China Diduga Melakukan Sabotase Internet di Beberapa Negara, Ini Detail Modusnya
Tanggal: 30 Nov 2024 21:51 wib.
Sebuah kapal komersial China diduga melakukan tindakan sabotase terhadap kabel bawah laut yang menghubungkan internet antara beberapa negara. Menurut laporan The Wall Street Journal, kapal komersial bernama Yi Peng 3 dilaporkan menyeret jangkarnya sejauh lebih dari 160km di dasar laut Baltik, yang menyebabkan kerusakan pada kabel-kabel yang berada di atasnya.
Dampak dari tindakan ini sangat signifikan, terutama bagi dua sambungan internet yang berhenti berfungsi, yaitu antara Pulau Gotland di Swedia dan Lithuania, serta antara Finlandia dan Jerman.
Akibatnya, sejumlah negara termasuk keempat negara yang terkena langsung dampaknya harus melakukan investigasi mendalam untuk mengungkap modus operandi serta aktor di balik tindakan sabotase ini.
Kabar mengenai kasus ini semakin berkembang setelah para penyelidik mencoba untuk menghubungkan tindakan tersebut dengan kemungkinan keterlibatan pejabat intelijen Rusia. Meskipun demikian, pihak berwenang Rusia membantah keterlibatan mereka dalam insiden tersebut.
Munculnya informasi baru menunjukkan bahwa Ningbo Yipeng Shipping, pemilik kapal yang terlibat dalam insiden tersebut, telah bekerja sama dengan para penyelidik untuk membantu pengungkapan kebenaran di balik tindakan sabotase ini. Namun, hal ini juga menimbulkan reaksi skeptic dari sejumlah pihak yang meragukan transparansi dan kejujuran dari kerjasama tersebut.
Dalam perkembangan terbaru, The Journal juga mengungkapkan bahwa beberapa pejabat penegak hukum dan intelijen Barat tidak yakin bahwa pemerintah China secara langsung terlibat dalam skema yang dicurigai ini. Namun, hal ini memunculkan sejumlah pertanyaan dan kekhawatiran terkait upaya China untuk memanfaatkan kapal komersialnya dalam aksi sabotase infrastruktur bawah laut.
Sementara itu, di tengah-tengah ketegangan geopolitik yang terus berkembang antara Eropa dan Rusia, kekhawatiran yang muncul dari adanya indikasi keterlibatan Rusia dalam sabotase infrastruktur bawah laut ini menjadi semakin kompleks. Hal ini dapat dilihat dari berbagai tanda tanya yang muncul mengenai kemungkinan hubungan antara insiden ini dengan kondisi politik dan keamanan global saat ini.
Tindakan sabotase ini juga menjadi perhatian serius mengingat terdapat kekhawatiran akan berpotensi meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Eropa. Karena itu, pihak berwenang masih berusaha secara hati-hati untuk tidak langsung menuduh Kremlin tanpa bukti yang cukup kuat, mengingat potensi dampaknya terhadap dinamika hubungan internasional yang tengah berlangsung.
Adanya latar belakang konflik geopolitik yang masih terus berkembang, dilema di antara para pejabat untuk menunjukkan secara tegas dan yakin siapa pelaku di balik sabotase infrastruktur bawah laut ini juga semakin kompleks.
Dalam situasi yang cukup rumit ini, para pejabat masih menimbang-nimbang untuk menuduh secara langsung pihak yang terlibat. Kemungkinan adanya konsekuensi politik yang sangat besar, terutama dalam konteks hubungan bilateral antara negara-negara yang terlibat, tentu menjadi pertimbangan penting yang harus dipertimbangkan dengan cermat.
Bahkan, pertanyaan mendasar mengenai siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas tindakan sabotase ini masih menjadi perdebatan yang membutuhkan klarifikasi lebih lanjut. Selain itu, upaya untuk menciptakan kerja sama internasional yang lebih kuat dalam menanggapi ancaman keamanan cyber juga perlu terus diperkuat.