Sumber foto: iStock

China Tantang Dominasi Starlink: Luncurkan Proyek Internet Satelit Raksasa di Orbit Rendah Bumi

Tanggal: 18 Des 2024 19:03 wib.
Media massa yang digembar-gemborkan di era globalisasi informasi menyebarkan kabar terbaru mengenai ancaman dominasi Starlink oleh China yang dipimpin oleh Xi Jinping. Starlink, layanan internet berbasis satelit milik SpaceX, yang saat ini memiliki hampir 7.000 satelit aktif, kini mendapati dirinya tengah dihadapkan pada persaingan ketat dengan proyek internet satelit di orbit rendah Bumi (LEO) yang digencarkan oleh China.

Dominasi Starlink yang memiliki layanan internet berkecepatan tinggi ini dapat dilihat dari layanannya yang melayani lebih dari 5 juta konsumen di lebih dari 100 negara. Layanan tersebut membidik area-area terpencil yang belum terjangkau oleh infrastruktur internet konvensional.

SpaceX, perusahaan di balik Starlink, telah menetapkan target ekspansi megakonstelasinya menjadi 42.000 satelit. Namun, China tidak tinggal diam. Mereka berencana memiliki 38.000 satelit yang tersebar di tiga proyek internet LEO, yaitu Qianfan, Guo Wang, dan Honghu-3.

Selain Starlink, Eutelsat OneWeb, perusahaan Eropa, juga telah meluncurkan lebih dari 630 satelit LEO. Selain itu, Amazon juga sudah merencanakan konstelasi LEO yang dijuluki 'Project Kuiper' dengan lebih dari 3.000 satelit. Amazon hanya baru meluncurkan dua prototipe satelit hingga saat ini.

China tampaknya tidak ingin ketinggalan dalam persaingan ini. Mereka turut meluncurkan proyek megakonstelasi internet satelit mereka, dan ini menimbulkan pertanyaan besar dalam benak banyak pihak. Mengapa China rela menggelontorkan uang dalam jumlah besar untuk merancang megakonstelasi ini?

Menurut Steve Feldstein dari Carnegie Endowment for International Peace, Starlink telah membuktikan keunggulannya dalam membawa akses internet ke masyarakat di pelosok dunia, sementara China dikenal dengan kebijakan penyensoran ke masyarakatnya. Hal ini membuat kemampuan Starlink untuk menjangkau masyarakat di daerah terpencil menjadi ancaman bagi kebijakan penyensoran China.

Di sisi lain, Blaine Curcuo, pendiri Orbital Gateway Consulting, berpendapat bahwa China bisa mempromosikan akses internet pembeda ke masyarakat di daerah terpencil di beberapa negara. China bisa menawarkan jaringan internet yang mungkin tidak secepat Starlink dalam menjangkau pasar, namun mereka memiliki keunggulan dalam menyensor konten yang diakses oleh masyarakat di sejumlah wilayah.

Para ahli memperkirakan bahwa konstelasi internet China tidak akan dipilih oleh negara-negara Barat seperti Amerika Serikat (AS), Eropa Barat, Kanada, dan sekutu mereka. Namun, negara-negara dengan nilai dan norma yang serupa dengan China mungkin akan tertarik dengan layanan yang ditawarkan oleh China.Selain itu, banyak daerah di Afrika yang belum tercakup oleh Starlink.

Menurut Juliana Suess dari German Institute for International and Security Affairs, sekitar 70% infrastruktur 4G di Afrika telah dibangun oleh Huawei, raksasa teknologi asal China. Maka dari itu, untuk meluncurkan internet berbasis satelit di wilayah tersebut dinilai akan lebih mudah bagi China.

Tidak hanya dari perspektif kompetisi bisnis, proyek konstelasi internet China juga dinilai krusial untuk meningkatkan keamanan nasional, terutama ketika infrastruktur internet konvensional di darat sering terganggu selama masa perang.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Feldstein, memiliki senjata berbasis satelit dapat dianggap sebagai keuntungan besar bagi militer, dan China tampaknya melihat peluang ini sebagai investasi yang menguntungkan untuk tujuan keamanan nasionalmereka.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved