Elon Musk Tarik Diri dari Pemerintah, Tapi AI Miliknya Justru Masuk Lebih Dalam: Ancaman Baru Privasi AS?
Tanggal: 28 Mei 2025 11:25 wib.
Elon Musk secara resmi mengundurkan diri dari keterlibatannya di pemerintahan Donald Trump pada akhir Mei 2025. Langkah ini diambil untuk memusatkan perhatian penuh pada kerajaan bisnisnya, termasuk Tesla, SpaceX, dan platform media sosial X. Meski demikian, jejak pengaruh Musk di lingkaran kekuasaan Washington ternyata belum sepenuhnya hilang.
Musk mengonfirmasi bahwa dirinya masih memegang peran pengawasan di Lembaga Efisiensi Pemerintah (DOGE), meskipun keterlibatannya kini lebih terbatas. DOGE merupakan lembaga reformasi birokrasi yang sempat menjadi alat Musk dalam menjalankan agenda efisiensi dan pemangkasan anggaran di pemerintahan Trump.
Salah satu bentuk pengaruh Musk yang masih terasa adalah pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) miliknya, Grok, di lingkungan pemerintahan federal. Berdasarkan laporan dari Reuters yang mengutip tiga sumber internal, DOGE telah memperluas pemakaian Grok untuk menganalisis data pemerintah. Namun, langkah ini memicu kekhawatiran serius terkait perlindungan data pribadi dan keamanan informasi sensitif.
Menurut laporan, penggunaan Grok dalam sistem pemerintahan dilakukan melalui versi yang telah dimodifikasi oleh tim DOGE. Tujuan modifikasi tersebut adalah agar Grok dapat menyaring dan menganalisis data dengan lebih efisien. Sumber lain bahkan menyebut bahwa DOGE telah menyarankan Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) untuk mengadopsi Grok, meskipun sistem AI tersebut belum mendapatkan persetujuan resmi dari lembaga tersebut.
Sayangnya, rincian mengenai data apa saja yang digunakan untuk melatih Grok di lingkungan federal belum diungkap ke publik. Grok sendiri dikembangkan oleh perusahaan AI Musk, xAI, yang diluncurkan pada tahun 2023 dan kini telah terintegrasi dalam platform X.
Lima pakar dalam bidang teknologi dan etika pemerintahan menilai bahwa penggunaan data sensitif oleh Grok berpotensi menimbulkan pelanggaran serius terhadap aturan privasi dan keamanan nasional. Mereka memperingatkan bahwa akses Grok ke data federal bisa memberikan keunggulan kompetitif yang tidak adil bagi xAI dibandingkan penyedia layanan AI lainnya, serta membuka celah bagi penyalahgunaan informasi rahasia.
Dari perspektif keamanan, keterlibatan Grok dalam menganalisis data pemerintah dinilai berisiko tinggi. Selain menyangkut potensi kebocoran informasi penting, ada pula bahaya bahwa data yang seharusnya terbatas bagi segelintir pejabat kini dapat diakses oleh software milik perusahaan swasta.
Pihak Gedung Putih, DOGE, maupun xAI hingga saat ini belum memberikan tanggapan atas laporan Reuters. Sementara itu, juru bicara DHS menyangkal bahwa DOGE telah memberikan tekanan kepada staf untuk menggunakan Grok. Ia menegaskan bahwa DOGE tidak memaksakan penggunaan alat atau platform tertentu, dan hanya bertugas mengidentifikasi serta mengatasi pemborosan dan penyimpangan dalam birokrasi.
xAI sebagai pemain baru dalam industri AI masih berada di belakang perusahaan raksasa seperti OpenAI dan Anthropic dalam hal pengaruh dan jangkauan pasar. Namun, dengan integrasi Grok ke dalam sistem federal, perusahaan ini menunjukkan potensi besar dalam memperluas pengaruhnya secara strategis.
Situs resmi xAI menyatakan bahwa perusahaan berambisi menciptakan sistem AI dengan cakupan pengetahuan seluas mungkin. Namun, para pengamat menyoroti potensi konflik kepentingan antara ambisi bisnis Musk dan tanggung jawab menjaga kerahasiaan data pemerintah.
Kontroversi terkait penggunaan data federal oleh Grok bukan hal baru. Sebelumnya, Musk dan tim DOGE pernah mendapat sorotan karena mengakses basis data yang menyimpan informasi pribadi jutaan warga Amerika sebagai bagian dari proyek efisiensi birokrasi. Praktik ini dinilai berbahaya karena berisiko tinggi terhadap pelanggaran privasi dan keamanan nasional.
Secara umum, prosedur akses terhadap data sensitif di lingkungan pemerintah federal sangat ketat. Biasanya diperlukan persetujuan dari lembaga tertentu serta pengawasan oleh spesialis untuk menjamin bahwa data digunakan secara legal dan sesuai etika.
Jika kini Grok digunakan untuk mengolah data sensitif tanpa pengawasan memadai, hal ini menjadi preseden berbahaya dalam tata kelola pemerintahan. Albert Fox Cahn, Direktur Eksekutif dari Surveillance Technology Oversight Project, menyatakan bahwa menyerahkan data berskala besar kepada AI seperti Grok berpotensi menciptakan ancaman serius terhadap privasi warga negara.
Ia juga menyoroti kurangnya transparansi mengenai siapa yang memiliki akses ke versi Grok yang digunakan pemerintah, serta kemungkinan data itu bocor ke tangan xAI. Hal ini bisa menciptakan ketimpangan persaingan antara xAI dengan penyedia layanan AI lain yang ingin masuk ke pasar federal.
Cary Coglianese, pakar regulasi dari University of Pennsylvania, menambahkan bahwa perusahaan mana pun yang memiliki kepentingan bisnis pasti ingin produk mereka diadopsi secara luas di lingkungan pemerintah. Namun, ketika hal itu melibatkan data penting negara, maka risiko yang muncul tak bisa dianggap sepele.
Kesimpulannya, walaupun Elon Musk telah resmi mundur dari posisinya dalam pemerintahan Trump, warisan pengaruhnya masih tertanam kuat melalui teknologi Grok. Integrasi AI ke dalam struktur pemerintahan membawa tantangan baru—antara efisiensi dan ancaman privasi. Ini menjadi pengingat bahwa dalam era digital, kekuasaan tak hanya dipegang oleh pejabat publik, tetapi juga oleh mereka yang mengendalikan algoritma.