Elon Musk Vs OpenAI: Dari Pendiri Jadi Pesaing, Perang Hukum Besar di Balik Ambisi AI Dunia!
Tanggal: 11 Mei 2025 08:13 wib.
Tampang.com | Konflik besar kembali memanas di dunia teknologi. Elon Musk, sosok visioner yang tak asing di dunia kecerdasan buatan, kini secara terang-terangan “berperang” melawan OpenAI — perusahaan yang dulu ia dirikan bersama namun kini justru menjadi lawannya. Perseteruan ini bukan sekadar persaingan bisnis, tapi juga menyangkut visi awal tentang masa depan kecerdasan buatan dan siapa yang seharusnya mengendalikannya.
Dari Mitra Menjadi Lawan: Sejarah Panjang Elon Musk dan OpenAI
Elon Musk dikenal sebagai salah satu tokoh pendiri OpenAI, organisasi yang dulunya dibentuk dengan semangat non-profit dan keterbukaan teknologi. Visi awalnya sangat jelas: mengembangkan kecerdasan buatan secara bertanggung jawab demi kepentingan seluruh umat manusia. Namun, pada tahun 2018, Musk memutuskan keluar dari struktur perusahaan.
Ketika Musk meninggalkan OpenAI, perusahaan itu masih dalam tahap awal pengembangan. Belum ada ChatGPT, belum ada ledakan popularitas seperti sekarang. Namun semuanya berubah drastis pada 2022 ketika OpenAI meluncurkan ChatGPT ke publik — membuat nama perusahaan tersebut mendunia dan menjadi pemimpin pasar dalam pengembangan AI generatif.
Gugatan Musk: OpenAI Menyimpang dari Misi Awal?
Beberapa waktu terakhir, Musk melayangkan gugatan hukum kepada OpenAI. Ia menuduh bahwa perusahaan tersebut telah menyimpang dari visi awalnya sebagai organisasi non-profit. Ia merasa OpenAI kini terlalu fokus mencari keuntungan, terutama setelah kemitraannya dengan raksasa teknologi Microsoft dan manuver bisnis CEO-nya, Sam Altman.
Dalam gugatan tersebut, Musk menyatakan bahwa OpenAI kini menutup sumber pengembangannya (closed-source), berbanding terbalik dengan komitmen awal untuk membagikan pengetahuan secara terbuka kepada publik. Ia mengklaim bahwa pendekatan tertutup ini hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu seperti Altman, para investor, dan tentunya Microsoft sebagai mitra utama.
Respons OpenAI: Tegaskan Komitmen Non-Profit
Menanggapi gugatan Elon Musk, OpenAI tak tinggal diam. Baru-baru ini mereka mengumumkan bahwa struktur perusahaan tetap berada dalam kendali organisasi induk nirlaba. OpenAI menyatakan bahwa entitas non-profit akan tetap memiliki saham mayoritas dan memegang kendali strategis atas arah perusahaan.
Langkah ini diambil untuk menegaskan bahwa meskipun ada sisi for-profit, OpenAI masih memegang prinsip moral sebagai lembaga yang mengedepankan kepentingan global dan bertanggung jawab terhadap pengembangan AI. Namun, pernyataan ini tampaknya tidak membuat Musk puas.
Musk Tak Gentar: "Tak Ada yang Berubah"
Melalui kuasa hukumnya, Marc Toberoff, Musk menyampaikan bahwa pengumuman terbaru dari OpenAI hanyalah upaya untuk mengaburkan fakta. Ia menilai bahwa tidak ada perubahan signifikan, terutama dalam hal struktur kendali dan distribusi saham.
“OpenAI masih dikendalikan untuk keuntungan Sam Altman dan pihak korporat. Mereka hanya membungkusnya dengan narasi non-profit,” ujar Toberoff. Ia juga menyebutkan bahwa bagian penting dari pengumuman tersebut gagal menjelaskan secara rinci bagaimana pengurangan kepemilikan saham oleh entitas nirlaba akan dilakukan.
Dengan nada keras, Toberoff menekankan bahwa Musk akan terus melanjutkan gugatan hukumnya. Ini bukan sekadar sengketa hukum, melainkan perjuangan mempertahankan prinsip tentang bagaimana AI seharusnya dikembangkan dan dikontrol.
Dukungan dari Komunitas AI dan Kritikus Global
Menariknya, bukan hanya Elon Musk yang mempertanyakan arah baru OpenAI. Sejumlah tokoh penting dalam komunitas teknologi dan kecerdasan buatan juga menyuarakan kekhawatiran. Geoffrey Hinton, peraih Nobel yang sering dijuluki sebagai "bapak AI", termasuk salah satu tokoh yang mendesak regulator untuk menyelidiki dan menghentikan restrukturisasi OpenAI.
Selain itu, perusahaan besar seperti Meta juga disebut-sebut ikut dalam gelombang kritik terhadap model pengembangan AI tertutup yang dijalankan OpenAI. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah pengembangan teknologi yang begitu berpengaruh seharusnya dikuasai segelintir perusahaan dan tokoh elit?
Menuju Sidang Penentu pada 2026
Saat ini, gugatan Musk sedang diproses dan dijadwalkan akan mencapai tahap persidangan pada Maret 2026. Sidang ini diperkirakan akan menjadi salah satu titik balik dalam arah pengembangan AI global. Apakah pengembangan AI akan kembali diarahkan ke jalur keterbukaan dan non-profit, atau justru semakin masuk ke dalam arus komersialisasi besar-besaran?
OpenAI, melalui juru bicaranya, menilai bahwa gugatan Musk tak berdasar dan merupakan upaya untuk menghambat pertumbuhan perusahaan. "Musk terus melanjutkan gugatan hukum yang tidak memiliki dasar kuat. Ini membuktikan niat buruk untuk menghentikan kemajuan kami," ujar pihak OpenAI dalam pernyataan resminya.
Penutup: Masa Depan AI dalam Persimpangan Jalan
Perseteruan antara Elon Musk dan OpenAI membuka kembali diskusi penting tentang masa depan kecerdasan buatan. Apakah AI harus dikuasai oleh perusahaan teknologi besar demi keuntungan? Atau harus tetap menjadi proyek kolaboratif global yang bersifat terbuka dan inklusif?
Kasus ini juga menjadi refleksi bagi masyarakat luas untuk lebih kritis terhadap siapa yang mengendalikan teknologi masa depan dan untuk tujuan apa. Terlepas dari siapa yang benar atau salah, pertarungan hukum ini akan memberikan dampak besar dalam membentuk arah ekosistem AI di masa mendatang.