Sumber foto: Google

Elon Musk Mundur dari Pemerintahan Trump, Ada Apa di Balik Drama Politik dan Efisiensi Gagal Ini?

Tanggal: 1 Jun 2025 10:35 wib.
Elon Musk, CEO Tesla dan tokoh yang dikenal sebagai orang terkaya di dunia, kembali mengejutkan publik dengan keputusannya mundur dari perannya dalam pemerintahan Presiden Donald Trump. Pengunduran diri ini terjadi setelah Musk memimpin inisiatif besar-besaran melalui Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE), sebuah program ambisius yang bertujuan memangkas pengeluaran dan memperbaiki birokrasi lembaga-lembaga federal Amerika Serikat. Namun, meski upaya tersebut cukup mengguncang sistem pemerintahan, hasil yang dijanjikan belum sepenuhnya tercapai.

Kabar pengunduran diri Musk dikonfirmasi langsung oleh seorang pejabat Gedung Putih kepada kantor berita Reuters pada Rabu malam, 28 Mei 2025 waktu setempat. Pejabat tersebut menyatakan bahwa proses off-boarding Elon Musk dari jabatan khususnya di DOGE sudah dimulai malam itu juga. Ini menandai berakhirnya kiprah Musk sebagai figur eksternal yang ditunjuk untuk mempercepat efisiensi pemerintahan federal.

Melalui platform media sosial X (sebelumnya Twitter), Musk secara terbuka mengucapkan terima kasih kepada Presiden Trump atas kepercayaan yang telah diberikan selama masa tugasnya. Menariknya, pengunduran diri tersebut dilakukan tanpa melalui komunikasi langsung dengan Trump, menimbulkan pertanyaan di kalangan pengamat politik.

Sumber internal Gedung Putih menyebut bahwa keputusan tersebut dibuat di tingkat staf senior, bukan berdasarkan pertemuan pribadi dengan presiden. Isu ini semakin ramai diperbincangkan publik setelah sehari sebelumnya Musk secara terang-terangan mengkritik rancangan undang-undang pajak yang digagas oleh Trump. Dalam pernyataannya, Musk menyebut bahwa RUU pajak tersebut terlalu mahal dan bertentangan dengan semangat efisiensi anggaran yang selama ini ia perjuangkan.

Konflik Musk di pemerintahan tidak hanya terbatas pada perbedaan pendapat soal pajak. Ia juga diketahui pernah berselisih dengan sejumlah pejabat penting dalam kabinet, termasuk Peter Navarro, penasihat perdagangan Gedung Putih. Musk bahkan secara blak-blakan menyebut Navarro sebagai “idiot” karena menolak konsep perdagangan bebas tarif antara Amerika Serikat dan Uni Eropa, sebuah kebijakan yang menurut Musk bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi tanpa harus membebani fiskal negara.

Selama lebih dari empat bulan menjabat—tepatnya 130 hari—Musk dan tim DOGE telah melakukan pemangkasan besar-besaran terhadap jumlah pegawai sipil federal. Tercatat sekitar 260.000 pegawai dipangkas, setara dengan 12% dari total tenaga kerja sipil pemerintah AS. Langkah ini dilakukan melalui berbagai skema, mulai dari pensiun dini, pembelian masa kerja (buyout), hingga ancaman pemecatan langsung. Meski langkah ini dianggap agresif, hasil penghematan yang signifikan belum tercapai sesuai ekspektasi awal.

Kendati ditinggal oleh sosok seberpengaruh Musk, Gedung Putih tetap menyatakan bahwa program DOGE akan terus berjalan. Dalam pernyataan resminya, pemerintah menegaskan bahwa "misi DOGE akan tetap berlanjut dan diharapkan menjadi budaya kerja baru dalam sistem pemerintahan federal." Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pemimpinnya mundur, semangat efisiensi yang telah dibangun tetap menjadi agenda utama pemerintahan saat ini.

Namun, pengaruh politik Musk di luar program DOGE juga tak lepas dari sorotan. Keputusan politiknya belakangan ini memicu reaksi keras, terutama dari para investor Tesla yang merasa bahwa Musk terlalu banyak mengalihkan perhatian dari bisnis intinya. Beberapa dari mereka bahkan menyuarakan kekhawatiran akan performa Tesla yang menurun, baik dari segi penjualan maupun nilai saham yang terus merosot dalam beberapa bulan terakhir.

Selain itu, publik juga mencatat bahwa Musk merupakan salah satu penyokong dana terbesar untuk kampanye politik tahun lalu. Ia disebut telah menyumbangkan hampir USD 300 juta untuk mendukung kampanye Trump dan Partai Republik. Namun, dalam sebuah forum ekonomi di Qatar baru-baru ini, Musk menyatakan bahwa ia tidak akan lagi mengeluarkan dana politik sebesar sebelumnya. “Saya rasa saya sudah cukup banyak berkontribusi,” ucapnya dengan nada datar, seolah mengindikasikan kejenuhan atau kekecewaan terhadap dunia politik yang selama ini ia dukung.

Mundur dari jabatan pemerintahan, tampaknya menjadi pilihan Musk untuk kembali fokus pada hal-hal yang lebih mendasar—entah itu pengembangan teknologi, bisnis luar angkasa, atau memperbaiki performa Tesla dan perusahaan lainnya. Namun, banyak pihak yang juga melihat keputusan ini sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap kondisi politik saat ini, khususnya terkait arah kebijakan fiskal yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip efisiensi yang selama ini dipegangnya.

Drama mundurnya Elon Musk dari pemerintahan Trump bukan hanya mencerminkan konflik kepentingan dalam pemerintahan, tapi juga menjadi cerminan dari betapa rumitnya hubungan antara bisnis, politik, dan kepemimpinan publik. Musk, yang selama ini dikenal dengan gaya kepemimpinan visioner dan blak-blakan, tampaknya kesulitan saat harus berhadapan dengan birokrasi dan dinamika politik tingkat tinggi.

Kini, pertanyaan besar pun muncul: Apakah ini pertanda bahwa Musk akan menjauh dari panggung politik untuk selamanya? Atau justru ia sedang mempersiapkan langkah besar berikutnya di luar jalur konvensional?
Copyright © Tampang.com
All rights reserved