan bahwa banyak Gen Z kini bosan dengan layar smartphone yang menyita waktu dan perhatian mereka setiap hari.
“Kamu bisa melihat tren ini pada sebagian Gen Z – mereka jenuh dengan layar ponsel pintar,” ungkap Briones kepada CNBC International (28 Juni 2025).
Ponsel Jadul Jadi Tren Baru di Kalangan Gen Z
Perubahan gaya hidup ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk ‘detoks digital’, di mana para pengguna muda mulai mengurangi interaksi berlebihan dengan teknologi. Alih-alih terus terhubung dengan media sosial, notifikasi, dan aplikasi nonstop, mereka memilih ponsel klasik yang sederhana namun fungsional.
Tren ini mulai mencuat sejak beberapa tahun lalu dan memberikan keuntungan besar bagi HMD Global, pemilik lisensi merek Nokia, yang dikenal sebagai produsen feature phone terpopuler di awal tahun 2000-an.
Permintaan akan ponsel jadul ini meningkat pesat di Amerika Serikat. Penjualan feature phone dilaporkan mencapai puluhan ribu unit per bulan pada tahun 2022, sementara pasar smartphone global justru mengalami penurunan.
Dominasi Feature Phone di Negara Berkembang
Meskipun tren ini muncul di negara maju, sebenarnya pasar utama feature phone masih didominasi oleh wilayah seperti Timur Tengah, Afrika, dan India. Menurut laporan Counterpoint Research, pada tahun lalu, sekitar 80% pasar feature phone berasal dari negara-negara tersebut.
Di negara-negara ini, keterbatasan infrastruktur internet dan daya beli yang lebih rendah menjadi faktor utama tingginya permintaan terhadap ponsel sederhana.
Bagaimana dengan Pasar Smartphone Indonesia?
Di Indonesia, dinamika pasar ponsel mengalami naik turun dalam beberapa tahun terakhir. Laporan dari International Data Corporation (IDC) dalam “Worldwide Quarterly Mobile Phone Tracker” menunjukkan bahwa pengiriman unit smartphone di Indonesia menurun sebesar 14,3% pada tahun 2023, hanya mencapai 35 juta unit. Penyebab utamanya adalah penurunan daya beli masyarakat serta kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Namun, tahun 2024 menjadi titik balik positif bagi industri smartphone di Tanah Air. Pasar kembali tumbuh sebesar 15,5% secara tahunan (YoY), dengan total hampir 40 juta unit dikirimkan sepanjang tahun tersebut.
Segmen Kelas Menengah Jadi Penggerak Pertumbuhan
Pertumbuhan ini sebagian besar disumbang oleh segmen ultra low-end (harga di bawah Rp 1,6 juta) yang dipimpin oleh brand Transsion, serta segmen menengah (Rp 3,2 juta hingga Rp 9,8 juta) yang tumbuh signifikan sebesar 24,9% YoY, dengan OPPO memimpin kategori tersebut.
Namun, pasar smartphone premium (harga di atas Rp 10 juta) justru mengalami penurunan drastis sebesar 9,2%. Salah satu faktor utamanya adalah larangan penjualan iPhone 16 pada kuartal keempat 2024 yang berdampak besar pada performa pasar flagship.
Akses 5G Semakin Luas dan Terjangkau
Selain itu, penetrasi jaringan 5G di Indonesia juga menunjukkan kemajuan pesat. Pada 2024, pangsa pasar perangkat 5G meningkat menjadi 25,8%, naik dari 17,1% pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini didorong oleh peluncuran berbagai model 5G terbaru serta penawaran harga yang semakin bersahabat di kelas menengah.
Apakah Smartphone Akan Ditinggalkan?
Tren beralihnya Gen Z ke feature phone bukan berarti era smartphone akan segera berakhir. Namun, ini menjadi sinyal bahwa konsumen muda semakin selektif dalam menggunakan teknologi. Mereka mulai sadar bahwa terlalu lama menatap layar justru mengganggu keseimbangan hidup dan kesehatan mental.
Di sisi lain, industri ponsel pintar masih memiliki pasar yang besar, terutama di negara-negara dengan infrastruktur digital yang berkembang dan kelas menengah yang tumbuh. Akan tetapi, produsen harus lebih cermat membaca arah perubahan gaya hidup dan menawarkan produk yang tidak hanya canggih, tetapi juga ramah terhadap kesejahteraan digital.
Kesimpulan
Fenomena “balik ke ponsel jadul” yang terjadi di kalangan Gen Z adalah refleksi dari kejenuhan terhadap kompleksitas digital yang selama ini melekat pada smartphone. Mereka mulai mencari keseimbangan dan ketenangan, dan feature phone dianggap sebagai solusi.
Tren ini juga menjadi tantangan sekaligus peluang bagi industri ponsel untuk menyesuaikan produk dengan kebutuhan generasi yang lebih sadar digital, namun juga haus akan kesederhanaan.