China Tidak Bergantung pada Amerika, Hebatnya Tetap Bertahan
Tanggal: 9 Nov 2024 14:48 wib.
Amerika Serikat (AS) belakangan ini semakin intens memberlakukan sanksi dagang kepada China, terutama dalam sektor teknologi. Salah satunya adalah pemblokiran akses China untuk memperoleh teknologi chip dan alat pembuat chip canggih karena dikhawatirkan akan memperkuat kekuatan militer China.
Meskipun demikian, langkah tersebut tidak menghentikan upaya China dalam mengembangkan teknologinya. Bahkan, pemerintah China semakin termotivasi untuk mengembangkan chip canggih secara mandiri.
Sebagai bukti, perusahaan pembuat chip terbesar di China, SMIC, berhasil menunjukkan keberhasilan dan mencatat pertumbuhan positif. Pada kuartal September 2024, pendapatan SMIC meningkat 34% menjadi US$2,17 miliar.
Data dari LSEG mencatat bahwa pertumbuhan SMIC sejalan dengan ekspektasi pasar yang memproyeksikan pendapatan SMIC pada angka US$2,2 miliar.
Dikutip dari Reuters, pada Jumat (8/11/2024), pertumbuhan SMIC didukung oleh inisiatif lokalisasi yang dicanangkan pemerintah China. Salah satunya adalah dengan mendorong klien internasional untuk memindahkan produksi chip ke manufaktur dalam negeri.
Sebelumnya, SMIC lebih fokus memproduksi node chip untuk perangkat elektronik sederhana. Namun, fokus perusahaan berubah seiring dengan meningkatnya ketegangan geopolitik antara AS dan China dalam beberapa tahun terakhir.
SMIC menjadi salah satu pemasok chip untuk Huawei, yang kemudian memungkinkan perusahaan tersebut untuk meluncurkan ponsel dengan dukungan jaringan 5G setelah tiga tahun masuk dalam daftar hitam AS.
Meski pencapaian perusahaan bersinar pada tahun ini, SMIC tetap mempersiapkan diri menghadapi tren penurunan pada tahun 2025 mendatang. Hal ini diungkapkan oleh co-CEO SMIC, Zhao Haijun, dalam laporan kinerja perusahaan.
"Tingkat utilisasi industri berada di sekitar 70%, jauh di bawah tingkat optimal 85%, yang menunjukkan adanya kelebihan kapasitas yang signifikan. Situasi ini sepertinya tidak akan membaik secara signifikan, atau bahkan semakin memburuk," katanya.
Pengeluaran tahunan perusahaan naik dari US$7,3 miliar pada 2023 menjadi US$4,5 miliar pada tahun 2024. Zhao mengindikasikan bahwa kondisi kelebihan suplai saat ini akan membuat SMIC lebih berhati-hati dalam melakukan ekspansi kapasitas di masa mendatang.
"Kami belum mengumumkan proyek baru dan kami saat ini belum mempertimbangkannya," tambahnya.
Data dari LSEG menunjukkan bahwa pemasukan bersih SMIC naik 58% menjadi US$148,8 juta pada Juli-September, namun masih sedikit di bawah ekspektasi analis di angka US$199,71 juta.
Untuk kuartal keempat tahun 2024, perusahaan memprediksi pendapatannya akan stagnan dengan pertumbuhan 2% secara kuartal-ke-kuartal (QoQ).
Saham SMIC naik 3,7% pada pembukaan perdagangan di Hong Kong pada Jumat (8/11) waktu setempat.
Semangat China di Balik Pembatasan Dagang dengan AS
Dalam beberapa tahun terakhir, Amerika Serikat (AS) telah memberlakukan berbagai sanksi dagang yang menghantam China, terutama dalam sektor teknologi. Salah satu tindakan yang dilakukan AS adalah memblokir akses China untuk mendapatkan teknologi chip dan peralatan pembuat chip canggih, karena khawatir akan memperkuat kemampuan militer China.
Akan tetapi, langkah ini tidak memadamkan semangat China dalam mengembangkan kemampuan teknologinya. Bahkan, pemerintah China semakin termotivasi untuk mengembangkan chip canggih secara mandiri.
