Sumber foto: Goggle

Axiata Sebut Layanan Starlink Terlalu Mahal untuk Pasar Indonesia

Tanggal: 16 Jun 2024 07:22 wib.
Axiata Group Berhad (Axiata) menyatakan bahwa bisnis perusahaannya di Indonesia masih tetap stabil meskipun layanan satelit Starlink hadir di pasar. Harga layanan Starlink yang mencapai Rp750.000 per bulan dianggap terlalu mahal jika dibandingkan dengan layanan seluler.

Vivek Sood, Group Chief Executive Officer & Managing Director Axiata, memandang bahwa harga yang ditawarkan Starlink terlalu tinggi jika dibandingkan dengan harga layanan yang sudah ada di pasar Indonesia. Dia mengatakan bahwa layanan tersebut lebih cocok diperuntukkan untuk daerah pedesaan guna menekan biaya investasi penggelaran jaringan di daerah terpencil, dengan berkolaborasi dengan operator.

Sood juga menyampaikan bahwa pengembangan menara dan fiber optik di daerah pedesaan membutuhkan investasi yang sangat besar. Oleh karena itu, Starlink memiliki potensi untuk menjadi mitra, salah satunya sebagai backhaul atau jaringan transport untuk memperluas cakupan layanan.

Menurutnya, untuk mencapai "last mile" atau ujung menara yang langsung memberikan layanan seluler kepada pelanggan, diperlukan infrastruktur jaringan transport. Di daerah pedesaan, infrastruktur ini dapat menggunakan microwave atau satelit. Saat ini, kapasitas satelit GEO yang ada jauh lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas satelit LEO milik Starlink, yang dimiliki oleh Elon Musk.

Axiata juga sedang dalam tahap diskusi dengan beberapa satelit orbit bumi rendah lain untuk menjadi mitra bersama perusahaan. Nik Rizal Kamil, Chief Financial Officer Axiata, menyatakan bahwa kehadiran Starlink sangat membantu daerah pedesaan yang sebelumnya tidak terjangkau oleh layanan internet. Dengan adanya Starlink, masyarakat di wilayah terluar bisa mendapatkan manfaat dari layanan internet.

Menurut Nik, masuknya Starlink ke Indonesia juga tidak berdampak besar terhadap bisnis perusahaan. Dia menyatakan bahwa Starlink bukan sebagai pengganti, sehingga seharusnya tidak memiliki dampak besar pada investasi Axiata di Indonesia.

Nik melihat bahwa Starlink bukanlah kompetisi di industri telekomunikasi seluler, fiber optik, maupun operasional perusahaan. Lebih lanjut, Nik menyatakan bahwa Starlink bukan ancaman maupun pesaing di industri telekomunikasi, melainkan bisa melengkapi ekosistem industri yang sebelumnya tidak bisa dijangkau oleh fiber optik.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved