eSIM Gagal Redam Kejahatan Digital? Ini Solusi Nyata yang Disarankan Pakar Keamanan!
Tanggal: 15 Apr 2025 05:37 wib.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), baru saja merilis kebijakan baru yang mengatur peralihan dari kartu SIM fisik ke eSIM. Kebijakan ini tercantum dalam sebuah Peraturan Menteri (Permen) yang bertujuan untuk menghadapi berbagai tantangan digital, termasuk penyalahgunaan layanan seluler dan maraknya kejahatan berbasis teknologi.
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyatakan bahwa penerapan eSIM diyakini mampu memperkuat sistem keamanan telekomunikasi di Indonesia. Dengan mengadopsi teknologi digital yang lebih mutakhir, pemerintah berharap dapat mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan digital yang kerap memanfaatkan celah dari penggunaan SIM fisik konvensional.
Namun, kebijakan ini justru menuai sorotan dari para pakar keamanan siber. Salah satu yang angkat suara adalah Alfons Tanujaya, analis dari Vaksincom, yang menilai bahwa eSIM bukanlah solusi utama untuk mengatasi kejahatan seluler di Indonesia.
Tantangan Nyata dalam Implementasi eSIM
Menurut Alfons, kendala utama dari implementasi eSIM saat ini terletak pada keterbatasan perangkat yang mendukung teknologi tersebut. Ia menyoroti fakta bahwa eSIM saat ini hanya tersedia di perangkat kelas atas (high-end), yang notabene belum banyak digunakan oleh masyarakat luas di Indonesia.
Hal ini berarti penetrasi perangkat eSIM masih sangat rendah, sehingga efektivitas kebijakan ini dalam menekan kejahatan digital pun patut dipertanyakan. “Kalau targetnya ingin menekan kejahatan, tapi mayoritas masyarakat belum bisa menggunakan eSIM, maka dampaknya akan sangat terbatas,” ungkap Alfons.
Akar Masalahnya Bukan di SIM, Tapi Prosedur
Lebih lanjut, Alfons menjelaskan bahwa masalah inti dari tingginya kasus penyalahgunaan layanan seluler di Indonesia bukan pada jenis kartu SIM-nya, melainkan pada lemahnya disiplin dalam menjalankan prosedur pendaftaran pengguna layanan seluler.
Menurutnya, entah itu SIM fisik, eSIM, bahkan iSIM (embedded SIM generasi lebih canggih sekalipun), tidak akan memberikan hasil signifikan apabila sistem verifikasi dan registrasi tidak dijalankan dengan benar.
“Kalau prosedurnya longgar, tidak disiplin, dan mudah disalahgunakan, maka bentuk SIM apa pun tidak akan bisa mencegah kejahatan digital secara efektif,” tegasnya.
Solusi Nyata: Tindakan Tegas dan Sistem Pelaporan
Alih-alih mengandalkan eSIM sebagai solusi tunggal, Alfons menawarkan pendekatan yang jauh lebih realistis dan berdampak langsung: penguatan penegakan hukum dan sistem pelaporan pelanggaran.
Salah satu solusi yang ia ajukan adalah pembentukan sistem khusus untuk menampung laporan fraud atau penipuan berbasis layanan seluler. Setiap laporan yang terbukti sah, menurutnya, harus ditindaklanjuti dengan pemblokiran IMEI (International Mobile Equipment Identity) dari perangkat yang digunakan untuk melakukan penipuan.
Dengan memblokir IMEI, ponsel yang digunakan untuk aksi kejahatan tidak akan bisa terhubung ke layanan operator mana pun di Indonesia. Ini membuat perangkat tersebut tidak dapat dipakai lagi untuk kejahatan, sehingga pelaku harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli perangkat baru. Efek jera pun diharapkan akan tercipta.
“Bayangkan kalau setiap ponsel yang digunakan untuk menipu langsung diblokir total. Pelaku akan berpikir dua kali karena biayanya makin besar, dan risikonya makin tinggi,” terang Alfons.
Edukasi Publik & Pencegahan Pembelian Perangkat Bermasalah
Lebih dari itu, Alfons juga menyarankan agar masyarakat lebih berhati-hati saat membeli ponsel bekas, terutama dari penjual yang tidak resmi. Ia menyarankan masyarakat mengecek IMEI perangkat terlebih dahulu melalui layanan resmi seperti beacukai atau situs Kemenperin, untuk memastikan bahwa ponsel tersebut tidak diblokir karena pernah digunakan untuk kejahatan.
Dengan adanya transparansi dan akses informasi seperti ini, publik dapat ikut serta mencegah peredaran perangkat ilegal atau bermasalah yang bisa memperkuat jaringan kejahatan digital.
eSIM Bisa Jadi Masa Depan, Tapi Bukan Solusi Sekarang
Meski tidak menolak sepenuhnya penggunaan eSIM, Alfons mengingatkan bahwa fokus pemerintah sebaiknya tidak hanya pada aspek teknologi semata, tetapi lebih kepada penegakan aturan dan disiplin administrasi.
Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak perlu menunggu adopsi eSIM secara merata untuk menindak tegas penyalahgunaan layanan seluler. Yang dibutuhkan saat ini adalah komitmen dan konsistensi dalam menegakkan aturan yang sudah ada.
Dengan pendekatan berbasis tindakan konkret dan penguatan regulasi, kejahatan seluler akan jauh lebih mudah ditekan dibanding hanya mengandalkan solusi berbasis teknologi yang belum tentu merata penggunaannya.
Kebijakan peralihan ke eSIM memang menunjukkan niat baik pemerintah dalam memerangi kejahatan digital, namun implementasinya harus realistis dan menyeluruh. Tanpa prosedur yang ketat, edukasi publik, serta tindakan hukum yang tegas, teknologi apa pun—termasuk eSIM—akan kehilangan daya efektivitasnya.
Pemblokiran IMEI, sistem pelaporan fraud yang efisien, serta kedisiplinan dalam registrasi pelanggan, justru menjadi langkah-langkah praktis yang lebih menjanjikan dalam waktu dekat.
Jika pemerintah ingin mewujudkan ekosistem digital yang aman, gabungan antara regulasi yang kuat dan teknologi yang cerdas adalah kunci utama.