Pembuat chip terbesar di China, SMIC, berhasil menunjukkan keberhasilan sebagai bukti bahwa pembatasan dagang dari AS tidak meruntuhkan kemampuan China dalam industri teknologi. Pada kuartal September 2024, pendapatan SMIC naik 34% menjadi US$2,17 miliar, sesuai dengan ekspektasi pasar yang mematok pendapatan SMIC di angka US$2,2 miliar menurut data LSEG.
Pertumbuhan SMIC didukung oleh inisiatif lokalisasi yang dicanangkan pemerintah China. Salah satunya adalah mendorong klien internasional untuk memindahkan produksi chip ke manufaktur dalam negeri.
Sebelumnya, SMIC lebih fokus memproduksi node chip untuk perangkat elektronik sederhana. Namun, fokus perusahaan berubah seiring dengan meningkatnya ketegangan geopolitik antara AS dan China, yang mempengaruhi arah bisnis SMIC.
SMIC menjadi pemasok chip untuk Huawei yang memungkinkan perusahaan itu membawa gebrakan ponsel dengan dukungan jaringan 5G setelah tiga tahun masuk dalam daftar hitam AS. Mereka adalah contoh nyata bagaimana China tetap kuat dalam menghadapi hambatan dagang dari AS.
Meski mencatat pertumbuhan pada tahun ini, SMIC perlu terus mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan tren penurunan pada 2025 mendatang. Faktanya, co-CEO SMIC, Zhao Haijun, mengungkapkan bahwa tingkat utilisasi industri saat ini berada di sekitar 70%, jauh di bawah tingkat optimal 85%. Hal ini menunjukkan adanya kelebihan kapasitas yang signifikan, yang tampaknya tidak akan membaik secara signifikan, atau bahkan semakin memburuk di masa mendatang.
Kendati demikian, pengeluaran tahunan perusahaan naik dari US$7,3 miliar pada 2023 menjadi US$4,5 miliar pada tahun 2024. Namun, hal ini tidak menjadikan SMIC terburu-buru untuk melakukan ekspansi kapasitas di masa mendatang. Mereka ingin tetap berhati-hati dalam melakukan langkah selanjutnya.
Berdasarkan data LSEG, pemasukan bersih SMIC naik 58% menjadi US$148,8 juta pada Juli-September, tetapi masih sedikit di bawah ekspektasi analis di angka US$199,71 juta. Ini menunjukkan bahwa SMIC masih perlu terus menghadapi tantangan di masa mendatang.
Saham SMIC naik 3,7% pada pembukaan perdagangan di Hong Kong pada Jumat (8/11) waktu setempat, menunjukkan optimisme pasar terhadap kinerja perusahaan ini.
Potensi China dalam Menunjukkan Kemandiriannya di Pasar Teknologi
Amerika Serikat (AS) telah gencar memberlakukan sanksi dagang ke China, terutama dalam sektor teknologi, dengan pembatasan akses terutama dalam teknologi chip dan peralatan pembuat chip. Namun, hal ini tidak membuat China surut dalam upayanya mengembangkan teknologinya. Sebaliknya, pembatasan dagang dari AS tampaknya menjadi pendorong bagi China untuk semakin mandiri dalam mengembangkan teknologi chip canggih.
SMIC, perusahaan pembuat chip terbesar di China, adalah salah satu contoh keberhasilan dalam menghadapi pembatasan dagang dari AS. Pada kuartal September 2024, pendapatan SMIC meningkat 34% menjadi US$2,17 miliar, walaupun angka ini sedikit di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksikan pendapatan SMIC pada angka US$2,2 miliar, menurut data LSEG.
Perkembangan SMIC didukung oleh inisiatif lokal yang dicanangkan pemerintah China, seperti mendorong klien internasional untuk memindahkan produksi chip ke manufaktur dalam negeri. Hal ini menunjukkan bahwa China berupaya keras untuk tidak lagi tergantung pada teknologi chip dari luar negeri.
Sebelumnya, fokus bisnis SMIC lebih pada produksi node chip untuk perangkat elektronik sederhana. Namun, dengan meningkatnya ketegangan antara AS dan China, perusahaan ini mulai mengubah fokusnya untuk menghasilkan teknologi chip yang lebih canggih.