Sumber foto: iStock

Gelombang Serangan Siber China: Jepang, Taiwan, hingga AS Jadi Korban

Tanggal: 9 Jan 2025 19:15 wib.
Banyak negara mengaku menjadi sasaran serangan siber yang dilakukan oleh China. Selain Amerika Serikat (AS) dan Taiwan, Jepang juga mengungkap dampak parah dari serangan yang diklaim berasal dari negara yang dipimpin oleh Xi Jinping.

Menurut laporan dari AP pada Kamis (9/1/2025), lebih dari 200 serangan siber yang terjadi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dikaitkan dengan kelompok peretas asal China yang dikenal dengan nama MirrorFace.

Menurut Lembaga Kepolisian Nasional Jepang, serangan yang diluncurkan oleh China bertujuan untuk mencuri data terkait keamanan nasional Jepang dan teknologi canggih di negara tersebut.

Grup MirrorFace disebut sebagai kelompok peretas yang didukung oleh pemerintah China. Mereka juga mengincar lembaga-lembaga yang terkait dengan Kementerian Luar Negeri dan Pertahanan Jepang.

Bahkan, lembaga antariksa dan tokoh-tokoh berpengaruh di dunia politik dan jurnalistik juga menjadi sasaran dari serangan hacker China ini. Selain itu, perusahaan swasta dan lembaga think tank yang terkait dengan teknologi juga tak luput dari upaya peretasan tersebut.

Banyak pakar yang sudah mengungkapkan keprihatinan terkait dengan kerentanan keamanan siber di Jepang, terutama ketika negara tersebut berupaya untuk meningkatkan kemampuan pertahanan dan bekerja sama dengan Amerika Serikat (AS).

Meskipun Jepang sudah mengambil langkah-langkah strategis untuk menghindari upaya peretasan, namun menurut para pakar, langkah tersebut masih belum cukup efektif.

MirrorFace menggunakan modus operandi dengan mengirimkan email yang berisi file malware untuk menyasar data-data komputer organisasi dan tokoh-tokoh tertentu. Tindakan ini marak dilakukan mulai dari Desember 2019 hingga Juli 2023. Mayoritas serangan tersebut dilakukan melalui alamat email Gmail dan Microsoft Outlook.

Selain menggunakan modus tersebut, para peretas juga menargetkan organisasi-organisasi Jepang di bidang penerbangan, semikonduktor, informasi, dan komunikasi mulai dari Februari hingga Oktober 2023 dengan cara mengeksploitasi kerentanan dalam jaringan pribadi virtual untuk mendapatkan akses tidak sah terhadap informasi.

Beberapa serangan juga terjadi pada Japan Aerospace and Exploration Agency (JAXA) yang mengalami serangan siber sejak tahun 2023. Pada tahun lalu, serangan siber juga melumpuhkan operasi di terminal pelabuhan di kota Nagoya selama 2 hari.

Bahkan, perusahaan maskapai penerbangan Jepang, Japan Airlines, juga menjadi korban serangan siber pada perayaan Natal yang menyebabkan penundaan dan pembatalan lebih dari 20 penerbangan domestik.

Tak hanya Jepang, Taiwan juga menjadi sasaran serangan siber dari China. Biro Keamanan Nasional Taiwan melaporkan bahwa pada tahun 2024, rata-rata terjadi 2,4 juta penyerangan dalam sehari dan mayoritas diklaim berasal dari pasukan siber China. Serangan tersebut umumnya menargetkan layanan telekomunikasi, infrastruktur transportasi, serta pertahanan.

Sementara itu, Amerika Serikat (AS) juga mengalami serangan siber masif dari China pada akhir tahun 2024. Serangan tersebut tidak hanya mengincar perusahaan telekomunikasi, tetapi juga vendor keamanan seperti Fortinet dan jaringan perusahaan lainnya.

Temuan baru tentang skala penyerangan hacker China terhadap sistem telekomunikasi AS menimbulkan kekhawatiran baru terhadap pertahanan keamanan siber di AS, baik di sisi pemerintahan maupun perusahaan swasta.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved