Badak Afrika Disuntik Radioaktif, Alasannya Ternyata Mulia
Tanggal: 29 Jun 2024 18:11 wib.
Badak Afrika Selatan merupakan spesies yang rentan menjadi target perburuan liar untuk tujuan perburuan komersial dan perdagangan gelap internasional. Mengatasi permasalahan perdagangan cula badak yang mengancam keberlangsungan hidup spesies ini, ilmuwan Afrika Selatan mengambil langkah inovatif dengan menyuntikkan bahan radioaktif ke cula badak yang masih hidup. Tindakan ini bertujuan untuk memberikan solusi efektif dalam mencegah penyelundupan cula hasil perburuan liar ke luar negeri, terutama ke wilayah Asia yang menjadi pasar utama bagi produk-produk hewan terlarang.
Menurut laporan AFP, Afrika Selatan dikenal sebagai habitat badak terbesar di dunia. Hal ini membuat negara tersebut menjadi incaran perburuan liar yang merusak populasi badak. Benua Afrika Selatan mencatat tingginya aktivitas perburuan liar, menjadi tantangan serius dalam upaya pelestarian badak.
Kondisi ini semakin diperparah dengan tingginya permintaan akan cula badak di Asia, terutama untuk keperluan pembuatan obat-obatan tradisional. Cula badak telah menjadi komoditas yang sangat diincar di pasar gelap Asia. Permintaan yang tinggi ini memberikan dorongan kuat terhadap perburuan liar di Afrika Selatan, mengancam ketahanan populasi badak secara keseluruhan.
Sebagai respons terhadap masalah ini, James Larkin dari University of Witwatersrand memimpin inisiatif untuk mengembangkan program yang diberi nama Rhisotope. Program ini melibatkan penyuntikan dua chip radiasi ke dalam cula badak di fasilitas rehabilitasi dan perawatan satwa Limpopo, khususnya badak di wilayah timur laut Afrika Selatan. Menurut Nithaya Chetty dari universitas yang sama, chip radioaktif yang disuntikkan memiliki efek toksik sehingga membuat cula tersebut tidak dapat dikonsumsi oleh manusia.
Metode penyuntikan chip radioaktif dilakukan saat badak sedang tertidur, sehingga proses ini tidak menimbulkan rasa sakit bagi hewan tersebut. Selain itu, dampak bahan radioaktif yang ditanamkan dalam jumlah yang sangat sedikit diupayakan tidak mengganggu kesehatan badak maupun lingkungan sekitarnya.
Data yang dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup Afrika Selatan menunjukkan bahwa pada tahun 2023, sebanyak 499 badak terbunuh meskipun berada di wilayah konservasi, mengalami peningkatan sebesar 11 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini menandakan eskalasi serius dari ancaman perburuan liar terhadap badak, yang mendorong perlunya tindakan preventif yang lebih efektif.
Selain itu, sebuah artikel dari Science Alert menegaskan bahwa cula badak merupakan salah satu komoditas paling banyak dicari di dunia, bersaing dengan emas dan kokain. Hal ini menunjukkan tingginya permintaan akan cula badak di pasar internasional, memperburuk permasalahan perdagangan gelap spesies terancam punah ini.
Proyek Rhisotope, yang saat ini masih dalam tahap percontohan, diharapkan dapat menjadi solusi inovatif dalam menekan perburuan liar terhadap badak di Afrika Selatan. Rencananya, radiasi akan ditanam di cula 20 badak, dengan besaran radiasi yang dijamin dapat memicu alarm radiasi di perbatasan negara di seluruh dunia, termasuk di bandara, yang pada awalnya dipasang untuk mencegah terorisme menggunakan nuklir. Dengan demikian, penyelundupan cula badak yang terdeteksi oleh pemerintah-pemerintah negara-negara tujuan dapat dicegah lebih lanjut.
Di lain pihak, pendiri pusat rehabilitasi, Arrie van Deventer, menyampaikan bahwa metode penyuntikan bahan radioaktif ini menjadi salah satu upaya terbaik yang pernah dilakukan dalam upaya menekan perburuan liar terhadap badak. Beliau menyebutkan bahwa sebelumnya telah dilakukan berbagai upaya lain seperti pemotongan dan pemberian racun pada cula, namun belum memberikan hasil yang memuaskan.