Ericsson: Indonesia Harus Percepat Refarming Spektrum Mid-Band untuk 5G
Tanggal: 11 Mei 2025 09:57 wib.
Tampang.com | Perkembangan teknologi 5G di Indonesia disebut masih menghadapi sejumlah hambatan, salah satunya adalah ketersediaan spektrum frekuensi yang terbatas. Hal ini disampaikan langsung oleh Andres Vicente, SVP & Head of Ericsson Southeast Asia, Oceania, dan India, dalam ajang Mobile World Congress (MWC) 2025 di Barcelona, Spanyol.
Spektrum Mid-Band Jadi Kunci Penggelaran 5G
Dalam perbincangan bersama jurnalis KompasTekno, Andres menekankan pentingnya alokasi spektrum mid-band (1-6 GHz) dalam pengembangan jaringan 5G.
"Spektrum yang tersedia saat ini di Indonesia belum cukup untuk mewujudkan layanan 5G secara optimal," ujar Andres di booth Ericsson, Rabu (5/3/2025).
Spektrum mid-band dinilai menjadi tulang punggung layanan 5G karena kemampuannya memberikan keseimbangan antara kecepatan data tinggi dan jangkauan yang luas. Oleh sebab itu, Andres mendorong agar pemerintah segera melakukan refarming atau pengalokasian ulang spektrum mid-band untuk mendukung operator seluler.
Subsidi Infrastruktur Jadi Strategi Penting
Selain refarming, Andres juga menilai bahwa dukungan finansial dari pemerintah bisa mempercepat realisasi jaringan 5G di berbagai wilayah Indonesia. Salah satu bentuk dukungan itu adalah subsidi untuk infrastruktur pasif, seperti:
Biaya pembangunan dan perlengkapan menara BTS.
Biaya konsumsi listrik untuk pengoperasian tower.
"Investasi jaringan 5G sangat besar, dan biasanya operator butuh waktu lama untuk balik modal. Subsidi ini bisa meringankan beban itu," jelas Andres.
Belajar dari Spanyol: Subsidi Dorong Adopsi Cepat
Andres mengungkapkan bahwa pemerintah Spanyol saat ini telah mengimplementasikan strategi serupa. Mereka memberikan subsidi untuk infrastruktur 5G, yang secara signifikan mempercepat penyebaran layanan tersebut ke berbagai wilayah, termasuk area non-perkotaan.
Langkah ini menurutnya bisa dijadikan model kebijakan bagi pemerintah Indonesia agar jaringan 5G tidak hanya dinikmati oleh kota besar, tapi juga menjangkau daerah-daerah tertinggal.
Membangun Ekosistem Inovasi Berbasis 5G
Tak hanya soal spektrum dan infrastruktur, Andres juga menggarisbawahi peran pemerintah dalam mendorong ekosistem 5G yang sehat dan inovatif.
"Pemerintah harus aktif mengatur dan memfasilitasi ekosistem 5G, termasuk mendukung pertumbuhan startup yang fokus pada layanan berbasis 5G," tambahnya.
Hal ini penting agar jaringan 5G tidak hanya menjadi infrastruktur teknologi semata, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru—mulai dari industri manufaktur cerdas, pertanian presisi, hingga kota pintar (smart city).
Kesimpulan: Indonesia Harus Bergerak Lebih Cepat
Pesan utama dari Andres Vicente sangat jelas: jika Indonesia ingin mengejar ketertinggalan dalam transformasi digital berbasis 5G, maka langkah-langkah strategis seperti refarming spektrum, subsidi infrastruktur, dan penguatan ekosistem inovasi harus segera dilakukan. Tanpa langkah konkret, potensi besar jaringan 5G di Indonesia hanya akan tinggal sebagai wacana.