Efek Teknologi AI, Gelombang PHK Karyawan Bank Jadi Kenyataan
Tanggal: 12 Okt 2024 19:00 wib.
Penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) di industri perbankan telah menjadi daya tarik yang kuat dalam meningkatkan profitabilitas. Beberapa model bisnis menunjukkan potensi keuntungan global hingga US$170 miliar (sekitar Rp2.652 triliun) dalam beberapa tahun ke depan. Meskipun demikian, peran manusia dalam industri ini terancam oleh adopsi teknologi AI, yang berdampak pada terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Perusahaan-perusahaan bank mulai mengurangi jumlah karyawan dengan memanfaatkan kecerdasan buatan, yang dapat menyebabkan dampak yang signifikan dalam industri perbankan.
Menurut laporan bulan Juni dari Citi Global Perspectives and Solutions (Citi GPS), sektor perbankan merupakan yang paling rentan terhadap penggantian pekerja manusia oleh teknologi AI, dengan persentase mencapai 54%. Industri asuransi dan energi juga turut terpengaruh, tetapi tidak sebesar industri perbankan. Prediksi ini semakin nyata dengan langkah bank-bank Eropa yang telah mulai melakukan pemangkasan jumlah staf dengan memanfaatkan perangkat AI.
Contohnya, BPER Banca SpA, bank asal Italia, baru-baru ini mengumumkan rencana pemangkasan 2.000 karyawan di masa mendatang. Mereka menjelaskan bahwa dengan mengoptimalkan dan mengotomatisasi proses menggunakan AI atau Generatif AI, mereka dapat mengurangi jumlah karyawan hingga 10% hingga tahun 2027, menjadi sekitar 18.500 orang. Namun, BPER juga berencana merekrut 1.100 karyawan baru dalam bidang IT dan area strategis lainnya, untuk mengimbangi rencana PHK sekitar 3.100 karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi pemangkasan karyawan, bank juga tetap membutuhkan tenaga kerja baru dalam bidang teknologi.
Beberapa bank besar lainnya juga telah memanfaatkan kecerdasan buatan dalam berbagai aspek bisnis mereka. UBS Group AG di regional Eropa telah mengembangkan tool AI untuk membantu menawarkan transaksi M&A kepada klien dengan lebih efisien, sementara Deutsche Bank AG menggunakan kecerdasan buatan untuk memindai portofolio klien kaya. Sementara itu, ING Groep NV menggunakan teknologi AI untuk menyaring nasabah yang berpotensi gagal bayar.
Dalam perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh adopsi AI, terdapat tantangan baru dalam perekrutan. Penggunaan teknologi AI membutuhkan keahlian yang belum tentu dimiliki oleh staf yang sudah ada. Untuk mengatasi hal ini, beberapa bank, seperti ING dari Belanda, secara aktif merekrut pakar kecerdasan buatan dan teknologi informasi guna mengembangkan sektor teknologi dalam bisnis mereka.
Kesadaran akan dampak teknologi AI juga terlihat dari strategi perusahaan perbankan di berbagai negara. CaixaBank dari Spanyol, misalnya, telah merencanakan pembentukan tim dengan ratusan pakar kecerdasan buatan dan IT untuk menyoroti teknologi ini sebagai pilar strategi baru mereka. Langkah ini mencerminkan upaya industri perbankan dalam mempersiapkan diri menghadapi era digital dan pemanfaatan kecerdasan buatan.
Sementara peran AI semakin penting dalam dunia perbankan, dampak langsungnya terhadap jumlah karyawan bank masih menjadi perdebatan. Meski teknologi AI mampu meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya di berbagai aspek bisnis perbankan, langkah untuk menyesuaikan diri dengan perubahan ini masih memerlukan upaya maksimal guna menjaga kesinambungan tenaga kerja manusia dalam industri perbankan.