Fenomena Content Creator: Menguntungkan Siapa? Indonesia atau Platform Digital?
Tanggal: 28 Feb 2025 11:55 wib.
Pertumbuhan pesat pembuat konten seperti Youtuber dan TikToker di Indonesia ternyata membawa dampak negatif bagi negara. Meskipun tampak menguntungkan bagi para content creator itu sendiri, kenyataan menunjukkan bahwa platform seperti YouTube dan TikTok lebih banyak mendapatkan keuntungan. Pernyataan ini disampaikan oleh Wishnutama, seorang penggiat industri kreatif yang pernah menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Menurutnya, keberadaan banyak pembuat konten di Indonesia justru menyusutkan potensi pendapatan iklan bagi masyarakat.
Kondisi ini disebabkan oleh semakin ketatnya kompetisi di antara content creator. Wishnutama mengungkapkan bahwa meskipun banyak orang berbangga dengan meningkatnya jumlah pembuat konten, situasinya justru merugikan. "Banyak yang datang kepada kita, bilang bagus, karena mereka sudah punya jutaan konten kreator. Itu hanya menguntungkan pembuat konten baru, karena pembagian pendapatannya semakin banyak. Ukuran potensi pendapatannya tetap sama, digital adex [iklan digital] cuma segitu," ujarnya pada tahun 2023.
Lebih lanjut, Wishnutama menjelaskan bahwa fenomena serupa juga terlihat di sektor e-commerce. Walaupun jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) meningkat, dampak signifikan terhadap perekonomian tetap minim. Semua yang selama ini dilakukan di dunia nyata kini sekadar dialihkan ke platform digital. "Bertambahnya penjual di platform e-commerce tidak menciptakan ekonomi baru. Yang ada malah pembagian baru, karena ukuran total ekonomi tidak lebih besar," imbuhnya.
Di sisi lain, TikTok telah berhasil merajai media sosial di Indonesia. Popularitas TikTok tidak hanya mengandalkan konten, tetapi juga terletak pada kemampuannya untuk menghasilkan transaksi dalam aplikasi yang signifikan. Laporan tahunan dari Sensor Tower berjudul "State of Mobile 2025" mencatat TikTok sebagai aplikasi media sosial paling populer di Indonesia berdasarkan jumlah unduhan. Meskipun jumlah unduhan spesifik tidak dijelaskan dalam laporan, secara keseluruhan, jumlah unduhan aplikasi media sosial di Indonesia selama tahun 2024 mencapai 367 juta kali.
Media sosial sebagai kategori aplikasi menduduki peringkat teratas dalam hal jumlah unduhan, diikuti oleh aplikasi nada dering yang mencetak 195 juta unduhan dan aplikasi streaming film dengan 180 juta unduhan. Selain itu, aplikasi media sosial juga dinyatakan sebagai kategori dengan pembelian dalam aplikasi (in-app purchase) terbanyak di Indonesia. Nilai transaksi dalam aplikasi social media mencapai US$ 212 juta (sekitar Rp 3,46 triliun) pada tahun 2024, dimana pertumbuhannya hampir dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
TikTok khususnya mendominasi dalam hal transaksi dalam aplikasi. Sumber pendapatan utama TikTok berasal dari fitur pembelian stiker, yang memungkinkan pengguna memberikan tip kepada kreator. Dalam konteks ini, kita dapat melihat bahwa TikTok tidak hanya berperan sebagai platform konten, tetapi juga sebagai medium yang membantu menciptakan ekosistem ekonomi baru meskipun bagi beberapa pihak, hal ini tidak memberikan keuntungan yang seimbang.
Kategori aplikasi dengan nilai pembelian dalam aplikasi terbesar kedua adalah aplikasi streaming film dan TV. Warga Indonesia menghabiskan sekitar US$ 119 juta (Rp 1,94 triliun) untuk aplikasi di kategori ini, dengan Vidio sebagai aplikasi yang memperoleh transaksi terbesar. Ini menunjukkan ketertarikan pengguna di sektor hiburan yang terus berkembang.
Berdasarkan data Sensor Tower, Indonesia adalah negara keempat dalam hal total unduhan aplikasi secara global. Pada tahun 2024, jumlah aplikasi yang diunduh di Indonesia mencapai 7,79 miliar kali. Di atasnya terdapat India, Amerika Serikat, dan Brasil. Menariknya, meskipun unduhan di Indonesia masih tumbuh, secara global, terdapat penurunan jumlah unduhan aplikasi setelah pandemi Covid-19 mencapai puncaknya pada tahun 2020.
Di tahun 2023 lalu, meskipun tren global menunjukkan penurunan, Indonesia berhasil mengunduh aplikasi sebanyak 7,17 miliar kali. Ini mengindikasikan bahwa minat masyarakat Indonesia terhadap teknologi dan inovasi digital tidak memudar, meski konten yang tersedia tidak selalu menghasilkan nilai ekonomi yang diharapkan. Ini menjadi tantangan bagi para pelaku industri kreatif dan pejabat terkait untuk menggali potensi ekonomi dari industri digital tanpa kehilangan penghasilan yang seharusnya berputar di masyarakat.
Mengingat fenomena ini, kita tak dapat mengabaikan pentingnya pembahasan tentang bagaimana pembuat konten dapat beradaptasi dalam ekosistem yang semakin kompetitif. Apakah mereka cukup cerdas untuk tidak hanya meraih keuntungan bagi diri mereka sendiri, tetapi juga mampu menciptakan pengaruh yang lebih luas bagi perkembangan ekonomi digital di Indonesia? Ini adalah pertanyaannya yang menjadi fokus perhatian banyak pihak di industri kreatif saat ini.