Era Paspor Digital: Wajah Anda Adalah Identitas Perjalanan Masa Depan
Tanggal: 1 Jan 2025 11:06 wib.
Kiamat paspor semakin mendekat. Dalam beberapa tahun ke depan, diprediksi semua orang di dunia akan menggunakan wajah sebagai pengganti paspor fisik untuk bepergian ke luar negeri. Penggunaan paspor fisik telah menjadi standar ketika ingin bepergian ke luar negeri sejak era Perang Dunia 1. Paspor diperlukan oleh negara-negara untuk mencegah mata-mata masuk ke wilayah mereka.
Pada tahun 2006, beberapa negara mulai beralih ke penggunaan paspor elektronik atau e-paspor dengan memanfaatkan chip NFC. Transformasi besar ini membawa dampak signifikan dalam industri perjalanan. Kemudian sebagai inovasi lebih lanjut, industri perjalanan, bandara, dan pemerintah beberapa negara mulai mengembangkan metode agar pelancong tidak perlu lagi menunjukkan paspor ketika pergi ke luar negeri.
Salah satu metode inovatif yang dikembangkan adalah penggunaan teknologi pengenalan wajah (facial recognition) yang terintegrasi dalam perangkat ponsel pintar. Dengan teknologi ini, pelancong hanya perlu menunjukkan wajah mereka, lalu wajah tersebut akan dipindai dengan alat khusus dalam proses verifikasi di bandara.
Metode ini diharapkan dapat memangkas waktu tunggu dan hambatan lainnya bagi pelancong ketika ingin melakukan perjalanan ke luar negeri. Namun, keamanan data terkait penggunaan teknologi ini masih menjadi perhatian utama, terutama terkait risiko kebocoran data yang memungkinkan pihak tertentu melakukan aksi mata-mata terhadap penumpang perjalanan.
Beberapa negara sudah mengadopsi teknologi facial recognition sebagai pengganti paspor fisik, di antaranya adalah Finalndia, Kanada, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, India, Inggris, dan Italia. Singapura, negara tetangga Indonesia, juga telah mulai mengadopsi teknologi ini di bandara. Berdasarkan laporan dari Wired, hingga saat ini sekitar 1,5 juta orang di Singapura telah memanfaatkan sistem facial recognition sebagai pengganti paspor fisik.
Athina Ioannou, seorang dosen di University of Surrey, Inggris, menyatakan bahwa teknologi facial recognition kemungkinan akan menjadi metode perjalanan utama dalam waktu dekat. Ioannou menekankan bahwa pandemi Covid-19 telah mempercepat adopsi metode perjalanan tanpa kontak, sehingga penggunaan facial recognition menjadi lebih efektif dan efisien ketimbang harus menunjukkan paspor.
Informasi yang tersimpan pada chip NFC di e-paspor telah mengumpulkan data wajah seseorang, sehingga memungkinkan metode facial recognition untuk mengenali identitas seseorang yang akan bepergian ke luar negeri. Uni Eropa bahkan berencana untuk membangun aplikasi perjalanan resmi di ponsel pintar untuk memudahkan identifikasi wajah dengan teknologi facial recognition di bandara.
Meskipun demikian, terdapat beberapa isu keamanan yang perlu diperhatikan terkait dengan teknologi facial recognition, seperti pengumpulan dan pengolahan data, serta ancaman pencurian data dan aksi mata-mata. Udbhav Tiwari, direktur kebijakan produk global di Mozilla, menyoroti pentingnya keadilan, pertanggungjawaban, dan transparansi dalam penggunaan sistem kecerdasan buatan.
Menurut Tiwari, penegakan keamanan privasi data di berbagai negara memiliki perbedaan, dan ia menekankan bahwa penggunaan sistem perjalanan berbasis biometrik mungkin lebih aman di negara tertentu seperti Jerman yang memiliki pengukuran keamanan yang lebih ketat.
Dengan mengadopsi teknologi facial recognition, diharapkan proses perjalanan ke luar negeri dapat menjadi lebih efisien dan efektif. Namun, pendekatan yang hati-hati terkait dengan keamanan data dan transparansi dalam penggunaan teknologi ini perlu mendapatkan perhatian yang serius agar potensi risiko yang mungkin timbul dapat diminimalkan.