Fitur Lacak Real-Time Dinilai Berlebihan, Driver Ojol Protes Masalah Privasi!
Tanggal: 15 Mei 2025 19:52 wib.
Tampang.com | Fitur pelacakan lokasi real-time pada aplikasi transportasi online memang memudahkan penumpang. Namun, bagi para pengemudi ojek online (ojol), fitur ini mulai terasa sebagai bentuk pengawasan berlebihan yang mengancam privasi dan kenyamanan kerja.
Banyak driver mengaku tidak pernah diberi pilihan atau penjelasan soal sejauh mana data mereka dikumpulkan dan digunakan oleh pihak aplikasi.
“Dari Jalan ke Jalan, Kami Diawasi Sepanjang Waktu”
Beberapa aplikasi memungkinkan pelanggan, bahkan mitra internal, memantau posisi driver secara real-time, dari saat menerima order hingga selesai mengantar. Situasi ini membuat sebagian driver merasa seperti “diawasi terus-menerus”, bahkan ketika sedang istirahat atau tidak aktif menerima order.
“Kadang kami cuma berhenti sebentar untuk makan, langsung ada teguran karena dianggap terlalu lama diam. Ini bukan kerja manusia lagi,” keluh Rudi, driver ojol yang sudah lima tahun beroperasi di Jakarta.
Minimnya Regulasi Perlindungan Pekerja Digital
Hingga kini, belum ada regulasi yang secara khusus mengatur hak privasi dan batas pelacakan terhadap pekerja di sektor gig economy digital. Sementara itu, perusahaan aplikasi terus menambahkan fitur-fitur kontrol yang memudahkan mereka melacak aktivitas mitra.
“Pelacakan ini perlu batas etis. Kalau terus dibiarkan, lama-lama mirip sistem pengawasan ala ‘Big Brother’,” tegas Hana Malika, peneliti perlindungan data dari Privacy Lab Indonesia.
Pengemudi Bukan Robot, Tapi Pekerja
Driver menuntut adanya kejelasan tentang kapan mereka ‘boleh’ tidak dilacak dan bagaimana sistem bisa dibangun tanpa menempatkan mereka sebagai target pemantauan sepanjang waktu. Tanpa kejelasan itu, kelelahan kerja dan stres justru meningkat.
Solusi: Transparansi, Persetujuan, dan Opsi Non-Aktif
Para pakar menyarankan agar fitur pelacakan real-time tidak diterapkan secara mutlak, melainkan dengan prinsip transparansi dan persetujuan. Pengemudi seharusnya diberi hak untuk mematikan pelacakan saat sedang istirahat atau tidak mengambil order.
“Teknologi seharusnya memberdayakan pekerja, bukan mengendalikan mereka,” ujar Hana.