Sumber foto: iStock

Bumi di Ambang Batas: Suhu Global Tembus 1,75°C, Tanda Bahaya Perubahan Iklim Tak Terbendung?

Tanggal: 8 Apr 2025 19:54 wib.
Tampang.com | Suhu global terus menanjak ke level yang mengkhawatirkan. Laporan terbaru dari Copernicus Climate Change Service (C3S), yang dikelola oleh Pusat Prakiraan Cuaca Jangka Menengah Eropa, mengungkap bahwa pada Januari 2025, suhu rata-rata permukaan Bumi telah mencapai 1,75 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Angka ini tidak hanya memecahkan rekor, tapi juga menegaskan prediksi ilmiah yang selama ini dikhawatirkan banyak pihak.

Temuan ini menghidupkan kembali peringatan dari Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) yang menyebut bahwa Bumi akan melampaui ambang pemanasan global 1,5°C dalam satu dekade ke depan. Padahal, angka 1,5°C merupakan batas kritis yang ditetapkan ilmuwan dunia untuk menghindari kerusakan iklim yang tidak dapat diperbaiki.

Menurut IPCC, melewati batas ini akan memicu konsekuensi besar: cuaca ekstrem yang lebih sering, punahnya spesies, gagal panen skala besar, dan titik balik iklim (tipping point) seperti hilangnya terumbu karang dan mencairnya es kutub.

Dunia dalam Bahaya: Dekade yang Menentukan Masa Depan Umat Manusia

Dalam laporan terbaru yang dipublikasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), situasi saat ini dikategorikan sebagai krisis iklim yang nyata. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, memberikan peringatan keras bahwa manusia kini "berdiri di atas lapisan es yang sangat tipis, dan es itu mencair dengan cepat."

Guterres menyerukan agar negara-negara maju mempercepat target netral karbon dari tahun 2050 menjadi 2040 guna menghindari "bom waktu iklim". Ia menegaskan bahwa jika tindakan drastis tidak segera diambil, kita akan menghadapi dekade paling menentukan dalam sejarah manusia modern.

Laporan IPCC juga mencatat bahwa meskipun teknologi sudah tersedia, mulai dari perangkat ramah lingkungan, sumber daya energi bersih, hingga anggaran yang memadai, hambatan terbesarnya justru terletak pada minimnya kemauan politik global. Ketua IPCC, Lee Hoesung, menegaskan bahwa untuk menghadapi krisis ini dibutuhkan kolaborasi dan komitmen nyata dari para pemimpin dunia.

Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah dan Dampaknya Kini Nyata

Data dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menunjukkan bahwa Januari 2025 menjadi bulan ke-18 dari 19 bulan terakhir di mana suhu global melampaui 1,5°C dibandingkan era pra-industri. Kombinasi data dari enam lembaga internasional juga mencatat bahwa tahun 2024 adalah tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan suhu dunia.

Meskipun satu tahun melewati batas 1,5°C tidak berarti target jangka panjang Perjanjian Paris gagal total—karena perjanjian itu mengukur suhu rata-rata dalam dekade, bukan tahunan—namun tetap saja setiap perbedaan sepersepuluh derajat sangatlah signifikan. Tren pemanasan ini memperjelas arah yang sedang ditempuh Bumi, dan tanda-tandanya sudah dirasakan secara nyata oleh penduduk dunia.

Friederike Otto, ilmuwan dari Imperial College London, bahkan menyebut, "Tahun terpanas yang kita alami saat ini akan menjadi yang terdingin untuk generasi mendatang." Artinya, suhu ekstrem hari ini akan menjadi normal di masa depan—sebuah peringatan keras tentang dampak jangka panjang dari krisis iklim.

Wilayah-Wilayah Rentan: Asia Tenggara dalam Bahaya

Laporan IPCC juga memetakan wilayah yang paling terdampak dari kombinasi suhu tinggi dan kelembapan ekstrem. Jika suhu global mencapai 1,8°C saja, setengah populasi dunia diperkirakan akan hidup dalam kondisi yang tidak nyaman secara fisiologis pada tahun 2100.

Daerah-daerah dengan risiko tertinggi termasuk Asia Tenggara, sebagian wilayah Brasil, dan Afrika bagian barat. Kondisi ini akan menciptakan tantangan besar terhadap ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, dan infrastruktur sosial di negara-negara tersebut—termasuk Indonesia.

Pencairan Es Kutub dan Laut Arktik Jadi Sorotan

Salah satu indikator paling nyata dari krisis iklim adalah pencairan es di wilayah kutub. Menurut data C3S, luas es laut Arktik pada Januari 2025 tercatat sebagai yang terendah sepanjang sejarah. Lembaga NOAA juga mendukung temuan ini, mencatat bahwa pencairan tersebut hanya kalah dari satu kejadian serupa sebelumnya.

Variasi suhu juga tidak merata di seluruh dunia. Januari 2025 tercatat lebih panas dari rata-rata di banyak wilayah, meski masih lebih dingin di beberapa area seperti Amerika Serikat, Greenland, dan Rusia bagian timur. Namun secara keseluruhan, planet ini menunjukkan tren pemanasan yang makin tidak bisa disangkal.

Krisis yang Bisa Dicegah Jika Bertindak Sekarang

Meskipun data dan prediksi tampak mengerikan, para ilmuwan dan pengambil kebijakan sepakat bahwa masih ada waktu untuk bertindak, asalkan keputusan yang berani dan tepat diambil sekarang. Dunia memiliki teknologi dan sumber daya, tetapi keputusan berada di tangan para pemimpin negara dan pelaku industri besar.

Dalam situasi ini, keterlibatan masyarakat global juga menjadi sangat penting. Tekanan publik terhadap pemerintah, perubahan gaya hidup, dan dukungan terhadap inisiatif ramah lingkungan dapat membantu menekan laju pemanasan yang kini berada di luar kendali.

Kini, lebih dari sebelumnya, Bumi membutuhkan aksi nyata—bukan janji. Setiap pilihan yang kita buat hari ini akan menentukan seperti apa dunia yang akan dihuni oleh generasi mendatang.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved