Tampang
Efek Domino Tarif Trump: Apple Rugi Ratusan Miliar, Harga iPhone Bisa Tembus Rp26 Juta!
Sumber foto: iStock

Efek Domino Tarif Trump: Apple Rugi Ratusan Miliar, Harga iPhone Bisa Tembus Rp26 Juta!

Tanggal: 10 Apr 2025 20:22 wib.
Pasar saham global kembali diguncang akibat kebijakan ekonomi kontroversial yang diluncurkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Fokus utama kini tertuju pada perusahaan-perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Tesla, yang mengalami koreksi harga saham cukup tajam dalam beberapa hari terakhir.

Pada penutupan perdagangan Selasa, 8 April 2025, saham Apple terjun bebas hingga 5%, menyusul langkah kebijakan Trump yang memicu kekhawatiran para investor global. Tak hanya Apple, Tesla, yang dimiliki oleh Elon Musk, juga mengalami penurunan dengan persentase serupa. Kondisi ini dikutip dari laporan CNBC Internasional.

Kondisi tak kalah mengkhawatirkan juga menimpa indeks Nasdaq, yang merupakan indeks saham dengan konsentrasi tinggi pada sektor teknologi. Setelah sempat menguat 4,6% di awal sesi perdagangan, indeks ini justru berbalik arah dan anjlok lebih dari 2% di akhir sesi.

Saham perusahaan besar lainnya seperti Meta Platforms, Alphabet (induk Google), Amazon, Microsoft, dan Nvidia juga tidak mampu bertahan dan sama-sama mengakhiri sesi perdagangan di zona merah. Hal ini memperlihatkan betapa luas dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan tarif baru dari Gedung Putih terhadap sektor teknologi dunia.

Awalnya, para pelaku pasar sempat optimis bahwa Amerika Serikat dapat segera menyepakati perjanjian dagang baru dengan sejumlah negara mitra untuk meredakan perang tarif. Namun, harapan tersebut pupus seiring meningkatnya kekhawatiran bahwa negosiasi tersebut tidak akan rampung tepat waktu, tepat sebelum tarif baru diberlakukan pada Rabu, 9 April 2025.

Tiga hari terakhir tercatat sebagai periode paling fluktuatif dan penuh ketegangan bagi pasar saham global. Volume perdagangan mencetak rekor tertinggi dalam dua dekade terakhir, karena para investor berspekulasi bahwa pemerintah AS mungkin akan menunda penerapan tarif. Sayangnya, spekulasi itu tidak menjadi kenyataan.

Bahkan, pada Jumat sebelumnya, Nasdaq mengalami pekan terburuk dalam lima tahun terakhir. Kelompok saham elit yang dikenal sebagai “Magnificent Seven” harus kehilangan kapitalisasi pasar senilai US$1,8 triliun hanya dalam dua hari. Angka ini menunjukkan betapa dalamnya luka yang ditimbulkan oleh ketidakpastian ekonomi akibat kebijakan tersebut.

Sektor semikonduktor juga tak luput dari tekanan. ETF VanEck Semiconductor sempat menguat namun akhirnya melemah 2,7%. Saham Broadcom sempat naik tipis 1% setelah mengumumkan pembelian kembali saham senilai US$10 miliar, tetapi itu tak mampu menahan gelombang koreksi pasar. Sementara itu, saham AMD ambruk 6%, Qorvo (pemasok Apple) anjlok 10%, Intel turun 7%, dan Micron Technology merosot 4%.

Meskipun sektor semikonduktor belum masuk dalam daftar tarif terbaru, kekhawatiran tetap menghantui. Banyak analis menilai bahwa potensi penurunan permintaan terhadap produk berbasis chip sangat mungkin terjadi, karena harga barang elektronik diperkirakan akan naik drastis akibat lonjakan biaya produksi.

Apple menjadi sorotan utama dari seluruh drama pasar ini. Selain terkena dampak langsung dari tarif balas dendam yang diberlakukan terhadap produk impor dari China, Apple juga tengah berjuang menghadapi penurunan penjualan di salah satu pasar terbesarnya: China. Pada tahun 2024, penjualan iPhone secara global tercatat turun sebesar 12,6% dibandingkan tahun sebelumnya.

Kini, Apple harus bersiap menghadapi kenyataan pahit: kenaikan harga produk andalan mereka, iPhone, secara signifikan. Berdasarkan analisis dari UBS, tarif baru bisa membuat harga iPhone 16 Pro Max naik hingga US$350 atau sekitar Rp5,84 juta. Jika sebelumnya ponsel pintar ini dijual di AS seharga US$1.199 (sekitar Rp20 juta), maka setelah kena tarif, harganya bisa menembus Rp26 juta.

Begitu juga dengan iPhone 16 Pro yang diproduksi di India, harga jualnya diperkirakan naik sebesar US$120, dari US$999 menjadi US$1.119, atau sekitar Rp2 juta lebih mahal dari harga sebelumnya.

Selama tiga hari terakhir sejak pengumuman tarif Trump, harga saham Apple telah turun 20%, dengan kapitalisasi pasar menyusut hingga US$640 miliar. Angka yang sangat besar ini menunjukkan betapa serius dampak tarif tersebut terhadap raksasa teknologi asal Cupertino ini.

Menurut Sundeep Gantori, analis dari UBS, saat ini masih banyak ketidakpastian soal siapa yang akan menanggung beban biaya tambahan ini: apakah Apple akan membaginya dengan para pemasok, atau langsung membebankan semuanya kepada konsumen. “Jangka waktu tarif dan skalanya pun belum sepenuhnya jelas,” ujarnya.

Saat ini, sebagian besar proses manufaktur Apple masih dilakukan di China, negara yang terkena tarif sebesar 54% dari pemerintahan Trump. Negara lain seperti India, Vietnam, dan Thailand, yang juga menjadi basis produksi Apple, turut dikenakan tarif tinggi, sehingga Apple hampir tidak memiliki ruang untuk melarikan produksi mereka ke wilayah bebas tarif.

JPMorgan Chase memperkirakan bahwa kebijakan tarif baru ini bisa menyebabkan Apple menaikkan harga jual produk-produknya secara global sebesar 6%. Artinya, bukan hanya konsumen di Amerika yang terdampak, tetapi juga pembeli di seluruh dunia akan merasakan mahalnya produk Apple dalam waktu dekat.

Kondisi ini memberikan tekanan besar kepada Apple, tidak hanya dari sisi harga saham dan produksi, tetapi juga dari sisi reputasi. Mampukah Apple menjaga loyalitas pelanggan di tengah melonjaknya harga dan menurunnya daya saing di pasar internasional?

Yang pasti, kebijakan tarif Trump telah memicu efek domino di sektor teknologi, membuat para raksasa industri harus berstrategi ulang dalam menghadapi ketidakpastian global.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved