Sumber foto: iStock

Benarkah Bulan Menyimpan Harta Karun Rp16.200 Triliun? Ini Fakta Mengejutkan dari Penelitian Terbaru

Tanggal: 13 Jun 2025 11:08 wib.
Bulan, satelit alami Bumi yang selama ini tampak sunyi dan tak tersentuh, ternyata menyimpan potensi kekayaan luar biasa yang mungkin bisa mengubah arah sejarah umat manusia. Berdasarkan hasil penelitian terbaru, diperkirakan kandungan mineral di permukaan Bulan bisa mencapai nilai lebih dari US$1 triliun atau sekitar Rp16.200 triliun jika dikonversi ke mata uang rupiah. Bukan hanya menggiurkan secara finansial, tetapi temuan ini juga bisa mendorong era baru dalam penjelajahan luar angkasa.

Penelitian ini dilakukan oleh ilmuwan independen Jayanth Chennamangalam bersama timnya. Mereka menganalisis data dari ribuan kawah di permukaan Bulan, dan menemukan bahwa sekitar 6.500 dari total 1.300 kawah utama terbentuk akibat tumbukan asteroid yang membawa platinum—logam mulia dengan nilai ekonomi tinggi. Temuan ini dilaporkan oleh Futurism dan menjadi perbincangan hangat karena membuka kemungkinan eksplorasi dan penambangan luar angkasa yang lebih serius.

Namun, daya tarik utama dari penemuan ini bukan semata-mata pada nilai ekonominya yang fantastis. Lebih jauh, menurut para peneliti, potensi penambangan di Bulan bisa menjadi kunci penting dalam pembiayaan eksplorasi tata surya. Saat ini, hampir seluruh program luar angkasa didanai oleh anggaran negara yang berasal dari pajak publik. Namun, jika sumber daya luar angkasa dapat dimanfaatkan secara komersial, maka peluang untuk mendatangkan investasi swasta akan terbuka lebar.

Menurut Chennamangalam, salah satu tantangan besar dalam penelitian dan eksplorasi luar angkasa adalah keterbatasan pendanaan. Proyek-proyek ambisius untuk menjelajah planet lain seringkali harus bergantung pada keputusan politik, yang bisa berubah sewaktu-waktu. Di sinilah pentingnya monetisasi sumber daya alam luar angkasa. Bila perusahaan-perusahaan swasta melihat potensi keuntungan dari eksplorasi seperti ini, maka mereka akan terdorong untuk menanamkan modal dalam proyek eksplorasi skala besar.

Tentu saja, pertanyaan besar muncul mengenai legalitas aktivitas penambangan di Bulan. Apakah negara atau perusahaan boleh mengambil dan menjual hasil tambang dari luar angkasa? Hingga saat ini, regulasi yang mengatur hal ini masih sangat terbatas. Satu-satunya acuan yang cukup kuat adalah Perjanjian Luar Angkasa 1967, yang ditandatangani oleh sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat dan Rusia. Perjanjian tersebut secara eksplisit melarang negara mana pun untuk mengklaim objek antariksa, termasuk Bulan, sebagai wilayah kedaulatan.

Namun, celah hukum tetap ada. Beberapa ahli hukum luar angkasa menyebut bahwa meskipun klaim kepemilikan tidak diperbolehkan, pemerintah tetap bisa mengeluarkan lisensi untuk aktivitas eksplorasi dan ekstraksi sumber daya. Ini memberikan ruang bagi negara dan entitas swasta untuk melakukan penambangan tanpa secara resmi "memiliki" wilayah di Bulan.

Untuk menjawab kekosongan hukum internasional ini, NASA sebagai lembaga antariksa Amerika Serikat telah merancang semacam pedoman sukarela yang disebut Artemis Accords. Dokumen ini bukanlah peraturan yang mengikat secara hukum, melainkan lebih bersifat simbolis dan kolaboratif. Tujuannya adalah mendorong transparansi, kerja sama internasional, dan praktik eksplorasi yang aman serta damai di luar angkasa.

Artemis Accords menyarankan bahwa semua badan antariksa, baik milik pemerintah maupun swasta, harus beroperasi secara ilmiah, jujur, dan transparan dalam aktivitas mereka. Termasuk di dalamnya adalah proses eksplorasi, penemuan, serta ekstraksi sumber daya dari Bulan atau asteroid lainnya. Aturan ini mengacu pada semangat Perjanjian Luar Angkasa 1967, tetapi berusaha memberikan interpretasi yang lebih relevan dengan perkembangan teknologi dan ekonomi saat ini.

Dengan semua perkembangan ini, pertambangan luar angkasa, yang dulunya hanya dianggap sebagai mimpi fiksi ilmiah, kini semakin mendekati kenyataan. Bukan tidak mungkin dalam beberapa dekade ke depan, kita akan menyaksikan perusahaan swasta bersaing untuk menambang logam mulia dari Bulan, dan membawa pulang hasilnya ke Bumi atau menggunakannya langsung untuk pembangunan infrastruktur di luar angkasa.

Tentu, tantangannya tidak sedikit. Selain persoalan hukum dan teknologi, masih ada hambatan besar seperti biaya pengiriman, keberlangsungan ekosistem luar angkasa, serta risiko kontaminasi. Namun, potensi manfaat yang luar biasa besar membuat para peneliti dan investor tak gentar untuk terus mendorong inovasi di bidang ini.

Penemuan platinum dan logam mulia lainnya di kawah Bulan membuka babak baru dalam sejarah eksplorasi manusia. Dunia sedang berada di ambang revolusi eksplorasi tata surya, di mana sumber daya alam bukan lagi terbatas pada Bumi, dan masa depan energi serta industri bisa jadi bergantung pada hasil tambang dari luar angkasa.

Kesimpulannya, Bulan tak hanya menjadi simbol keindahan malam hari atau inspirasi puisi cinta, melainkan juga penentu masa depan umat manusia dalam menjelajahi alam semesta. Siapa tahu, dalam waktu dekat, kita akan melihat tambang pertama dibuka di permukaan Bulan, dan dunia pun memasuki era baru bernama Space Economy.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved